AS Terancam Resesi, Saatnya Semua Berhemat

AS Terancam Resesi, Saatnya Semua Berhemat

Nasional | jawapos | Selasa, 28 Juni 2022 - 16:20
share

KONDISI ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Salah satu kondisi yang kini paling diwaspadai adalah ramalan resesi di Amerika Serikat (AS). Bahkan, Menkeu Sri Mulyani Indrawati sudah menyebut resesi AS bukan lagi wacana, melainkan akan terjadi lebih cepat, bisa 2022 atau 2023.

Lantas, apa korelasi resesi AS dan dampaknya bagi Indonesia? Indonesia sebagai negara emerging market tentu akan mengalami implikasi yang tidak ringan. Jangankan resesi, Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) baru menaikkan suku bunga saja, nilai tukar rupiah kita masih tren terdepresiasi. Ini adalah gambaran dari nilai tukar yang tentu tidak mudah.

Dari sisi perdagangan, ada juga dampaknya. AS dan Tiongkok adalah dua negara mitra dagang utama kita. Tujuan ekspor kita besar ke dua negara itu. Kalau mereka mengalami resesi, meski ada kenaikan harga komoditas saat ini, tetap saja permintaannya menurun. Kalau permintaan dari mereka turun, penerimaan ke APBN kita akan terganggu.

Saat harga komoditas naik seperti saat ini, APBN kan surplus juga karena windfall harga komoditas. Nah, saat AS resesi tentu kan ekonominya lesu, maka permintaannya turun. Padahal, jualan RI ini kan komoditas. Maka, tentu stabilitas penerimaan APBN akan terganggu.

Pertumbuhan ekonomi sudah pasti akan terdampak. Memang harapannya, ekonomi RI masih bisa tumbuh 5 persen, tapi kan tone-nya sudah beda, beberapa kali Bu Menkeu juga sudah menyebut angka 4,8 persen.

Menurut saya, ada bagusnya Bu Menkeu menyampaikan kewaspadaan terhadap ekonomi global ini di awal seperti saat ini. Artinya, ini sinyal untuk para stakeholder bahwa di depan ini sudah ada tantangan yang harus diantisipasi dengan baik. Ini early warning agar semuanya bisa berhati-hati.

Dengan kondisi tersebut, apa yang harus dilakukan masyarakat? Kondisi saat ini mirip dengan awal-awal pandemi saat belum ditemukan. Apa yang harus dilakukan? Ya, masyarakat harus berhemat.

Berhemat ini dalam konteks agar kita mulai mengendalikan konsumsi. Memang risikonya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tapi ya hal itu adalah konsekuensi situasi yang tidak pasti di depan kita saat ini.

Di level rumah tangga maupun swasta, upaya berjaga-jaga dengan dana darurat itu harus dilakukan. Sebetulnya pemulihan ekonomi di RI terbilang cukup kuat, tapi bagaimanapun masih banyak sektor yang saat ini dalam fase baru mau pulih. Pada saat yang sama, sudah ada tantangan baru.

Aspek kehati-hatian dalam investasi dan konsumsi harus dipikirkan. Level rumah tangga bisa menyiapkan tabungan untuk mengurangi risiko-risiko ke depan. Nanti risiko bukan lagi soal kesehatan seperti di awal pandemi. Melainkan akan lebih menitikberatkan pada lonjakan harga pangan atau harga energi. Sampai saat ini, kita juga belum tahu harga minyak dunia akan berhenti di level berapa.

*) EKO LISTIYANTO , Wakil Direktur Indonesia for Development of Economics Finance (Indef)

**) Disarikan dari hasil wawancara wartawan Jawa Pos Dinda Juwita

Topik Menarik