Di Sini Cabul di Sana Cabul

Di Sini Cabul di Sana Cabul

Nasional | jawapos | Minggu, 7 Agustus 2022 - 15:36
share

BEBERAPA minggu belakangan media online juga media cetak banyak diwarnai berita pencabulan, pemerkosaan, perselingkuhan, dan sejenisnya. Tempat kejadian perkara (TKP) peristiwanya tersebar mulai Banyuwangi, Batu, Jombang, Bandung, Tangerang, Jakarta, hingga beberapa tempat di luar Jawa. Sebaran kabar kejadian itu seolah merupakan euforia pascapandemi Covid-19.

Beberapa faktor pendorong perilaku cabul, antara lain, pendidikan, lingkungan tempat tinggal, pengaruh minuman keras, dan kejiwaan.

Tapi, dalam beberapa kasus, faktor rendahnya pendidikan harus dikesampingkan. Sebab, pelaku pencabulan adalah seorang pendidik, pengurus tempat ibadah, bahkan kepala sekolah yang tentu tidak berpendidikan rendah. Pencabulan juga dilakukan oleh pribadi yang dalam forum resmi sering dipanggil Yang Terhormat.

Pencabulan adalah tindakan tak senonoh yang menjurus pada perbuatan seksual untuk memuaskan diri di luar ikatan pernikahan. Perbuatan itu kadang nekat dilakukan di tempat-tempat umum. Misalnya, ndusel, menyentuhkan alat vitalnya pada lawan jenis di kereta. Atau tangannya bergerilya, meraba-raba bagian sensitif penumpang perempuan.

Bagi orang dengan status sosial lebih tinggi, keinginan cabul itu kadang dilakukan di tempat kerja atau tempat lain yang lebih pribadi. Intinya, perilaku cabul itu bisa dilakukan semua orang dengan tingkat pendidikan beragam. Termasuk yang berpendidikan tinggi.

Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPAI) Putu Elvina mengatakan bahwa anak merupakan target pencabulan paling rentan. Sebab, anak paling mudah dikibuli dengan iming-iming hadiah atau diintimidasi dengan ancaman. Anak juga cenderung tidak bisa melawan.

Faktor lingkungan mungkin masih relevan sebagai pendorong perilaku cabul. Tapi, di era melubernya arus informasi seperti saat ini, lingkungan tak terbatas pada tempat tinggal. Sebab, antarpribadi bisa melakukan interaksi dengan siapa saja, di mana saja, meski tak pernah kenal sekalipun. Lingkungan sekarang ini sudah menjadi global.

Perlu ditambahkan pula, perilaku masyarakat juga bisa menjadi faktor pendorong perbuatan cabul. Barangkali terjebak pada slogan keterbukaan, saat ini tak sedikit pesohor yang tak malu-malu mengungkap cerita saru (tak senonoh). Yakni, hubungan intimnya dengan pasangannya di ranjang. Pesohor yang juga ibu dua orang putra itu mengumbar cerita bercocok tanam dengan pasangan barunya. Mulai kejantanannya, posisinya, gayanya, rondenya, durasinya, bahkan sampai kiat-kiatnya.

Pesohor lain juga sesumbar mampu melakukan duel delapan ronde dalam satu malam. Ada juga yang dengan bangga mengaku pernah menaklukkan puluhan wanita sampai termehek-mehek kelelahan.

Rupanya banyak yang membaca berita-berita jenis itu sehingga media tersebut mampu meraup ribuan klik di situsnya. Larisnya berita itu merupakan kesempatan bagi produsen obat kuat untuk melakukan promosi. Maka, muncullah berbagai pariwara obat kuat yang provokatif dilengkapi beberapa testimoni vulgar dari pemakainya.

Apakah berita saru seperti itu mampu mendorong seseorang berbuat cabul, tentu masih perlu penelitian lebih dalam. Hanya, keberanian pesohor atau siapa saja dalam mengungkap ritual pribadinya ke publik membuat sebagian masyarakat berubah penilaian. Sesuatu yang dulu hanya terbatas di dalam kamar pribadi kini beredar di ruangan terbuka. Sesuatu yang dulu tabu dan hanya diceritakan dengan bisik-bisik bersembunyi kini sudah dianggap biasa, wajar, seperti berita pernikahan atau perceraian artis.

Tabu lain yang kini dianggap biasa adalah perselingkuhan. Konten-konten di berbagai platform digital sering kali menebar konten saru itu. Termasuk pengakuan pesohor yang pernah berhubungan dengan siapa saja. Siapa yang paling joosss dan lain-lain.

Karena dianggap biasa, ABG yang keingintahuannya sangat tinggi mulai nekat. Langkah awalnya mencoba menggoda temannya selanjutnya bisa berakhir baik, tapi kadang juga kebablasan

Kasus yang terjadi di Lampung pada 16 Juni 2022 bisa jadi pelajaran. ABG diperkosa pacar yang baru dikenalnya sebulan dan teman-teman pacarnya (Kompas TV). Ada juga, hanya demi konten, gadis ABG rela direkam waktu buang air kecil. Duh Emak-emak juga tak sungkan mengenakan baju seksi transparan ketika hadir ke kondangan. Rasa malu sudah terdegradasi.

Pemuda tanggung (berondong) mencoba menggoda bini orang. Duda keren (duren) berlagak seperti ABG, menggoda gadis. Sedangkan suami yang punya jabatan menengah sehingga berpenghasilan sedikit lebih, mulai melirik rumput yang lebih hijau.

Fenomena itu seakan berlangsung secara sistematis. Sikap tidak malu-malu mengumbar cerita saru, penyebarannya, sampai kejadian yang mengundang pilu.

Adakah yang sadar bahwa semua itu merupakan upaya kelompok aliran seks bebas yang ingin mengubah norma dunia? Ah, semoga ini hanya imajinasi yang berlebihan. Wallahu alam.

Yang jelas, hal itu membuat orang tua berpikir lebih keras dalam mendidik putra-putrinya. Institusi pendidikan tidak sepenuhnya aman dan sebagian besar masyarakat sudah terjangkit sindrom gadget yang mengandung banyak konten provokasi buka aurat. Karena itu, pendidikan dalam keluarga harus menjadi prioritas dan lebih intens. (*)

*) Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos 20072008

Topik Menarik