ICW Sebut Restoratif Justice Kasus Korupsi Bertentangan dengan UU
JawaPos.com Indonesia Corruption Watch (ICW) menyinggung wacana Kejaksaan Agung (Kejagung) yang akan melakukan restoratif justice terhadap kasus korupsi yang kerugian negaranya di bawah Rp 50 juta. Peneliti ICW Diky Anandya menyatakan, wacana Korps Adhyaksa tersebut sangat bertentangan dengan Undang-Undang.
Wacana ini patut untuk dikritisi, mengapa? Karena secara hukum hal ini bertentangan dengan Pasal 4 UU Tipikor yang secara tegas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak lantas mengehentikan proses penahanan kasus, kata Diky dalam konferensi pers daring, Minggu (3/11).
Menurut Diky, sikap tersebut juga bertolak belakang dengan Polri, yang tidak memasukan tindak pidana korupsi sebagai persyaratan materil, untuk tindak pidana yang ditangani berdasarkan keadilan restoratif.
Hal ini bisa dilihat dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, tegas Diky.
Meski demikian, Kejagung selama semester I 2022 berhasil menyita perhatian publik dengan menindak tiga kasus besar. Ketiga kasus besar itu totalnya merugikan keuangan negara sebesar Rp 33 triliun.
Kalau kita merinci lebih lanjut sebenarnya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 33 triliun itu disumbang oleh tiga kasus terbesar dengan potensi kerugian keuangan negara terbesar selama semester I tahun 2022, ucap Diky.
Salah satu yang diusut Kejagung yakni kasus dugaan korupsi ekspor CPO atau minyak sawit mentah yang merugikan keuangan negara hingga Rp 18,3 triliun. Kasus ini melibat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, pihak swasta dan sejumlah korporasi.
Kemudian, kasus Pengadaan Bombardier dan ATR PT Garuda Indonesia yang merugikan negara Rp 8,8 triliun, dan kasus ekspor yang melibatkan lembaga ekspor Indonesia yang menelan kerugian negara Rp 2,6 triliun, pungkas Diky.










