Kemenkes Investigasi Kasus Hepatitis Akut Sebabkan 3 Anak Meninggal

Kemenkes Investigasi Kasus Hepatitis Akut Sebabkan 3 Anak Meninggal

Nasional | jawapos | Selasa, 3 Mei 2022 - 11:00
share

JawaPos.com Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang menginvestigasi penyebab kasus hepatitis akut yang mengakibatkan tiga anak meninggal dunia. Investigasi itu dilakukan melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut atas kasus rujukan dari rumah sakit di Jakarta Timur dan Jakarta Barat itu.

Hingga Senin (2/5), Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi memastikan bahwa pihaknya belum mengetahui secara pasti penyebab kematian tiga anak yang dirawat di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Mereka meninggal dalam kurun waktu dua minggu terakhir pada April 2022.

Selama masa investigasi, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang. Tindakan pencegahan bisa dilakukan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit, serta tetap melaksanakan protokol kesehatan.

Beberapa gejala yang bisa dikenali pada anak adalah munculnya warna kuning di tubuh, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, serta penurunan kesadaran. Jika gejala-gejala ini muncul, segera periksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat, kata Nadia.

Nadia menyebut pemeriksaan laboratorium di beberapa negara malah menunjukkan bahwa virus hepatitis tipe A, B, C, D maupun E bukan penyebabnya. Justru dilaporkan infeksi adenovirus tipe 41 F di 74 kasus. Sebanyak 20 kasus terjadi pada pasien dengan infeksi SARS-CoV-2. Sementara itu, 19 kasus terdeteksi paparan SARS-CoV-2 dan adenovirus 41F.

Kemenkes telah meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir. Yakni, setelah WHO mengumumkan kejadian luar biasa (KLB) atas penyakit yang sejauh ini disebut sebagai hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya atau acute hepatitis of unknown aetiology itu.

Kasus awal dilaporkan WHO pada 5 April 2022 dengan 10 kasus pertama di Inggris. Umumnya menyerang anak-anak usia 1 bulan hingga 16 tahun. Kasus dilaporkan di daerah-daerah Skotlandia Tengah pada periode Januari hingga Maret 2022. Hingga kini dilaporkan 170 kasus di sejumlah negara, termasuk 12 negara Eropa plus Jepang dan Israel. Sebanyak 17 kasus terlaporkan memerlukan transplantasi hati. Dan, satu kasus meninggal dunia di luar negeri. Per 1 Mei, kasus hepatitis misterius itu dilaporkan di Singapura pada pasien anak berusia 10 bulan.

Nadia mengatakan, Kemenkes melalui Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022. Surat edaran itu ditujukan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus hepatitis itu. Mereka terutama diimbau untuk memantau dan melaporkan kasus sindrom penyakit kuning akut di sistem kewaspadaan dini dan respons (SKDR) dengan gejala-gejala sesuai arahan Kemenkes.

Sementara itu, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama berharap ada penjelasan lebih gamblang dalam beberapa hari ke depan dari Kemenkes. Di antaranya, bagaimana hasil laboratorium hepatitis A, B, C, dan E pada tiga kasus tersebut. Selain itu, tentu bagaimana hasil ada tidaknya adenovirus 41 yang kini banyak diduga sebagai penyebab hepatitis di lintas benua ini, jelasnya.

Menurut Yoga, perlu juga disampaikan ke publik tentang hasil pemeriksaan virus-virus lain. WHO telah merekomendasikan pemeriksaan darah, serum, urine, feses, sampel saluran napas, dan bila mungkin biopsi hati. Semuanya diperlukan untuk pemeriksaan karakteristik virus secara mendalam, termasuk genome sequencing virus yang berkaitan.

Kemudian, penjelasan lebih lanjut soal angka kematian. Sebab, dari 170 kasus di luar negeri, hanya ada 1 kematian. Sementara dari 3 kasus di Indonesia, semuanya meninggal dengan kata lain 100 persen fatalitas.

Kita tentu amat berduka karena dari tiga kasus di Jakarta ini semuanya wafat, akan lebih baik kalau ada penjelasan lebih terperinci soal perbedaan fatalitas ini, tandas Yoga.

Topik Menarik