Heboh Cerita Horor Mondok di Ponpes Gontor, Diduga Ada Hal Kejam ini

Heboh Cerita Horor Mondok di Ponpes Gontor, Diduga Ada Hal Kejam ini

Nasional | law-justice.co | Sabtu, 10 September 2022 - 12:40
share

Cerita yang dialami seorang mantan santri di Ponpes Gontor bisa jadi dialami banyak santri di Pondok Pesantren Gontor.


Kisah ini viral setelah munculnya kasus kematian seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (Ponpes Gontor) di Ponorogo, Jawa Timur.


Mantan santri Gontor lantas membongkar dugaan adanya tindak kekejaman di pondok tersebut.

Melalui akun media sosial dia mengungkap adanya dugaan kekerasan, yang ternyata menjadi makanan sehari-hari para santri.


Apa yang terjadi di pondok tersebut dibeberkan oleh akun Twitter @FadhilFirdausi dalam sebuah utas.


Sebelum menceritakan pengalamannya, dia meretweet satu akun yang mengunggah sebuah artikel soal alasan kenapa pihak pondok tidak membawa pelaku ke ranah hukum.


Dia mengatakan, saat mondok ada doktrin tentang hal tersebut. "Waktu mondok di sini semua santri didoktrin kayak gini, kata pengunggah yang mengatasnamakan Fadhil Firdausi.


"Sesuatu yang tidak membuatmu mati akan membuatmu semakin kuat," katanya.


Haha gila gak tuh batasnya mati. Dan sekarang pas udah ada yang mati tanggung jawabnya ga ada, bahkan ditutup tutupi," cuitnya.


Setelah itu dia menceritakan pengalamannya Ketika menjadi santri di sana. "Aku inget banget pas pertama kali nyampe di sana sebagai calon santri, langsung kerasa ketidakmanusiawiannya, katanya.


Dia merasa awalnya biasa-biasa, namun setelah itu langsung tidak betah. Itu masih calon santri, yang masih dikalem-kalemin," ujarnya.


Dia merasakan pengalaman disuruh lari sambil digiring oleh ustadz pengurus menggunakan motor. "Benar-benar kayak bebek digiring ke sawah," imbuhnya.


Di tahun pertama, awalnya dia merasa masih mendapat perlakuan yang biasa.


Dia juga bercerita biasa dihukum oleh pengurus rayon kelas 5. Saat itu lah dia merasa jika perlakuannya sudah sadis.


Satu waktu dia mengalami pada setiap malam ada kegiatan mahkamah. Di sana, orang-orang yang melanggar aturan pondok pada hari itu dihukum.


"Hukumannya ngapain? Disuruh masuk satu kamar, terus disuruh push up, sit up, kayang kuda-kuda macam-macam. Keluar pasti keringetan," jelasnya.


Cerita lain yang lebih parah adalah Ketika yang menghukum sedang bad mood (suasana hati yang buruk), katanya.


Santri bisa dipukul menggunakan tongkat besi, rantai, kabel tebal, dan lain sebagainya. Karena benda-benda itu aku sering banget ga bisa jalan. Selalu biru-biru kakiku," akunya.


Saat masuk evaluasi setiap hari Jumat untuk anak baru dimasukan ke satu ruangan gedung asrama. Disuruh desak-desakan. Lalu dievaluasi kesalahan-kesalahan selama satu minggu.


"Yang kena masalah ya disuruh maju, terus dihajar. Yep, dihajar beneran," jelasnya.

Hukuman itu berupa ditendang sampai menabrak lemari, dipukul sampai jatuh, ditampar, hingga dipukul pakai segala macam yang ada di ruangan. Dan itu semua tidak boleh dilawan, pasrah terima adanya.


"Emang sih mereka diajarin buat ga mukul di organ vital. Tapi tetap aja yang namanya dipukul ya sakit," katanya.


Ia mengungkapkan, yang sering kejadian adalah salah mukul atau tendang dan kena ulu hati. Kalau sudah seperti ini, yang kena bakal sesak nafas. Dan cara menyembuhkannya dengan disuruh kayang.


Pada tahun kedua, lanjut dia, pengurus asrama sudah lepas tangan. Jika terkena masalah sama kelas 6 harus diurus sendiri.


"Ini lebih sadis soalnya kelas 6 punya ruangan sendiri sendiri dan bisa seenak jidatnya di ruangan mereka. Meskipun jenis hukumannya sama, cuma lebih parah aja caranya," ujarnya.


Ia mengaku pernah mendapat hukuman yang tak wajar saat menjabat sebagai sekretaris.


"Pernah jam 12 malam disuruh ke rooftop karena saat itu aku belum menyelesaikan laporan pertanggung jawaban (lpj) kegiatan," tulisnya.


Di sana ia dihajar habis-habisan. Mulai menggunakan tongkat pramuka, rantai kecil, rantai besar, kabel segala ukuran, hingga kawat.


Ia pun mengaku sempat tidak bisa berjalan karena perlakuan tersebut.


Selain itu, santri di sana juga sering mendapat hukuman harian seperti disuruh pushup di lapangan yang panas, lari tanpa alas kaki, squat jump, guling-guling, dan masih banyak yang lainnya. Itu terjadi bila berurusan dengan anak kelas 6.


"ada kejadian anak disuruh squat jump ratusan kali terus gegara itu dia lumpuh," ujarnya.


Masih ada banyak perlakuan yang tidak manusiawi yang ia ceritakan. Menurutnya, tamparan, pukulan, tendangan sudah menjadi makanan sehari-hari para santri.


Ia pun mengungkapkan alasan kenapa ia keluar dari pondok.


Bukan perkara kekerasan, namun ia keluar karena tidak sependapat dengan prinsip-prinsip dari pondok.


"jadi meskipun udah biasa dengan kekerasan itu ya aku tetap menolak itu untuk dibenarkan," ujarnya.


Selain itu juga ada doktrin jika kehidupan di luar pondok sudah kacau balau. Para santri pun diminta untuk bersyukur karena berada di dalam pondok.

Topik Menarik