Mafia Tanah! Pensiunan Polisi, Kades, sampai Kasatpol PP Lamtim Jadi Tersangka
Perjuangan warga Desa Malang Sari, Tanjungsari, Lampung Selatan, mempertahankan tanahnya membuahkan hasil.
Penyidik Polda Lampung mengungkap dugaan penipuan dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) 10 hektare (ha) tanah.
Polisi juga menetapkan dan menahan lima orang tersangka dalam kasus itu.
Masing-masing, pensiunan polisi berpangkat AKP dengan inisial SJO (80), warga Kemiling, Bandarlampung.
Kedua, SYT (68), oknum kepala desa (kades) Gunungagung, Sekampungudik, Lampung Timur (Lamtim).
Ketiga, mantan Camat Sekampungudik, SHN (58), yang kini menjabat sebagai kepala Satpol PP Lamtim.
Keempat, RA (49) notaris yang juga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), warga Telukbetung Selatan, Bandarlampung.
Terakhir, FBM (44), juru ukur tanah di Kantor BPN Pesisir Barat yang sebelumnya bertugas di BPN Lampung Selatan.
Dirreskrimum Polda Lampung, Kombes Reynold Hutagalung, mengungkapkan hal itu dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Jumat (30/9/2022).
Kepada wartawan, ia membeberkan peran masing-masing tersangka.
SJO menjual tanah yang mengatasnamakan dirinya dan lima keponakannya kepada saksi AM.
SJO mendapat keuntungan Rp900 juta dari transaksi jual beli tanah yang dilakukan pada Juni 2020.
Ia dijerat Pa sal 263 ayat 1 dan atau 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 266 ayat 1 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, SYT m embuat surat palsu lokasi obyek tanah yang seolah diterbitkan tahun 2013.
"SJT diberikan imbalan Rp1 juta. Ia dibidik dengan Pasal 263 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," sebutnya.
Sedangkan, SHN menguatkan kepemilikan tanah SJO dengan menambahkan tanda tangan dan cap stempel pada tahun 2020.
Atas permintaan SJO, letak wilayah administrasi obyek tanah yang semula di Sekampung Udik dialihkan ke Malang Sari.
Dokumen ini kemudian digunakan saksi AM sebagai pendukung untuk proses penerbitan SHM.
SHN mengaku tidak diberikan apa-apa. Meski begitu, ia dijerat Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun RA membuatkan enam Akta Jual Beli (AJB) untuk SJO dan lima keponakannya selaku penjual.
Dalam pelaksanaan penandatanganan AJB, tidak semua pihak menghadap RA sehingga terdapat dua tanda tangan yang diduga dipalsukan.
RA mengaku dibayar Rp30 juta sehingga diterapkan Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Terakhir, FBM berperan mengukur tanah yang dimohonkan penerbitan SHM oleh saksi AM.
Namun, meski mengetahui tanah itu dikuasai secara fisik oleh 55 Kepala Keluarga (KK) sejak 1991, ia memilih tidak memberitahukan kepada AM.
"FBM diberi imbalan Rp2,5 juta oleh saksi AM dan dijerat Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," tandasnya.
Namun dokumen tersebut yang diduga palsu dibuatkan oleh SYT selaku Kepala Desa Gunung Agung, Kec. Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.
Setelah enam buku SHM tersebut diterbitkan, AM memberitahukan kepemilikannya pamong Desa Malang Sari dan memasang plang di atas tanah.
Berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan sporadik, masyarakat Malang Sari melapor kepada pihak kepolisian.
Adapun barang bukti yang diamankan adalah SHM No 00021 tahun 2020, warkah SHM No 00021 tahun 2020, dan SHM No 00022 tahun 2020.
Lalu, warkah SHM 00022 tahun 2020, SHM No 00023 tahun 2020, warkah SHM 00023 tahun 2020, dan SHM No 00024 tahun 2020.
Berikutnya, warkah SHM 00024 tahun 2020, SHM No 00025 tahun 2020, warkah SHM 00025 tahun 2020, dan SHM No 00026 tahun 2020.
Selanjutnya, warkah SHM 00026 tahun 2020 dan kuitansi pembayaran pembelian tanah sejumlah Rp900 juta. (*)









