Kisah Epic “Penunggang Gelombang” dalam Pameran Sejarah Arung Samudra dan Warisan Budaya Rempah Nusantara

Kisah Epic “Penunggang Gelombang” dalam Pameran Sejarah Arung Samudra dan Warisan Budaya Rempah Nusantara

Nasional | fornews.co | Rabu, 15 Juni 2022 - 09:05
share

YOGYA, fornews.co Pameran sejarah arung samudra dan warisan budaya rempah Nusantara bertajuk Penunggang Gelombang di Gedung Cenderawasih Teras Malioboro 1 adalah kisah epic para pelaut Nusantara.

Kurator pameran, Dr Sri Margono MPhil, menyebut para pelaut Nusantara sebagai The First Wave (Gelombang Pertama) dalam perdagangan rempah dunia.

Pameran ini menampilkan mozaik sejarah arung samudra dan perdagangan rempah para pelaut Nusantara yang dibagi menjadi lima cluster utama dikelompokkan secara tematik kronologis, jelasnya dalam pembukaan pameran, Selasa (14/6/2022).

Bedasarkan catatan para pelaut, kartografis, litograp dan penulis asing serta bukti-bukti prasasti dan artefak yang ditemukan di Indonesia hingga kejayaan maritim Mataram pada abad ke-17 para pelaut Nusantara adalah Penunggang Gelombang di awal-awal masehi.

Pada cluster pertama, menyajikan kesaksian para pelau, kartogafer, litographer, dan penulis asing tentang reputasi pelaut Nusantara dalam arung samudra.

Di bagian pertama ini juga menyajikan perkembangan ilmu navigasi dan tipe-tipe kapal yang digunakan oleh para pelaut Nusantara.

Bagian kedua, menyajikan mural tentang kosmologi maritim Mataram meliputi Kota Gede, Kerta, Pleret, Kartasura, hingga penerusnya dari Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Mural kosmologi maritim itu oleh para sejarawan lebih dikategorikan sebagai kerajaan agraris.

Dalam kosmologi ini Kasultanan Yogyakarta cenderung mengadopsi kemaritimannya melalui konsep, toponimi dan mitologi.

Hal itu bisa diketahui dari garis imajiner yang menempatkan Laut Selatan sebagai halaman utama.

Jadi Laut Kidul (Laut Selatan) itu menjadi halaman penting! terangnya, Jadi mukanya Mataram itu sebenarnya laut.

Penggunaan toponimi halaman utama Kraton Yogyakarta dengan istilah Alun-alun yang berarti ombak menunjukkan kosmologi kemaritiman pada konsep ruang istana yang berbalik dengan struktur ruang kerajaan Islam pertama Demak di pesisir Utara.

Itu mengapa sekarang Alun-alun Utara dikasih pasir dari pantai.

Kosmologi itu diperkuat dengan adanya labuhan di Parangkusumo yang memperkuat mitologi perkawinan raja Mataram dengan Ratu Kidul penguasa laut selatan Jawa.

Pada cluster ketiga, menyajikan timeline berupa kronik serta infografis politik Mataram dalam menguasai perdagangan maritim.

Mataram berupaya menguasai perdagangan maritim mulai dari Batavia hingga ujung Timur Jawa.

Tak cukup itu, Mataram juga menguasai pelabuhan dari Sulawesi hingg Sukadana di Kalimantan sampai Jambi dan Palembang di Sumatera.

Mataram bahkan sempat berbisnis dengan Portugis di Malaka meski berakhir konflik.

Pada bagian keempat, menyajikan karya instalasi dua replika kapal Nusantara dan sejumlah artefak yang berkaitan dengan perdagangan dan pengolahan rempah.

Karya seniman Tita Rubi itu adalah replika relief kapal pada Candi Borobudur.

Cluster kelima, menyajikan warisan budaya rempah yang sampai hari ini masih dikembangkan dalam berbagai produk kuliner tradisional, di antaranya jamu dan kue kudapan.

Produk kuliner pada bagian kelima ini disajikan oleh kelompok UMKM dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman.

Rempah-rempah yang telah menginspirasi bangsa-bangsa di dunia menciptakan kosmetik, obat dan berbagai jenis produk lainnya termasuk kuliner, menjadi salah satu terjadinya interaksi antarbangsa dan bertukar budaya.

Hal itu disampaikan Plt Kepala Balai Cagar Budaya (BPCB) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dra Zainul Azzah M.hum di Gedung Cirebon, Teras Malioboro 1.

Pameran ini digelar dalam rangka mendukung Program Jalur Rempah dari Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, kata Plt Kepala Balai Cagar Budaya (BPCB) DIY, Dra Zainul Azzah M.hum, usai pembukaan pameran.

Salah satu progam yang diprioritaskan oleh Kemendikbudristek itu akan berlangsung hingga 2024 agar diakui Unesco sebagai jalur budaya warisan dunia.

Sosialisasi Program Jalur Rempah melalui pameran bermuatan nilai-nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, agar dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat luas di Indonesia khususnya di Yogyakarta.

Daya tarik luar biasa dari rempah inilah yang menjadi sajian pameran untuk menyemarakkan HUT ke-109 Purbakala, pungkasnya.

Pameran yang digelar oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY didukung oleh Departemen Sejarah UGM, FSR ISI Yogya, Yayasan Kirana Vidya, Museum Sonobudoyo, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi DIY dan Dinas Kebudayaan Sleman, dibuka setiap hari pukul 09.00-21.00 WIB mulai tanggal 14-21 Juni 2022. (adam)

Topik Menarik