Firestarter: Jadi Tidak Seru Karena Dieksekusi dengan Terburu-buru

Firestarter: Jadi Tidak Seru Karena Dieksekusi dengan Terburu-buru

Nasional | jawapos | Rabu, 18 Mei 2022 - 13:56
share

JawaPos.com Segala sesuatu yang dikerjakan dengan tergesa-gesa biasanya tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini tentunya juga berlaku dalam penggarapan sebuah film. Sebaik dan sematang apapun konsep ceritanya, semuanya akan sia-sia belaka jika eksekusinya dilakukan dengan grusa-grusu .

Hal inilah yang menimpa film sci-fi thriller terbaru karya sutradara Keith Thomas, Firestarter .

Merupakan remake dari film berjudul sama yang tayang pada 1984 silam, Firestarter dibintangi oleh aktris muda Ryan Kiera Armstrong, Zac Efron, dan Sydney Lemmon. Film pendahulunya sendiri dibintangi oleh aktris kawakan Drew Barrymore.

Firestarter bercerita tentang seorang gadis kecil bernama Charlie McGee (Ryan Kiera Armstrong) yang memiliki kekuatan unik sejak ia masih bayi. Ia mampu mengeluarkan api dari dalam tubuhnya. Kekuatan anehnya ini tentu membuat ayah dan ibunya, Andy McGee (ZAc Efron) dan Vicky McGee (Sydney Lemmon) kelimpungan.

Kehidupan sehari-hari keluarga Charlie juga berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak memiliki ponsel, dan tidak memiliki internet di rumah mereka. Hal ini membuat Charlie sering menjadi bulan-bulanan di sekolahnya dan dicap aneh.

Kondisi ini lama kelamaan membuat Charlie frustrasi. Ia akhirnya mengamuk di sekolah dan membakar toilet perempuan hingga meledak.

Kejadian ini kemudian menghadapkan Charlie pada sebuah kenyataan yang selama ini tidak ia ketahui: ia terlahir dari pasangan mutan. Sang ayah memiliki kekuatan telepati untuk memanipulasi pikiran orang lain, sementara ibunya menyimpan kekuatan telekenesis yang mampu menggerakkan beragam objek tanpa perlu menyentuhnya.

Andy dan Vicky ternyata merupakan kelinci percobaan sebuah organisasi jahat yang ingin menciptakan manusia super. Keduanya selama ini hidup dalam pelarian dari kejaran organisasi tersebut. Itulah mengapa mereka tidak memiliki telepon dan internet di tempat mereka tinggal.

Tak bisa lari dari kenyataan pahit ini, Charlie pun harus berjuang bertahan hidup dengan kekuatannya tersebut.

Berdurasi selama 94 menit, Firestarter bisa dibilang gagal menyuguhkan tontonan yang sebetulnya punya potensi untuk menjadi film yang seru dan menyentuh. Konflik yang terjadi dalam kehidupan Charlie sebetulnya sangat menarik dan bisa digambarkan lebih dalam lagi, mulai dari pergumulan batinnya sebagai seorang gadis mutan yang hanya ingin hidup normal, sampai kesedihannya akibat kematian kedua orang tuanya.

Sayang, hal itu tidak diperlihatkan sama sekali. Alih-alih memperlihatkan betapa menderitanya Charlie, sutradara Keith Thomas justru terkesan ingin segera mengakhiri penggarapan film ini. Ia tidak memperlihatkan bagaimana nelangsanya Charlie ketika mendapati sang ibu dibunuh di hadapan matanya. Hubungan Charlie dan Andy sebagai ayah dan anak yang semestinya penuh gejolak pun hampir tidak diekspos sama sekali.

Keith Thomas juga seolah-olah ingin cepat-cepat memperkenalkan Charlie dengan kekuatan mematikannya tanpa memedulikan kedalaman dialog dan akting para pemainnya. Akibatnya, penonton tidak bisa ikut larut dalam kesedihan dan kegamangan hati Charlie.

Nilai minus film ini kian diperparah dengan kualitas akting para pemainnya. Hampir seluruh pemain di film ini tampil dengan sangat datar tanpa ada emosi yang berarti. Dialog-dialog yang ada pun terasa sangat dangkal, klise, dan tidak membekas sama sekali. Alhasil, Firestarter sudah memicu rasa bosan di tengah jalan.

Firestarter sudah bisa disaksikan di bioskop-bioskop kesayangan Anda. Dari sudut pandang pribadi, rasanya sulit untuk menyebut Firestarter sebagai film layak tonton lantaran pengemasannya yang begitu terburu-buru.

Topik Menarik