Betawi Gudangnya Ulama Sejak Abad 19, Berguru kepada Para Habib

Betawi Gudangnya Ulama Sejak Abad 19, Berguru kepada Para Habib

Nasional | republika | Kamis, 21 Juli 2022 - 09:12
share

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Intelektualitas Islam yang bersinar di masyarakat Betawi bermula pada abad ke-19 dengan tokoh-tokoh Guru Safiyan atau Guru Cit, pelanjut kakeknya yang mendirikan Langgar Tinggi di Pecenongan, Jakarta Pusat. Pada pertengahan abad ke-19 hingga abad ke-20 terdapat sejumlah sentra intelektual Islam di Betawi. Seperti sentra Pekojan, Jakarta Barat, yang banyak menghasilkan intelektual Islam.

Sejarawan sekaligus budayawan Betawi, Ridwan Saidi menyebut, di Pekojan itu lahir Syekh Junaid Al-Batawi yang kemudian menjadi mukimin di Mekkah. Di sini juga lahir Habib Usman Bin Yahya, yang mengarang puluhan kitab dan pernah menjadi mufti Betawi.

Sementara Sentra Mester (Jatinegara) punya Guru Mujitaba, yang mempunyai istri di Bukit Duri. Karena itulah ia secara teratur pulang ke Betawi.

Guru Mujitaba selalu membawa kitab-kitab terbitan Timur Tengah bila ke Betawi. Beliau punya hubungan dengan Guru Marzuki Cipinang, yang melahirkan sejumlah ulama terkemuka, seperti KH Nur Ali, KH Abdullah Syafii, dan KH Tohir Rohili.

Di sentra Tanah Abang ada barisan umat Islam yang dipimpin Al-Misri. Salah seorang cucu Al Misri adalah Habib Usman, yang mendirikan percetakan 1900.


alt

Sebelumnya, Habib Usman hanya menempelkan lembar demi lembar tulisannya pada dinding Masjid Petamburan. Lembaran itu setiap hari digantinya sehingga selesai sebuah karangan. Jamaah membacanya secara bergiliran di masjid tersebut sambil berdiri.

Lahir di Pekojan pada tahun 1882, Habib Usman Bin Yahya merupakan penulis sangat produktif. Tidak kurang dari 47 kitab karangannya, sebagian besar disimpan di Arsip Nasional. Dia kemudian pindah ke Jatipetamburan, Tanah Abang. Sebelum memiliki percetakan, karangan-karangannya dengan tulisan tangan ditempelkan di Masjid Jatipetamburan. Jamaah harus mengantre untuk membacanya.

Ulama ini makin produktif menulis setelah memiliki percetakan. Tapi, karangannya harus lebih dulu diserahkan kepada pemerintah kolonial sebelum dicetak. Sebelum wafat, Habib Usman berpesan agar di makamnya tidak dibuat kubah. Dia juga menolak diadakan haul untuk memperingati kematiannya.

Di antara murid Habib Usman adalah Habib Ali Alhabsji (1870-1966), ulama kelahiran Kwitang, Jakarta Pusat. Ayahnya, Habib Abdurahman, adalah sepupu pelukis kenamaan Raden Saleh Syarif Bustaman.

Ada beberapa ulama Betawi terkenal yang menjadi murid Habib Ali, seperti KH Abdullah Syafii, KH Tohir Rohili, dan KH Syafei Al-Hazami. Dia, pada tahun 1911, mendirikan madrasah Unwanul Falah di Kwitang (di samping Masjid Al-Riyad).

> Sejarah Sumpit yang Diharamkan Dipakai Umat Islam untuk Makan

>Tak Perlu Pakai Pawang, Begini Cara Muhammadiyah Cegah Hujan

> Pawang Hujan Mandalika, Ustadz Khalid Basalamah: Pawang Hujan Itu Dukun, Haram Hukumnya dalam Islam

> Humor Gus Dur: Gara-Gara Dikirimi PSK, Gus Dur Terpaksa Tidur di Sofa

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Topik Menarik