Modernisasi Pertanian dan Kerusakan Alam

Modernisasi Pertanian dan Kerusakan Alam

Nasional | republika | Jum'at, 1 Juli 2022 - 13:50
share

Oleh

Mahyeldi

Gubernur Sumatera Barat

Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan. (Qur\'an, Al-Baqarah, ayat 205).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Di dalam surat Al-Baqarah, ayat 205 di atas mengungkapkan bahwa ada sekelompok anak manusia yang suka membuat kerusakan. Kerusakan itu disimbolkan dengan merusak tanaman dan ternak. Dan ditegaskan Allah SWT tidak menyukai orang orang yang membuat kerusakan.

Kalam Allah SWT itu tentu menjadi warning bagi kita semua bahwa jangan sekali -kali membuat kerusakan di muka bumi. Dan yang menarik, simbol dipakai membuat kerusakan itu adalah dengan merusak tanaman dan ternak. Semua orang tahu bahwa tanaman dan ternak adalah dua sumber utama makanan utama manusia. Dan kita semua juga paham, aktivitas mengelola tanaman dan beternak disebut dengan pertanian.

Dengan menyebut tanaman dan ternak, kita menangkap bahwa larangan tindakan merusak, utamanya tentu ditujukan dalam aktivitas pertanian. aktivitas utama dalam sejarah kehidupan manusia. Kisah Habil dan Qobil, anak Nabi Adam, kisah pembunuhan pertama di dunia berlatang belakangan kehidupan pertanian.

Sementara dalam bahasa simbol, larangan merusak sesungguhnya juga ditujukan dalam seluruh aspek kehidupan. Selain dilarang merusak tanaman dan ternak, dalam bahasa simbol itu, kita juga dilarang merusak alam dengan mengeskploitasi secara berlebihan apa yang terkandung di dalam bumi. Bahkan, kita juga tidak boleh merusak sistem sosial yang ada di tengah masyarakat.

Allah SWT sesungguhnya telah menciptakan alam ini dengan seimbang. Dan kita pun dilarang mengganggu keseimbangan alam tersebut. Ini pula yang dingatkan Allah SWT dalam surat Ar-Rahman, surat ke-56 dalam Al-Qur\'an, khususnya pada ayat ketujuh sampai kesembilan.

Lalu bagaimana kita memaknai peringatan yang Maha Kuasa itu dalam kondisi sekarang, khususnya hubungan modernisasi dengan pembangunan pertanian. Mengapa pula kita membahas masalah modernisasi ini dan kaitan dengan pembangunan pertanian? Kedua persoalan menarik untuk kita telisik dan ini menjadi ruh kegiatan pembangunan pertanian di Sumatera Barat.

Modernisasi menurut pakar diartikan sebagai sebuah perubahan mendasar cara-cara berkehidupan masyarakat dari cara tradisional ke cara modern. Cara modern diwujudkan dengan cara yang berbasiskan pengetahuan dan penggunaan teknologi dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam model bertani. Penggunaan benih unggul, pupuk yang tepat, alat-alat mekanisasi pertanian, bahkan pemanfaatan teknologi digital seperti yang banyak dilakukan pada masa sekarang adalah contoh modernisasi pertanian.

Di satu sisi, modernisasi pembangunan pertanian dianggap jawaban mengatasi persoalan dalam sektor pertanian, baik masalah biaya produksi, produktivitas, maupun kemiskinan di kalangan petani.

Dengan modernisasi, usaha tani dinilai menjadi lebih efisien. Pemborosan biaya dalam faktor-faktor produksi bisa ditekan seminimal mungkin. Demikian juga hal dengan produksi, modernisasi pertanian akan meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Pada akhirnya, dengan biaya usaha yang lebih sedikit, produksi yang lebih banyak, pendapatan petani akan bertambah dan kemiskinan petani bisa teratasi. Itu logika sederhana modernisasi pertanian.

Namun, benarkah hasilnya demikian? Faktanya hari ini, meski modernisasi pertanian telah diterapkan di Sumatera Barat, hasilnya belum seindah yang digambarkan logika modernisasi pertanian tersebut. Secara produksi, produktivitas hasil pertanian memang dapat ditingkatkan, tapi pertambahan produktivitas tidak selalu berhubungan positif dengan peningkatan pendapatan petani.

