Keterangan Diagnosa Pasien Tidak Wajib Ada di Surat Sakit, Kenapa?
SEBAGAI seorang pasien, Anda punya hak untuk tidak memberitahu hasil diagnosa pemeriksaan dokter ke siapapun, termasuk pihak perusahaan tempat Anda bekerja.
Dengan kata lain, jika dokter mengeluarkan surat sakit, maka Anda punya hak untuk tidak mencantumkan hasil diagnosa di surat sakit tersebut. Ada alasan kenapa hak pasien ini begitu dijaga oleh dokter.

"Pada kasus tertentu, misalnya pasien ternyata terdiagnosa HIV positif, jika hasil diagnosa disampaikan di surat sakit dan dibaca oleh HRD, maka ini bisa bikin heboh kantor," kata dr Beni pada awak media secara daring, belum lama ini.
"Diagnosa itu juga bisa memicu pasien dikucilkan bahkan bisa dipecat dari tempatnya bekerja, sementara pasien mungkin tulang punggung keluarga," lanjut dr Beni.
"Jadi, hasil diagnosa itu masuk ke dalam ranah rahasia yang seharusnya tidak boleh ada di dalam surat sakit, karena itu bagian dari rahasia kedokteran," jelasnya.
Lain cerita jika pasien bersedia mencantumkan hasil diagnosa di surat sakit. Jika begitu, maka dokter akan menampilkan hasil diagnosa di surat sakit.
"Itu kenapa, dokter akan bertanya terlebih dulu ke pasien apakah dia berkenan atau tidak untuk mencantumkan hasil diagnosa di surat sakit," tambah dr Beni.
Dikatakan dr Beni, HRD wajib meminta persetujuan karyawannya terlebih dulu. Sekali lagi, ini terkait dengan kerahasiaan kedokteran yang patut dijaga betul oleh dokter.
"Jadi, jika HRD ingin mengetahui diagnosa karyawannya ke dokter, maka HRD sudah harus punya surat kuasa dari karyawan yang menyatakan karyawan tersebut bersedia dibuka hasil diagnosanya, untuk kemudian dokter bisa menindaklanjuti permintaan pembukaan diagnosa," papar dr Beni.
Menurut dr Beni, larangan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
"Bahwa diagnosa seseorang, sakitnya itu apa, tidak boleh diberitahu kepada siapapun. Penegakkan diagnosa itu masuk di dalam ranah rahasia kedokteran," ungkap dr Beni.










