Mayoritas Masyarakat Tidak Setuju Pada Komunisme, ISIS, Ateis, dan Yahudi

Mayoritas Masyarakat Tidak Setuju Pada Komunisme, ISIS, Ateis, dan Yahudi

Nasional | wartaekonomi | Jum'at, 24 Juni 2022 - 04:07
share

Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa masyarakat memiliki tingkat intoleransi yang tinggi pada kelompok komunis (PKI), Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), ateis, dan Yahudi.

Hasil survei ini disampaikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program Bedah Politik bersama Saiful Mujani episode Menoleransi LGBT, FPI, HTI, ISIS, dan Komunis? yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV, pada Kamis, 23 Juni 2022 dari Jakarta.

Ada tiga indikator toleransi yang diukur dalam penelitian ini. Pertama, toleransi di ranah sosial. Kedua, terkait dengan pekerjaan. Ketiga, menjadi pejabat publik.

Berdasarkan indikator tersebut, ditemukan 77 persen warga keberatan bertetangga dengan orang yang memiliki latar belakang PKI. Keberatan yang sama juga terjadi pada ISIS (72 persen), LGBT (68 persen), ateis atau orang yang tidak beragama (57 persen), dan Yahudi (51 persen).

Pada indikator toleransi yang kedua, pekerjaan, terdapat 81 persen warga yang keberatan jika orang yang berlatar belakang komunis atau PKI menjadi guru di sekolah negeri, 77 persen untuk LGBT, 77 persen untuk ISIS, 67 persen untuk ateis, dan 57 persen untuk Yahudi.

Sementara ada 83 persen yang menyatakan keberatan atau sangat keberatan jika orang yang berlatar belakang komunis atau PKI menjadi pejabat publik. Yang keberatan pada orang ISIS untuk menjadi pejabat publik sebesar 78 persen, LGBT 78 persen, ateis 71 persen, dan Yahudi 61 persen.

"Toleransi secara umum dimaknai sebagai sikap individu terhadap pemikiran, identitas, dan keyakinan orang lain yang tidak kita setujui, namun orang itu diakui tetap punya hak-haknya sebagai warga negara," katanya menjelaskan soal definisi toleransi.

Saiful mencontohkan bahwa bisa saja dirinya memiliki pandangan atau ideologi politik tertentu, seperti komunisme. Walaupun memiliki ideologi yang berbeda, tapi dia tidak boleh dilarang untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara, hak untuk hidup, untuk mendapatkan pekerjaan, dan menjadi pejabat publik.

Untuk penyebab warga tidak toleran pada PKI atau komunis, menurut dia, karena hasil kampanye negara yang anti terhadap komunisme. Kalau untuk penolakan warga terhadap LGBT disebabkan pemahaman warga yang berbeda dan dianggap tercela.

Sedangkan intoleransi masyarakat terhadap Yahudi disebabkan karena Yahudi belum terdaftar sebagai agama resmi di Indonesia. Saiful melihat, sentiman anti-Yahudi sedikit banyak dibentuk oleh aspek institusional, legal atau peraturan-peraturan pemerintah yang terkait dengan itu.

Dalam toleransi, mau kiri atau kanan, mereka tidak boleh kehilangan hak-haknya sebagai warga negara, jelas doktor ilmu politik lulusan Ohio State University, Amerika Serikat itu.

Ia juga meminta apapun agama orang lain tetap harus dilakukan setara dan tidak didiskriminasi.

Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 10-17 Mei 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah Berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1060 atau 87%. Sebanyak 1060 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar 3,07% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).

Topik Menarik