Kehadiran Buya Arrazy di Ponpes Al-Musthofawiyah Membuka Tabir Penting

Kehadiran Buya Arrazy di Ponpes Al-Musthofawiyah Membuka Tabir Penting

Nasional | jawapos | Minggu, 26 Juni 2022 - 12:16
share

JawaPos.com- Kehadiran ulama nusantara dan mubalig muda Dr KH Arrazy Hasyim di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Musthofawiyah, di Desa Palang, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Selasa (21/6) lalu seolah menjadi pembuka satu tabir penting. Belum banyak yang tahu. Bahwa, Ponpes di pesisir utara itu termasuk pesantren sepuh, berpengaruh dan memiliki peradaban sejarah panjang.

Pesantren itu berjarak sekitar 8 kilometer arah timur Kota Tuban. Berdekatan dengan pantai utara Jawa. Hanya satu kilometer. Saat hadir di pesantren ini, Buya Arrazypanggilan lain Dr KH Arrazy Hasyimjuga mengingatkan andil besar Al-Musthofawiyah dalam persebaran ilmu. Meluas di Indonesia. Dari sebuah kampung kecil di pesisir.

Pesantren ini kali pertama dirintis oleh Kiai Musthofa. Kira-kira pada 1900-an. Jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, sebelum Nahdlatul Ulama (NU) berdiri. Kiai Musthofa meneruskan dan mengembangkan pesantren milik mertuanya. Yakni, Kiai Imam Fadlil, salah seorang putra R. Gagar Manik atau dikenal juga dengan nama Kiai Imam Puro di Gesikharjo. Lokasinya, sebelah selatan pasar Desa Palang.

Namun, pesantren yang didirikan Kiai Imam Fadlil tersebut sudah tidak ada. Tinggal petilasannya saja. Maka, Ponpes Al-Musthofawiyah boleh dikata sebagai penerus obor ilmu.

Mbah Kiai Musthofa yang menginisiasi pesantren ini dapat masa dengan Syaikhona Cholil Bangkalan. Lalu, juga satu masa dengan Mbah Kiai Maksum, Lasem, ujar Buya Arrazy, mengutip kanal YouTube Nahdliyin Nusantara.

Seperti diketahui, Syaikhona Cholil merupakan ulama besar. Begitu banyak tokoh dan kiai/ulama besar di Indonesia yang menjadi santrinya. Kelak, para santri itu mendirikan pesantren-pesantren yang bertahan hingga sekarang. Salah satu di antaranya pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari. Demikian juga dan Mbah Kiai Maksum dan Kiai Musthofa.

Saat diasuh Kiai Musthofa belum ada nama Al-Musthofawiyah. Dari sejarah pesantren, nama itu belakangan muncul saat KH Achmad Mustofa Ismailcucu Kiai Musthofabersama Kiai Sulchan silaturahmi ke Kiai Maksum Lasem. Dari sowan itulah, Kiai Maksum menyarankan agar nama pesantren diambil dari nama sang kakek. Lalu, muncullah nama Al-Musthofawiyah tersebut.

Al-Mustofawiyah termasuk pesantren salaf modern. Kendati ada pendidikan formal madrasah, namun masih mempertahankan ciri khas pesantrenan. Karena sudah bertahun-tahun, rata-rata ahli agama di kawasan Palang adalah alumni dari Ponpes Al-Musthofawiyah. Santri datang dari berbagai daerah. Tidak hanya dari Jatim, melainkan juga dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Banten, bahkan luar Jawa.

Nah, salah seorang alumni itu adalah Ning Eli, panggilan Eli Ermawati, yang tidak lain istri dari Buya Arrazy. Perempuan asli Palang, Tuban, itu menghabiskan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Ponpes Al-Musthofawiyah.

Lalu, selepas itu, melanjutkan ke MAN 2 Malang. Di pendidikan tinggi, Ning Eli kemudian mendapatkan beasiswa ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sambil mondok di Pesantren Darus Sunnah International Institute of Hadith Science, Ciputat, mulai 2007.

Awalnya, mungkin belum banyak yang mengetahui. Insiden meletusnya pistol milik polisi yang mengawalnya hingga membuat putra kedua Buya Arrazy meninggal, Rabu (22/6) siang itu pun membuka mata publik. Ternyata, perempuan istimewa yang mendampingi ulama asal Payakumbuh, Sumatera Barat, itu berasal dari pesisir pantai utara Tuban.

Kepala Desa (Kades) Palang Agus Abdul Manan kepada Jawa Pos Radar Tuban menceritakan, masa kecil Ning Eli dihabiskan di lingkungan kampung. Dari keluarga biasa. Kedua orang tuanya, yakni Haji Muslik dan Hj Mariana, bukan kalangan terpandang. Juga bukan berlatar belakang tokoh agama. Di Palang, Haji Muslik dikenal sebagai juragan kapal yang memiliki enam anak.

Anak-anak beliau (Haji Muslik, Red) memang dikenal pintar-pintar dan cerdas, kata Agus.

Ning Eli merupakan putra ketiga dari pasutri H. Muslik-Hj Mariana. Ternyata, Ning Eli terlahir kembar. Saudara kembarnya bernama Eny Rohmawati, berdinas di institusi kesehatan di Tuban. Sejak kecil, lanjut Agus, Ning Eli dikenal sebagai sosok yang cerdas. Karena kecerdasannya itu pula mendapat beasiswa ketika kuliah di UIN Syarif Hidayatullah.

Lantas, bagaimana pertemuan Ning Eli dengan Buya Arrazy dan kemudian menikah? Agus tidak mengetahui pasti. Hanya, dari cerita, keduanya dipertemukan saat belajar di Pesantren Darus Sunnah International Institute of Hadith Science, Ciputat. Buya Arrazy merupakan kakak angkatan Ning Eli di pesantren tersebut. Pernikahannya di Ciputat, Tangerang, pada 2010, ujarnya.

Sumber Jawa Pos Radar Tuban lainnya menyebut, keluarga dari Palang yang menghadiri pernikahan Ning Eli dengan Buya Arrazy hanya keluarga inti. Karena itu, awalnya tak banyak tetangga di kampung yang mengetahui.

Setelah menikah, Ning Eli tinggal bersama Buya Arrazy di Jakarta. Setiap berdakwah di daerah Jatim, hampir pasti menyempatkan untuk pulang ke Palang, tambah pria yang sebagian rambutnya beruban tersebut.

Pun demikian saat bulan Ramadan. Ning Eli dan Buya Arrazy selalu pulang ke Palang. Terlebih, setelah orang tuanya sudah sepuh. Dan, sejak Rabu (22/6), pasutri ini juga telah meninggalkan HS, anak keduanya. Bocah 3 tahun itu kini telah berpulanh dan dimakamkan di makam Desa Palang setelah musibah memilukan itu.

Topik Menarik