Kaleidoskop 2022: KPK Tetapkan Hakim Agung Tersangka

Kaleidoskop 2022: KPK Tetapkan Hakim Agung Tersangka

Nasional | jawapos | Jum'at, 30 Desember 2022 - 08:00
share

JawaPos.com Marwah Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga tertinggi peradilan dipertanyakan setelah lima hakim ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka yakni, Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Hakim Agung Gazalba Saleh.

Kemudian, Prasetio Nugroho selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Gazalba, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Elly Tri Pangestu, dan Hakim Yustisial Edy Wibowo. Mereka diduga terlibat kasus dugaan suap pengurusan perkara.

Terpuruknya Hukum di Indonesia

Ditetapkannya sejumlah hakim agung sebagai tersangka dinilai terpuruknya wajah peradilan. Sebagai wakil tuhan, hakim seharusnya mempunyai integritas yang tidak lagi perlu diragukan.

Operasi tangkap tangan hakim agung oleh KPK menyeret oknum pengacara, para pejabat, ASN, dan hakim agung lainnya di Mahkamah Agung, mengindikasikan bahwa hukum kian terpuruk, Direktur Jimly School of Law and Government (JSLG) Muhammad Muslih ditemui di Jakarta, Jumat (23/12).

Muslih mengkhawatirkan, kasus tersebut menyebabkan runtuhnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Sebab, ia merasa publik saat ini sudah bisa menilai sendiri kinerja penegak hukum.

Krisis etika dan integritas aparat penegak hukum maupun penyelenggara negara, membawa konsekuensi pada hilangnya kepercayaan publik kepada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum, ucap Muslih.

Terbongkarnnya Mafia Kasus di Mahkamah Agung

Terbongkarnya praktik lancung di MA, bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu, 21 September 2022. Hal ini terkait terbongkarnya mafia kasus, dalam pengurusan kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Permohonan kasasi itu bermula dari proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka melalui kuasa hukumnya Eko Suparno belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut, sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA. Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi yang juga debitur Intidana dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.

Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang. Desy yang tidak mempunyai kewenangan memutus perkara di MA, turut mengajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko kepada Desy sebesar SGD 202.000 atau senilai Rp 2,2 miliar. Kemudian oleh Desy Yustria membagi lagi, dengan pembagian, Desy menerima sekitar 250 juta, Muhajir Habibie menerima sekitar Rp 850 juta, Elly Tri Pangestu menerima sekitar Rp 100 juta dan Sudrajad menerima sekitar Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri.

Sementara itu, Gazalba Saleh diduga menerima SGD 202.000, setara dengan Rp 2,2 miliar untuk memengaruhi putusan tersebut. Gazalba Saleh Saleh salah satu hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman. Karena itu, Yosep dan Eko berkeinginan terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.

Mafia Kasus Sudah Ada Sejak Tahap Penyelidikan

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, mafia kasus bukan hanya di pengadilan, tapi juga sudah bermain mulai tahap penyelidikan hingga penyidikan. Hal ini diketahui KPK berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat.

Terkait info mafia kasus itu memang ada. Sebetulnya tidak hanya menyangkut di jajaran Pengadilan, mulai dari penyidikan kita sudah dapat informasinya, muaranya kan ke pengadilan. Informasi-informasi itu kita terima dari masyarakat, ungkap Alexander Marwata di Jakarta, Selasa (20/12).

Menurut Alex, KPK berwenang menindak korupsi aparat penegak hukum (APH) dan penyelenggara negara.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal tersebut mengatur tentang wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pada kasus Tipikor.

Kebetulan kemarin yang terkena tangkap tangan dari jajaran Pengadilan, tapi prinsipnya kalo kita baca di Pasal 11, pendirian KPK itu kan domainnya aparat Penegak Hukum dan Penyelenggara Negara, kita berharap sih APH itu tidak hanya aparat pengadilan, tegas Alex.

Topik Menarik