Strategi Vivo Jual Murah saat Harga BBM Naik Dipuji Dahlan Iskan

Strategi Vivo Jual Murah saat Harga BBM Naik Dipuji Dahlan Iskan

Nasional | law-justice.co | Senin, 5 September 2022 - 12:26
share

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ikut berkomentar terkait fenomena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina. Ia juga membaca kondisi bahwa kompetitor Pertamina yang bisa menjual harga BBM lebih murah dari yang disubsidi.


Saat harga Pertalite subsidi naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000, justru masyarakat beralih ke BBM murah kompetitor Pertamina, yaitu Vivo.

"Rupanya ada satu pompa bensin yang peka terhadap isu hemat. Di saat Pertamina menaikkan harga BBM di stasiunnya, stasiun bensin satu ini justru menurunkannya: SPBU Vivo," ujar Dahlan dikutip dalam tulisannya di Disway.id, dikutip dikutip Senin (5/9/2022)

SPBU Vivo merupakan milik perusahaan asal Swiss yang bekerja sama dengan perusahaan Inggris. SPBU Vivo dikelola PT Vivo Energi Indonesia, anak usaha Vitol Group yang berbasis di Swiss.

"Dua tahun lalu Vivo sudah bikin kejutan yang sama. Ketika terjadi kenaikan harga BBM, kala itu, Vivo menurunkannya. Setelah itu Vivo justru tutup. Pemerintah menganggap Vivo masih ilegal. Belum melengkapi izin-izinnya," papar Dahlan.

Setelah itu, Dahlan melanjutkan, Vivo buka lagi di Indonesia. Kini, vivo bikin kejutan bahwa harga produk dengan Ron 89 yaitu Revvo 89 diturunkan menjadi Rp 8.900 per liter. Sedangkan, Pertalite produk Pertamina naik ke level Rp 10.000 per liter.

"Heboh. Bagaimana bisa. Rupanya induk perusahaan Vivo memang punya strategi khusus. Yakni menyasar konsumen miskin. Lihatlah fokus operasi Vivo di dunia: Vivo menguasai pompa bensin di seluruh negara Afrika. Vivo punya 2.400 lebih pompa bensin di 23 negara di Afrika," katanya.

BBM Tidak Subsidi Kok Lebih Murah dari Subsidi?


Dahlan menilai, ada juga beberapa pandangan yang menghubungkan fenomena ini dengan sumber bahan baku mereka. Karena induk perusahaan ini sudah sangat global. Jaringannya di seluruh dunia. Pabrik penyulingannya ada di mana-mana termasuk di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

"Bisa saja induk Vivo punya anak perusahaan yang lincah: bisa membeli bahan baku dari Iran atau Rusia. Yang anda pun sudah tahu: harganya jauh lebih murah," katanya.

Pemerintah, lanjut Dahlan, bisa saja diuntungkan karena rakyat punya banyak pilihan.

"Tapi bisa juga pemerintah merasa terpojok. bagaimana mungkin yang tidak disubsidi bisa lebih murah yang disubsidi," tutur Dahlan.

Topik Menarik