ODGJ Kulonprogo Tertinggi di DIJ

ODGJ Kulonprogo Tertinggi di DIJ

Nasional | radarjogja | Kamis, 30 Juni 2022 - 11:00
share

RADAR JOGJA Kabupaten Kulonprogo menjadi daerah dengan jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tertinggi di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Bahkan, DIJ menduduki tingkat tertinggi secara nasional. Penyebab gangguan jiwa tidak hanya dari faktor genetik, namun juga akibat perubahan lingkungan sosial.
Penegasan itu disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kulonprogo Jazil Ambar Wasan dalam Workshop Implementasi Peraturan Bupati (Perbup) Kulonprogo Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Pengendalian Kesehatan Jiwa Kulonprogo yang diselenggarakan Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PRY) di Kalurahan Karangsari, Kapanewon Pengasih, kemarin (29/6).
Contoh perubahan lingkungan sosial di Kulonprogo yakni di Kapanewon Temon. Kehadiran Yogyakarta International Airport (YIA) di kapanewon tersebut dinilai sangat berpotensi menambah jumlah penderita gangguan jiwa Kulonprogo. Banyak warga yang tidak siap menghadapi pertumbuhan dan perubahan ekosistem sosial di sana. Banyak warga yang merasa tertekan dan tersingkir dengan pertumbuhan wilayah yang begitu masif, mereka seperti pribumi yang tersingkir dari pembangunan. Mereka terpaksa harus mengubah mata pencaharian sebagai petani di sawah dan ladang, untuk bekerja di sektor lain tanpa bekal kemampuan yang memadai. YIA telah mengundang banyak pendatang, warga setempat seperti merasa tersingkir dan tertekan di daerahnya sendiri, ucapnya.
Dijelaskan, jumlah penderita gangguan jiwanya di Kapanewon Temon termasuk cukup tinggi. Kendati pendampingan sudah dilakukan di wilayah tersebut, meskipun rata-rata warga terdampak bandara telah mendapatkan ganti untung pengadaan lahan. Berdasarkan Dinas Kesehatan Kulonprogo, jumlah ODGJ Kulonprogo tahun 2020 mencapai 1.725 orang. Tertinggi di DIJ!
Pemkab Kulonprogo tidak habis cara untuk mengurai dan mengatasi hal tersebut. Salah satunya melalui pendampingan, bekerjasama dengan Pusat Rehabilitasi Yakkum (PRY) yang sudah berjalan selama lima tahun terakhir. Namun upaya tersebut dinilai masih belum cukup. Persoalan gangguan jiwa ini harus dikeroyok semua stakeholder, semua harus mengambil peran sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.Pemerintah desa jika memungkinkan juga harus ikut memikirkan atau mengalokasikan anggaran pertemuan (sosialisasi tentang kesehatan jiwa di masyarakat, Red). Terlebih setiap kasus ODGJ akan menyorot lingkungan terdekat pasien, baik mulai keluarga, tetangga tempat mereka mengidap gangguan jiwa. Lingkungan tentu paling tahu. Nah keluarga atau tetangga harus peduli. Jangan malah jika ada kasus disembunyikan, penderita diasingkan, jelasnya.
Manajer Proyek Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat, PRY Jogjakarta Siswaningtyas membenarkan, pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa harus dilakukan secara komprehensif. Deteksi dini penting agar penanganan bisa dilakukan sesegera mungkin. Layanan medis dan rehabilitasi penting. Itu juga yang ditekankan di RAD. Namun yang justru paling penting yakni memupus stigma negatif di masyarakat. ODGJ itu bisa sehat kembali melalui pendekatan sosial. Jadi tidak melulu hanya dengan pengobatan, dukungan orang-orang terdekat justru paling mujarab, katanya.
Ditambahkan, setelah dilakukan kurasi, layanan primer di Kulonprogo untuk penderita gangguan jiwa memang masih sangat minim. Salah satunya ketersediaan psikolog adalah di Puskesmas. Upaya meningkatkan pemahaman masyarakat, agar muncul kepedulian terhadap penderita ODGJ yang ada di sekitar mereka juga menjadi kunci. Kami konsisten untuk melakukan advokasi kebijakan, semua stakeholder juga harus menjalankan peran. Kebijakan strategis dan terpadu harus lahir. RAD ini buktinya, semua akhirnya harus berperan serta membantu Pemkab Kulonprogo untuk mengurangi jumlah ODGJ di Kulonprogo, katanya. (tom/din)

Topik Menarik