Dendam Politik Widura

Dendam Politik Widura

Nasional | rm.id | Senin, 27 Juni 2022 - 06:10
share

Dinamika politik Tanah Air mulai menggeliat beberapa pekan terakhir ini. Namun sangat disayangkan, manuver elite politik tersebut masih sebatas basa-basi politik. Tidak ada pertukaran ide-ide cerdas dalam mempersiapkan pemimpin masa depan. Di sisi lain, rakyat tidak dilibatkan dari awal untuk menentukan calon pemimpinnya. Padahal, tantangan seorang pemimpin sangat kompleks. Hal ini dipicu oleh ketidakpastian global sebagai dampak perang Rusia dan Ukraina. Isu-isu lain seperti terganggunya supply chain , energi, masalah kesehatan, dan perubahan iklim merupakan masalah yang harus segera ditangani.

Belajar dari Amerika sebagai negara pionir demokrasi, jalan panjang calon presiden harus mempersiapkan diri selama kurang lebih dua tahun sebelum menuju Gedung Putih. Seorang calon presiden mendaftar dan mengikuti tahapan Electoral College. Selain itu, rakyat dilibatkan dari awal dengan mengikuti konvensi di setiap negara bagian. Lalu dilanjutkan dengan konvensi nasional untuk memilih satu calon dari Partai Republik dan Partai Demokrat. Jadi rakyat tahu program apa yang ditawarkan masing-masing calon pemimpinnya.

Deso Mowo Coro Negoro Mowo Toto, Mo. Kalau di sini calon pemimpin justru diumpetin, celetuk Petruk, sok tahu. Romo Semar kurang bersemangat untuk nimbrung urusan politik. Semar sedang galau dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok jelang Hari Raya Idul Adha. Merebaknya penyakit PMK membuat waswas para pedagang hewan kurban.

Seperti biasa, kopi pahit dan pisang rebus selalu setia menemani sarapan pagi Romo Semar. Namun pagi ini agak istimewa dari biasanya. Satu rantang bakso ikut tersaji di meja makan. Rupanya bakso tersebut kiriman dari tetangga sebelah. Kepulan asap rokok klobot membawanya ke zaman Mahabarata. Ketika dendam politik antara Sengkuni dan Yamawidura tidak terselesaikan sampai perang Baratayuda.

Kocap kacarito, perseteruan antara Yamawidura dan Sengkuni berawal dari peristiwa Bale Gala-Gala. Tujuan utama dari Bale Gala-Gala adalah penyerahan tahta kerajaan Hastina dari Destarastra kepada para Pandawa. Karena satria Pandawa sudah dianggap dewasa dan berhak kembali atas tahta kerajaan yang dititipkan Prabu Pandu kepada dirinya. Namun Sengkuni berusaha menggagalkan penyerahan kekuasaan tersebut dengan membakar tempat acara berlangsung.

Rupanya, Patih Sengkuni tidak legowo para Pandawa menerima kembali kerajaan Hastina. Sengkuni bersikukuh kalau yang berhak atas kerajaan Hastina adalah para Kurawa yang tidak lain keponakannya sendiri. Sedangkan Yamawidura sebagai adik bontot Destarastra cenderung lebih dekat kepada Pandawa. Dalam peristiwa tersebut, Yamawidura berhasil menyelamatkan Pandawa dari kobaran api. Merasa niatnya digagalkan Yamawidura, Sengkuni bersumpah untuk balas dendam. Semenjak peristiwa Bale Gala-Gala, keduanya bermusuhan dan tidak saling tegur sapa.

Di berbagai kesempatan antara Yamawidura dan Sengkuni dicoba untuk didamaikan. Baik oleh Destarastra maupun Resi Bisma. Namun, keduanya memilih berseteru dan saling menjatuhkan. Rupanya dendam Sengkuni kepada Yamawidura sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Kelak dalam perang Baratayuda, Yamawidura mati oleh Patih Sengkuni. Sedangkan Sengkuni tewas di tangan Bima.

Keteladanan apa yang bisa diberikan oleh seorang pemimpin seperti Yamawidura dan Sengkuni, Mo, sela Petruk, membuyarkan lamunan Romo Semar. Seribu teman terlalu sedikit sedangkan satu musuh terlalu banyak, jawab Romo Semar pendek. Seorang pemimpin harus arif dalam menyikapi sebuah permasalahan. Karena di balik permasalahan ada hikmah yang tersembunyi. Rakyat merasa adem kalau para elite dan pemimpin saling guyub dan rukun. Bukan sebaliknya malah memelihara permusuhan. [Oye]

Topik Menarik