Petani masih tergolong kelompok yang penduduk miskin terbesar. Data BPS tahun 2022 mengambarkan kemiskinan di pedesaan masih lebih tinggi dibanding perkotaan. Dari data BPS tersebut, tentu yang miskin itu kebanyakan berasal dari kalangan petani. Tidak hanya belum berkorelasi positif mengatasi kemiskinan, penerapan modernisasi pertanian terkadang juga berdampak terhadap lingkungan dan sistem sosial masyarakat.

Penerapan pemakaian pupuk dan pestisida kimia misalnya, ternyata telah merusak ekosistem pertanian seperti pendangkalan lapisan humus tanah, mematikan organisme tertentu yang dibutuhkan dalam pertanian.

Sementara, secara sosial, modernisasi pertanian juga berdampak terhadap struktur sosial masyarakat yang terkadang juga memberikan nilai ekonomi terhadap masyarakat. Pemakaian combine harsvester, alat panen padi yang mulai dari pemotongan sampai pada pengarungan dilakukan dalam satu alat panen pasti akan menghilangkan tenaga kerja di pertanian. Padahal, sektor pertanian sampai masih sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar.

Demikian juga halnya jika dalam satu kawasan pertanian padi didirikan penggilingan padi berskala besar. Tentu hal ini akan mematikan huller atau penggilingan padi berskala kecil yang sudah tumbuh berkembang lebih dulu di kawasan tersebut.

Jika dianalisis lebih detail, dalam sistem sosial dan ekonomi dari aktivitas pertanian, banyak pihak yang menggantungkan hidupnya. Namun, modernisasi pertanian terkadang justru mematikan sumber-sumber penghidupan itu. Sebagai contoh, ketika ada panen padi dengan sistem biasa dilakukan petani hari ini, disitu hidup para pekerja sebagai tukang panen. Di sana ada orang -orang yang mencari sisa panen yang tidak terbawa si pemilik. Bahkan setelah panen, muncul peternak itik yang mengembalakan itik di areal sawah. Itu semua adalah ekosistem ekonomi dan sosial yang tumbuh bertahun-tahun.

Parahnya, modernisasi pertanian juga ditumpangi oleh ideologi liberalisasi. Dalam konteks liberalisasi peran negara diupayakan seminimal mungkin. Segala sesuatu diserahkan pada mekanisme pasar. Semuanya berdasarkan hukum permintaan dan penawaran. Hukum besi pasar ini yang kemudian diharapkan bekerja mengatasi permasalahan petani, terutama mengatasi kemiskinan petani.

Padahal, hukum pasar jelas tidak mungkin menyejahterakan petani. Dalam hukum pasar itu, sudah pasti yang menang pemilik modal dan pemilik sumber daya yang paling banyak. Kelemahan petani justru dalam hal modal dan sumber daya itu. Dalam konteks ini negara hadir berpihak menutupi kelemahan petani.

Karena itu ke depan, kebijakan pembangunan pertanian yang ditempuh pemerintah Sumatera Barat terkait dengan modernisasi pertanian adalah berhati-hati dalam menerapkan modernisasi pertanian tersebut. Kehati-hatian menyangkut soal teknologi yang akan diterapkan. Prinsipnya, teknologi yang dipakai seminimalnya menghilangkan tenaga kerja, ramah lingkungan, mengoptimalkan pemakaian sumber daya yang ada pada lingkungan petani dan tidak merusak sistem dan kearifan sosial yang ada dan tumbuh di tengah masyarakat.

Karenanya juga, analisa situasi dan sosial masyarakat tempat penerapan teknologi penting dilakukan. Teknologi yang dipakai adalah teknologi yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat.

Kita paham bahwa penerapan teknologi sebagai wujud dari modernisasi pertanian tidak bisa dihindari. Modernisasi pertanian bukan pula barang yang haram dipergunakan. Bahkan, sebagai makhluk yang diberikan akal kecerdasan, kita wajib menggunakannya untuk menyelesaikan setiap persoalan, tak terkecuali di sektor pertanian.

Yang dihindari adalah kita termasuk golongan orang-orang yang tidak disukai Allah SWT karena merusak tanaman dan ternak seperti yang diingatkan-Nya melalui Al-Qur\'an dalam surat Al-Baqarah ayat 205 sebagaimana yang ditulis dalam awal tulisan ini. Dan yang terpenting semua upaya penerapan teknologi sebagai wujud modernisasi pertanian dapat mewujudkan kesejahteraan petani di Sumatera Barat.

Topik Menarik