Yang Jadi Sumber Air Minum pun Terkontaminasi Mikroplastik

Yang Jadi Sumber Air Minum pun Terkontaminasi Mikroplastik

Nasional | jawapos | Minggu, 8 Mei 2022 - 14:01
share

Menakar Kualitas Hidup, Prigi Arisandi dan Amiruddin Mutaqqin Susuri Sungai

Sungai adalah cerminan kehidupan. Semakin sehat sungai, semakin panjang usia bumi. Sebaliknya, semakin tercemar sungai, semakin pendek pula usia bumi. Lalu, bagaimana jika bumi ini tutup usia?

SUNGAI Bukan Tempat Sampah. Kalimat yang tertulis pada spanduk berukuran besar itu seolah menghardik siapa pun yang hendak membuang sampah di sungai. Spanduk tersebut membentang di atas tumpukan sampah di Jalan Raya Air Sebakul, Kota Bengkulu. Mirisnya, sampah yang sebagian besar adalah plastik itu berserakan sampai menutup saluran air.

Prigi Arisandi dan Amiruddin Mutaqqin prihatin melihat tumpukan sampah di Bengkulu. Dalam ekspedisi kali ini, dua pegiat lingkungan asal Jawa Timur itu memang lebih banyak mengelus dada. Sungai demi sungai yang mereka susuri sedang sakit. Tidak hanya di Pulau Sumatera, temuan sebelumnya di Pulau Jawa juga tidak kalah memprihatinkan.

Prigi dan Amiruddin sepakat bahwa sungai-sungai di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Modernitas dan kemudahan hidup bak ujian kepedulian manusia terhadap alam. Membanjirnya alat-alat pendukung kehidupan yang praktis dan terbuat dari plastik tidak dibarengi dengan perilaku modern masyarakat. Sebab, orang modern tidak membuang sampah sembarangan.

Perilaku masyarakat tentunya tidak bisa lepas dari peran pemerintah. Selama sekitar dua bulan menyusuri sungai-sungai di Jawa dan Sumatera, Prigi menemukan ketidakpedulian pemerintah terhadap lingkungan. Itu terlihat pada buruknya pengelolaan sampah plastik. Sebelum sampai Bengkulu, sarjana biologi Unair itu lebih dulu mendokumentasikan kondisi Sungai Brantas, Bengawan Solo, Ciliwung, dan Citarum. Kondisinya buruk.

Ironisnya, perusahaan-perusahaan air minum di Jawa dan Sumatera masih mengandalkan sungai-sungai besar sebagai sumbernya. Di Bengkulu, perusahaan daerah air minum (PDAM) bergantung pada Sungai Nelas dan Sungai Air Bengkulu. Air dua sungai itu terkontaminasi mikroplastik 1020 partikel dalam 100 liter air, terang Prigi yang menjabat direktur eksekutif Ecological Observation & Wetland Conservation (Ecoton).

Lelaki berkacamata itu menyebut fenomena sampah plastik di Bengkulu sebagai dampak kerusakan ekosistem. Meski tidak menemukan fakta yang menyenangkan sepanjang ekspedisi, Prigi akan tetap melanjutkan misinya. Meskipun, peluang untuk menemukan fakta positif tentang sungai nyaris nihil. Nanti lanjut ke Padang Pariaman (Sumatera Barat, Red), ujarnya kepada Jawa Pos saat dihubungi pada Kamis (5/5).

Ekspedisi Sungai Nusantara yang Prigi gawangi bersama Amiruddin bakal memotret kondisi 68 sungai besar di Indonesia. Khususnya, sungai-sungai yang pengelolaannya berada di bawah pemerintah pusat. Di tiap daerah yang disinggahi, Prigi dan Amiruddin berkolaborasi dengan peneliti, jurnalis, dan komunitas lingkungan setempat. Temuan sejauh ini, semua sungai tercemar mikroplastik, ungkap Prigi.

Hasil penelitian kami juga menyebutkan bahwa kontaminasi mikroplastik ini sudah masuk ke tubuh manusia, sambungnya.

Prigi dan timnya meneliti tinja dari 102 orang yang hidupnya bergantung pada empat sungai besar di Jawa. Hasilnya, ada kandungan mikroplastik di sana. Atas temuan itu, Ecoton bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyomasi empat gubernur sekaligus. Yakni, Jatim, Jateng, Jabar, dan DKI Jakarta.

DI HABIBAT: Prigi berswafoto dengan latar seekor gajah yang menghuni Taman Wisata Alam Seblat. (Prigi untuk Jawa Pos)

Berdasar penelitian, Prigi menyatakan bahwa pemerintah, baik daerah maupun pusat, gagal mengelola sampah dan menjaga kelestarian sungai. Padahal, pemerintah punya tanggung jawab mengelola sungai agar tidak tercemar, paparnya. Itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam regulasi itu juga disebutkan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/wali kota harus bisa mencegah pencemaran dan/atau kerusakan laut yang berasal dari darat dan/laut. Dalam konteks sampah, para pihak terkait itu pun harus mencegah sampah sampai ke laut. Air sungai mengalir ke laut, otomatis sampah di sungai akan sampai ke laut, jelasnya.

Selain mengingatkan pemerintah, Ekspedisi Sungai Nusantara juga menyasar masyarakat di sepanjang aliran sungai agar lebih peduli lingkungan. Sayangnya, pemerintah kurang membuka ruang kolaborasi dengan masyarakat yang dimaksud. Yang terjadi malah sebaliknya, masyarakat ini dianggap musuh, kritiknya.

Dalam kesempatan itu, Prigi juga menegaskan bahwa area di sekitar sungai tidak selayaknya dialihfungsikan dengan mudah. Sebab, sungai membutuhkan ekosistem yang mendukung untuk bisa menghidupi ikan dan biota. Salah satunya adalah tanaman hijau di sekitarnya. Bukan malah menjadikan daerah aliran sungai sebagai lahan komersial. Kalau ingin melestarikan sungai bukan dengan cara dicor, tegas pria asal Gresik itu.

Topik Menarik