Jaksa Agung Setujui 6 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Jaksa Agung Setujui 6 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Nasional | reqnews.com | Selasa, 14 Juni 2022 - 14:02
share

JAKARTA, REQnews - Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui enam permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan jika ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani.

"Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T P Oharda," kata Ketut, Selasa 14 Juni 2022.

Adapun 6 (enam) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

1. Tersangka SAPARUDIN bin ASAN SRI dari Kejaksaan Negeri Muara Enim yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka RAHMAN bin AMIN HASIM dari Kejaksaan Negeri Muara Enim yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

3. Tersangka HENDRA bin ABDUL HAMID dari Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka HASDIN SASI alias ADE dari Kejaksaan Negeri Banggai Laut di Banggai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka ALBRIAN MOMONGAN dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

6. Tersangka ARVANDI ANDARIA dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

"Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun," kata dia.

Kemudian tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Lalu proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

Ia mengatakan bahwa tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan, karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, kata dia, Jampidum memerintahkan kepada para kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Yaitu sesuai peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Topik Menarik