Tutup Permanen TPST Piyungan, Warga: Kami Tidak Di-Wong-kan Gubernur DIY

Tutup Permanen TPST Piyungan, Warga: Kami Tidak Di-Wong-kan Gubernur DIY

Nasional | gatra.com | Sabtu, 7 Mei 2022 - 12:06
share

Bantul, Gatra.com Puluhan tahun tidak pernah di-wong-kan atau dimanusiakanoleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, warga Dusun Banyakan, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul menutup permanen tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Piyungan.

Selain karena terkena dampak langsung limbah selama 28 tahun lebih, warga menilai aksi penutupan Sabtu pagi (7/5) ini sesuai hukum karena TPST Piyungan beroperasi ilegal sejak Maret lalu.

Aksi warga ini digelar di pertigaan jalan masuk utama TPST Piyungan. Warga memasang spanduk bertuliskan Menolak Keras TPA Transisi dan Menutup Permanen TPST Piyungan #BanyakanMenolak #BanyakanMelawan di portal yang menutup akses masuk.

Dalam orasinya, koordinator aksi Herwin Arfianto menyatakan gerakan ini menolak keras transisi pembuangan sampah ke lahan baru di sebelah utara TPST Piyungan dengan luasan 2,1 hektar. Selain itu, warga menolak adanya pembebasan lahan dan sepakat untuk menutup TPST secara permanen.

Penutupan legal dilakukan karena sesuai instruksi Surat Edaran (SE) nomor 188/41512 tanggal 20 Desember 2021 yang diketahui Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY Kuncoro Cahyo Aji, TPST Piyungan ditutup Maret 2022, katanya.

Namun sampai batas instruksi itu hingga Mei ini TPST dipaksakan oleh pengelola untuk tempat pembuangan sampah. Padahal kondisi tampungan sudah memprihatinkan dan tidak mungkin lagijadi tempat pembuangan sampah.

Jika dipaksakan bukan hanya akan memperparah dampak kepada masyarakat Dusun Banyakan ke depan namun juga dusun-dusun lainnya, katanya.

Ketua RT 04 Dusun Banyakan Sogiman kepada Gatra.com mengatakan meski dusunnya berjarak empat kilometer dari pusat TPST, selama 28 tahun ini sebanyak 80-an keluargaterkena dampak langsung dari pembuanganlindi atau air limbah.

Puluhan tahun air lindi mengalir lewat sungai yang ada di pinggir dusun. Di musim kemarau, menimbulkan bau menyengat dan saat musim hujan membawa tumpukan sampah. Pemerintah tidak bijak mengelola sampah, jelasnya.

Selain berdampak pada sumber air di sumur milik warga, bau busuk yang ditimbulkan menjadi keluhan setiap saat. Bahkan beberapa warga sempat mengalami sesak napas akut. Namun karena kondisi ekonomi, banyak warga yang memilih bertahan.

Sogiman mengatakan selama puluhan tahun menjabat sebagai ketua RT dirinya tidak pernah diajak urun rembug mengenai pengembangan dan perencanaan TPST Piyungan. Tahu-tahu ia menerima kebijakan dan dampaknya menyakitiwarga.

Tidak pernah ada kompensasi bagi kami. Warga dianggap tidak ada dan dianggap mati. Kami tidak pernah di-wong-kan (dimanusiakan) Gubernur. Tuntutan kami hanya satu, tutup permanen tanpa ada tawar menawar lagi, tegasnya.

Mewakili generasi yang selama 28 tahun terdampak TPST, Fauzan menceritakan di medio 1995-an sungai di sisi timur dusun masih bersih, banyak ikan, dan bisa digunakan mandi. Namun padaawal 2000-an, limbah mulai masuk sungai.

Sekarang memprihatinkan. Tidak hanya lindi dari sampah. Air limbah pabrik pengolahan kulit juga dibuang lewat sungai tanpa diolah. Kalau kemarin tidak ada sosialisasi di kecamatan, mungkin suara kami tidak pernah didengar. Kita akan terus melawan hingga dinyatakan tutup permanen, katanya mewakili anak muda Dusun Banyakan.

Kepada warga, Camat Piyungan Muhammad Barid menyatakan pihaknya akan meneruskan aspirasi ini ke pimpinan hingga Pemda DIY.

Pesan saya, jangan sampai aksi ini disusupi oleh orang luar. Ini aksi murni dari warga, jangan sampai terprovokasi, katanya.

Meski aksi di pintu masuk sudah selesai, warga memutuskan tetap melakukan penjagaan agar tidak ada kendaraan pengangkut sampah yang masuk.

Topik Menarik