Kredit BNI ke Energi Kotor Anomali dengan Upaya Dekarbonisasi Pemerintah

Kredit BNI ke Energi Kotor Anomali dengan Upaya Dekarbonisasi Pemerintah

Nasional | koran-jakarta.com | Jum'at, 13 Mei 2022 - 00:02
share

JAKARTA - Komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dengan transisi energi dari energi fosil yang kotor ke energi baru terbarukan (EBT) semestinya mendapat dukungan dari lembaga pembiayaan termasuk perbankan.

Bank-bank, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), semestinya berada di garda terdepan mendukung pembiayaan ke energi terbarukan dan kawasan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Di sisi lain, lembaga keuangan semestinya mulai menurunkan portofolio pembiayaan ke energi kotor sebagai bentuk dukungan pada upaya memerangi pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.

Associate Director di Climate Policy Initiative (CPI), Tiza Mafira, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Kamis (12/5), mengatakan kalau dilihat tren global, dunia perbankan sudah banyak yang membuat komitmen untuk tidak mendanai energi kotor, setidaknya melalui pernyataan yang mereka sampaikan ke publik. Bahkan, pendanaan dari investor luar negeri ke batu bara di Indonesia, sejak 2020 lalu trennya menurun.

Banyaknya lembaga pembiayaan global yang menarik diri justru dimanfaatkan oleh bank-bank dalam negeri, seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk/BNI untuk membiayai sektor tersebut. Padahal, BNI sebagai salah satu Bank BUMN semestinya mendukung program pemerintah, apalagi sebagai Presidensi G-20, Indonesia mendorong untuk mempercepat transisi ke energi hijau.

"Jangan mengeklaim green bond yang diterbitkan untuk membiayai EBT sebagai bentuk support , namun di sisi lain bank tetap menghidupkan pembiayaan ke perusahaan penambang atau pengguna batu bara. Green bond BNI harus lebih besar dari kredit yang disalurkan ke energi kotor," kata Tiza.

Pembiayaan yang BNI berikan, jelasnya, termasuk anomali karena pemerintah sudah menargetkan dekarbonisasi pada tahun 2060. Tetapi anehnya, bank BUMN masih memberi dana bagi energi kotor. "Pemerintah dan sektor swasta melalui Kadin Indonesia sudah ramai-ramai membuat "pledge" net zero emissions . BUMN saja yang belum, dan bahkan masih mendanai energi kotor," kata Tiza.

Prinsip Kehati-hatian

Sebelumnya, lembaga Urgewald yang berbasis di Jerman menuding BNI hingga saat ini masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020. BNI diduga mendanai proyek tidak ramah lingkungan hingga dua miliar dollar Amerika Serikat (AS) selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020.

Bank pelat merah tersebut dituduh mendanai perusahaan batu bara di Sumatera Selatan dan diduga ada pengusaha besar batu bara yang didanai tanpa agunan.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, kepada wartawan baru-baru ini, mengatakan BNI seharusnya mengedepankan asas prudential banking atau prinsip kehati-hatian karena yang dikelola adalah dana masyarakat. "Pada dasarnya di dalam lembaga perbankan dikenal adanya asas prudential banking dalam mengelola keuangan serta pembiayaan yang melibatkan bank. Jadi, sikap bank harus sangat berhati-hati karena menyangkut dana nasabah," kata Eva.

Topik Menarik