Henry Yosodiningrat Yakin Teddy Minahasa Tak Mungkin Terjerat Narkoba?

Henry Yosodiningrat Yakin Teddy Minahasa Tak Mungkin Terjerat Narkoba?

Nasional | law-justice.co | Selasa, 18 Oktober 2022 - 12:40
share


Inilah sosok Henry Yosodiningrat, kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa, eks Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) yang terjerat kasus narkoba.


Henry Yosodiningrat yang masih menjabat Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Henry Yosodiningrat menyatakan diri siap membela Irjen Teddy Minahasa karena melihat sosoknya.


Menurut Henry Yosodiningrat, Irjen Teddy Minahasa taat beribadah dan apa yang dituduhkan tidak masuk akal.

Henry mengaku didatangi istri Irjen Teddy Minahasa saat sang jenderal ditempatkan di tempat khusus (patsus) di Provos Propam Polri.

Saat itu, kata Henry, istri Teddy juga menceritakan duduk persoalan.

Setelahnya, ia juga meminta untuk bertemu dan mendengar langsung dengan Teddy.

Ia lantas menilai bahwa perkara yang dituduhkan ke kliennya tidak masuk akal karena nilainya tak terlalu besar.

Terlebih, menurut dia, Teddy juga bersumpah ia tidak terlibat perkara terkait narkoba itu.

Tidak masuk akal saya begitu ya, ndak masuk akal. Ya lain halnya misalnya dia dituduh menerima suap dari proyek misalnya pembangunan Mapolda atau apa, masih mungkin, misalnya sampai 20 miliar atau berapa begitu ya. Ini sudah narkoba, nilainya cuma ratusan juta dan dia bersumpah dia tidak ada terima uang itu, ujar dia.

Lebih lanjut, pertimbangan Henry menerima Teddy sebagai kliennya karena ia sudah mengenal dan mengetahui keseharian kliennya sangat taat beribadah.

Ia juga menuturkan bahwa pertimbangan Henry juga diperkuat dengan analisa hukum, keyakinan, dan akal sehatnya untuk mengawal kasus tersebut.

Dan ditambah lagi sebagai seorang muslim, karena itu saya di dalam ajaran Islam itu, kalau dalam hal ragu masih ada keraguan, salat istikharah, itu minta petunjuk ketetapan hati. Dengan hasil istikharah itu saya berketetapan bahwa dia memang enggak salah, tambah dia.

Pendampingan hukum yang diberikan untuk Teddy, kata dia, tidak berdasarkan bayaran atau honorarium.

Ketua Umum DPP Granat itu juga menyatakan, jika memang ia menilai Teddy bersalah, tentu akan menjadi orang paling pertama untuk menghukumnya.

Kalau Teddy, masuk akal saya, dia melakukan itu, saya akan orang pertama paling depan bereaksi, kalau perlu hukum mati kan gitu, ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Teddy telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (15/10/2022) setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya pada Kamis (13/10/2022).

Ia dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan polisi, Irjen Teddy Minahasa menunjukkan dirinya mengetahui adanya penyisihan barang bukti (barbuk) 5 kilogram sabu dalam penangkapan pada 13 Mei 2022.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diterima Tribunnews.com, sebanyak 5 kg barang bukti sabu diganti dengan tawas.

Penyisihan barang bukti itu dilakukan oleh Kapolres Bukit Tinggi, AKBP Dody Prawiranegara.

"Adanya penyisihan barang bukti yang dilakukan oleh Kapolres Bukit Tinggi sebanyak 5 kg narkoba jenis sabu dalam penangkapan di tanggal 13 Mei 2022." demikian tertulis dalam hasil pemeriksaan seperti dikutip Tribunnews.com, Jumat (14/10/2022).

"Penyisihan BB (barang bukti) dimaksud dengan cara mengganti BB dengan 5 kg tawas," ucapnya.

Lalu, Teddy Minahasa mengenalkan Dody kepada seorang wanita bernama Linda untuk menjual barang bukti sabu itu.

Menurut gelar perkara, hal ini diketahui dari riwayat pesan Linda.

Selanjutnya, Dody menjual sabu itu ke Arief, rekan dari Linda.

"Bahwa ada penjualan sabu oleh AKBP Dody Prawiranegara kepada Sdri. Linda Pujiastuti melalui saudara Arief," demikian tertulis dalam hasil pemeriksaan.

Dody menjual sabu tersebut seharga 241 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 300 juta. Hasil uang penjualan itu pun lalu diterima oleh Teddy Minahasa.

Sosok Henry Yosodiningrat

Henry Yosodiningrat merupakan mantan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Lampung II periode 2014-2019.

Dikutip dari situs dpr.go.id, Henry Yosodiningrat lahir di Krui, Lampung Barat, pada tanggal 1 April tahun 1954.

Masa kanak-kanak dan SD dijalani Henry secara berpindah yakni sekolah rakyat di Krui, Pugungtampak, SD Negeri 1 Liwa dan di Metro.

Henry merupakan alumni SMA Yayasan 17 Agustus Yogyakarta.

Tahun 1976, Henry melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan meraih gelar sarjana hukum tahun 1981.

Henry ikut pula mendirikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menegakkan hak-hak politik Partai Demokrasi Indonesia yang diberangus rezim Orba.

Saat mendirikan lembaga GRANAT, Henry kerap memasukkan nilai perjuangan dalam dimensi lain.

Saat di bangku kuliah ia pernah menjadi Redaksi Kepala Majalah Keadilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Ayah Henry, Haji Abdul Muin Dulaimi bergelar Kapitan Dalom Mahkota Raja, generasi XIII dari Sai Batin Marga Pugung Penengahan.

Sang ayah adalah Pejuang dan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI. Ibunya, Hj. Hayarani gelar Batin Ayu berasal dari Pulau Pisang (Krui) juga Pejuang dan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI.

Sepak terjang Henry Yoso di bidang hukum menggelombang sejak 1980-an sampai sekarang.

Berbagai perkara besar ditangani dengan sukses. Henry memang amat identik dengan dunia hukum yang digelutinya berpuluh tahun.

Sebagai ahli hukum, tahun 2007 Henry menjadi narasumber pemerintah dalam penyusunan uji materi UU Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK) dan sebagai anggota Panitia Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Perubahan atas UU 22/1997 tentang Narkotik.

Pendapat Henry-lah yang akhirnya dipakai hakim MK untuk tetap memberlakukan hukuman mati.

Padahal, lawan debatnya adalah nama-nama besar di dunia hukum, dalam dan luar negeri, seperti Prof. Dr. J.E. Sahetapy, Dr. Todung Mulya Lubis, Racland Nassidiq dari Imparsial, dan Prof. Philips Alston dari New York University School of Law.

Gelar S2 Henry didapat dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Sejak 1978 Henry menekuni profesi sebagai Advokad/ Penasehat Hukum.

Dan gelar Doktor Ilmu Hukum juga didapat dari Universitas Trisakti.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bela Teddy Minahasa dalam Kasus Narkoba, Kuasa Hukum: Tak Masuk Akal, Cuma Ratusan Juta!

Topik Menarik