PSSI Terancam Kena Sanksi FIFA Sebab Rekomendasi Komnas HAM (2)

PSSI Terancam Kena Sanksi FIFA Sebab Rekomendasi Komnas HAM (2)

Nasional | law-justice.co | Sabtu, 5 November 2022 - 11:40
share

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku telah mengeluarkan rekomendasi untuk membekukan sementara kegiatan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Hal itu dilakukan lantaran PSSI dinilai banyak melanggar aturan yang dibuatnya sendiri.

Itulah yang menjadi penyebab pertandingan Arema FC melawan Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu berakhir duka. Hingga saat ini total sudah ada 135 jiwa yang meninggal usai menonton sepakbola di Stadion Kanjuruhan.

"Ada satu temuan yang cukup serius bahwa tata kelola sepakbola ini tidak dilandasi oleh satu prinsip ketaatan terhadap hukumnya sendiri. Jadi, kami juga sampaikan tadi PSSI juga banyak melakukan pelanggaran aturannya sendiri, aturan yang oleh PSSI, dibuat oleh PSSI dan FIFA," ungkap Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam, Kamis (3/11/2022).

Ia juga menyebut perlunya standarisasi terkait penyelenggara pertandingan sepakbola. Anam mengatakan, Presiden Joko "Jokowi" Widodo memang telah mengajak FIFA (federasi sepakbola dunia) untuk melakukan pengawasan instrumen-instrumen yang harus dilakukan oleh para penyelenggara. Salah satunya, para penyelenggara harus memiliki lisensi.

"Kalau dalam tiga bulan (rekomendasi Komnas HAM) tidak dilaksanakan (oleh PSSI) atau tidak memperbaiki lisensi orang-orang di balik para penyelenggara pertandingan, maka kami merekomendasikan agar PSSI dibekukan seluruh aktivitasnya," kata dia.

Anam menyebut, bila para penyelenggara adalah orang-orang yang berpengalaman dan telah tersertifikasi, maka semua pertandingan sepakbola berjalan dengan profesional. Sehingga, usai pertandingan berakhir, tak ada lagi kejadian di mana ratusan orang meninggal.

Apakah Komnas HAM memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi supaya PSSI dibekukan?

1. Komnas HAM merekomendasikan Jokowi gandeng FIFA untuk bekukan aktivitas PSSI
Anam pun paham bakal muncul pertanyaan soal kewenangan Komnas HAM untuk merekomendasikan agar PSSI dibekukan sementara. Oleh sebab itu, Komnas HAM membuat rekomendasi agar Presiden Jokowi menggandeng FIFA dalam pelaksanaannya.

"Kami merekomendasikan kepada Pak Presiden menggandeng FIFA untuk membekukan seluruh aktivitas PSSI. Jadi, bukan pertanyaan begini, `memang boleh pemerintah membekukan atau presiden membekukan?` Ini yang merekomendasikan Komnas HAM, satu institusi independen yang diakui oleh dunia dan FIFA juga tunduk pada instrumen hak asasi manusia," tutur dia.

Ia menambahkan, bila seandainya FIFA tidak bersedia membantu, maka federasi sepakbola dunia itu harus bertanggung jawab melalui mekanisme HAM. Di sisi lain, Anam juga meminta kepada PSSI agar aktivitasnya disetop sementara waktu.

"Sehingga, mereka punya kesempatan untuk melakukan sertifikasi terhadap mass commissioner, security officer, panitia pelaksana, maupun juga perangkat pertandingan lainnya," kata Anam.

2. Komnas HAM temukan Brimob dan Sabhara Polri tembakan 45 kali gas air mata ke penonton


Sementara, dalam jumpa pers kemarin, Komisioner Komnas HAM lainnya, Beka Ulung Hapsara mengatakan, polisi menembakan 45 kali gas air mata ke penonton pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan. Gas air mata itu ditembakan oleh personel Brimob dan Sabhara Polri.

"Dari pukul 22.08.59 WIB sampai 22.09.08 WIB, Brimob 11 kali menembakkan gas air mata (ke arah tribun)," ujar Beka di kantor Komnas HAM.

Beka menjelaskan, senjata yang digunakan untuk menembakkan gas air mata setiap tembakannya, bisa mengeluarkan 1-5 amunisi. "Pukul 22.11.09 WIB, gas air mata ditembakkan 24 kali, jumlah amunisi yang terlihat dalam video, 30 amunisi yang bersumber dari 10 tembakan," kata dia.

Beka mengatakan, dengan begitu total gas air mata yang ditembakkan sebanyak 45 kali. Jumlah tersebut dari 27 kali tembakan yang terlihat di video dan terdengar.

Beka mengatakan, sikap yang ditunjukkan oleh aparat keamanan ketika terjadi tragedi Kanjuruhan bertentangan dengan regulasi FIFA. Salah satunya dengan adanya pengerahan Brimob dan standar kerja pasukan huru-hara (PHH).

Ia pun turut memastikan bahwa gas air mata yang ditembakan di Stadion Kanjuruhan sudah kedaluwarsa sejak 2019 lalu. "Jadi, ini terkonfirmasi dari hasil laboratorium, bahwa gas air mata yang digunakan expired atau kedaluwarsa," ujarnya.

3. Tragedi Kanjuruhan dianggap bukan pelanggaran HAM berat


Lebih lanjut, Komnas HAM menyimpulkan bahwa tragedi Kanjuruhan bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Hal itu lantaran yang dilakukan oleh aparat keamanan tanpa komando dari pihak tertentu.

"Kami menggunakan kewenangan yang ada di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. Di situ ada definisi soal pelanggaran HAM. Kami menggunakan itu dan kenapa kemudian juga kami simpulkan ini bukan peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ucap Beka.

"Karena, kami tidak menemukan unsur-unsur yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, unsurnya yaitu sistematis atau meluas dan sistematik. Itu kemudian dilihat dari apakah struktur komando ada perintah secara jelas begitu, perencanaan dan lain sebagainya," sambungnya.

Komnas HAM menilai, tindakan yang dilakukan aparat di lapangan melakukan kekerasan sebagai respons cepat. Hal itu tidak masuk dalam perintah sistematis yang dilakukan oleh suatu instansi negara

Topik Menarik