Dampak Wabah PMK di Jatim, Harga Sapi Hidup Naik Hingga Rp 2,5 Juta

Dampak Wabah PMK di Jatim, Harga Sapi Hidup Naik Hingga Rp 2,5 Juta

Nasional | jawapos | Selasa, 17 Mei 2022 - 19:38
share

JawaPos.com Wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) pada sapi memang belum berpengaruh pada kenaikan harga daging sapi di Jawa Timur. Namun, harga sapi hidup mulai naik.

Ada kenaikan harga Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta per ekor. Jika wabah PMK ini belum bisa tertangani, dipastikan harga sapi akan semakin naik menjelang Idul Adha, ujar Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jawa Timur Mutowif kepada Radar Surabaya, Minggu (15/5).

Menurut dia, banyak pasar sapi yang tutup membuat pedagang kesulitan mendapatkan sapi. Tidak sedikit pedagang yang melakukan jemput bola dengan melakukan door to door kepada peternak sapi. Selain itu, para pedagang komplain kesulitan mendapatkan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dari dinas peternakan di kabupaten/kota.

Dagang sapi ini kan kebanyakan malam hari. Nah, instasi terkait tidak ada yang memberikan layanan malam hari. Kami berharap ada solusi dari pemerintah, kata Mutowif.

Meski demikian, ia sangat setuju dengan upaya pemerintah yang tidak memperbolehkan masuknya sapi dari luar Jawa Timur. Sebab, virus penyebab PMK kan menyebar melalui udara dan sangat mudah menulat.

Nah, sapi-sapi yang masuk ke Jatim itu hanya transit sebelum dikirim ke Jakarta. Kalau misalnya terkena PMK dan menular pada sapi Jatim, ini tentu kasihan peternak sapi, jelasnya.

Berdasarkan data Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) Jatim per 15 Mei, harga rata-rata daging sapi murni di Jatim mencapai Rp 119.392. Harga rata-rata tertinggi di Kabupaten Banyuwangi Rp 131.000 dan harga rata-rata terendah di Kabupaten Gresik Rp 102.500.

Di sejumlah pasar di Surabaya harga daging sapi juga terpantau naik. Untuk Pasar Genteng harga cabai rawit mencapai Rp 110.000 per kg. Kemudian Pasar Keputran Rp 110.000 per kg, Pasar Pucanganom Rp 108.333 per kg, Pasar Tambakrejo Rp 113,333 per kg dan Pasar Wonokromo Rp 110.000 per kg.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, saat ini pemerintah terus berupaya melakukan penanganan dan pencegahan PMK terhadap hewan ternak yang ada di Jatim.

Bu Gubernur, bahkan Konjen Australia, kita semua melakukan pengamatan lapangan. Yang penting, informasi itu (PMK dan dampaknya) jelas dan tidak simpang siur. Memang ada ketakutan tetapi ada upaya, ada kebijakan tertentu yang dilakukan untuk antisipasi, ujarnya.

Emil menambahkan, beberapa kebijakan lokal juga telah diambil pemda-pemda seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya dengan membatasi sumber-sumber penularannya. Pemkot Surabaya melalui Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian untuk sementara tidak menerima hewan ternak dari empat daerah terjangkit sebagai antisipasi penularan.

RPH mana pun akan melalui mekanisme pengecekan kesehatan dulu. Masalah terbesar sekarang adalah kita memikirkan peternaknya juga, bagaimana hewan-hewan yang sakit ini bisa disembuhkan, ada juga yang sebaiknya divaksiin, katanya.

Selain itu, lanjut Wagub Emil, pemerintah juga bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk bisa mengakses vaksin dan obat-obatan tertentu untuk menyembuhkan hewan ternak yang terjangkit PMK.

Tentunya dengan koordinasi pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Kami meyakini, insya Allah, kita bisa melakukan penanganan seoptimal mungkin dalam penyembuhan, ujarnya.

Menurut Emil, soal keamanan pangan sudah ada mekanisme dan standar tersendiri yang sangat ketat terhadap ternak yang boleh disembelih untuk menjamin keamanan pangan kepada konsumen. Namun, bukan berarti wabah ini tidak ditangani secepat mungkin dalam menekan penyebaran penyakit.

Sebagai contoh, polisi dan satgas pangan melakukan asesemen mengenai arus kendaraan ternak. Saat ini episentrum yang menjadi fokus penanganan ada di empat kabupaten. Namun, kita juga lakukan pencegahan di daerah lain dengan mendorong satu sistem keterbukaan info, pendeteksi dan kewaspadaan dini, dan mendata PMK terjadi di mana saja terjadi, katanya.

Emil menambahkan, saat ini daerah-daerah di luar empat daerah episentrum juga melakukan ekstra antisipasi. Misalnya, dengan penyemprotan disinfektan, penutupan pasar hewan tertentu untuk sementara agar trafiknya tidak meluas.

Ini untuk mencegah supaya infeksinya tidak meluas kepada ternak lain, kata Emil. (

Topik Menarik