RKUHP Hapus Pasal Penghinaan dalam UU ITE

RKUHP Hapus Pasal Penghinaan dalam UU ITE

Nasional | koran-jakarta.com | Selasa, 29 November 2022 - 09:55
share

JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) akan menghapus pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang selama ini tercantum dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"KUHP ini menghapus pasal-pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada dalam UU ITE," kata Edward usai menghadiri Rapat RKUHP dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (28/11).

Edward mengatakan penghapusan pasal itu menjadi kabar baik bagi iklim demokrasi dan kebebasan berekspresi.

"Karena teman-teman, terutama media selalu mengkritik aparat penegak hukum menggunakan UU ITE untuk melakukan penangkapan dan penahanan," ujar dia.

Dia menyampaikan agar tidak terjadi disparitas maka ketentuan di dalam UU ITE dimasukkan ke dalam RKUHP dengan penyesuaian-penyesuaian. "Dengan sendirinya mencabut ketentuan pidana khususnya Pasal 27 dan 28 di UU ITE," jelasnya.

Edward mengatakan RKUHP akan mengatur penjelasan seketat mungkin mengenai perbedaan antara penghinaan dan kritik terhadap pemerintah dan lembaga negara.

Menurutnya, dengan penjelasan yang terperinci mengenai perbedaan penghinaan dan kritik maka tidak akan ada kesalahan interpretasi mengenai penghinaan dan kritik terhadap pemerintah dan lembaga negara saat menerapkan pasal di RKUHP.

"Kami memberi penjelasan seketat mungkin yang membedakan antara penghinaan dan kritik dan penjelasan di dalam kedua pasal itu kami ambil dari Undang-Undang Pers yang di situ ditegaskan bahwa dalam satu negara demokrasi, kritik itu diperlukan sebagai satu kontrol sosial," kata Edward.

Dalam RKUHP tersebut terdapat Pasal 240 terkait penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara. Edward mengatakan pasal tersebut juga dibatasi dengan penjelasan bahwa pemerintah dalam pasal tersebut adalah lembaga kepresidenan.

Pidana Mati

Selain itu, RKUHP juga mengatur pidana mati sebagai alternatif dengan masa percobaan yang sangat berarti bagi hak asasi manusia (HAM). "Perkembangan sangat berarti bagi HAM, yaitu pidana mati. Jadi, dengan diberlakukan KUHP baru, pidana mati selalu dijatuhkan secara alternatif dengan percobaan, artinya hakim tak bisa langsung memutuskan pidana mati, tapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun," jelas Edward.

Ia menjelaskan apabila dalam jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik maka pidana mati diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun.

Topik Menarik