Pasar Bandeng Gresik, Tradisi Kegembiraan Menyambut Hari Kemenangan

Pasar Bandeng Gresik, Tradisi Kegembiraan Menyambut Hari Kemenangan

Nasional | jawapos | Kamis, 28 April 2022 - 03:50
share

JawaPos.com- Belum pernah ke Pasar Bandeng Gresik? Silakan datang. Pasti membahagiakan. Pasar ini hanya ada setahun sekali. Yakni, saat Ramadan memasuki malam ke-27. Artinya, mulai hari ini (28/4) Pasar Bandeng itu akan tergelar hingga Sabtu (30/4) nanti atau sehari sebelum kumandang takbir kemenangan. Hari Raya Idul Fitri.

Lokasinya, di Jalan Gubernur Suryo, Jalan Samanhudi hingga Jalan Raden Santri. Seputaran Pasar Gresik. Di sepanjang jalan tersebut akan banyak lapak-lapak menjual bandeng. Dengan berbagai ukuran. Mulai sedang hingga besar alias dikenal bandeng kawak. Bahkan, tidak sedikit yang seukuran bayi.

Tentu saja harganya beragam. Harga bandeng pasaran normal hanya Rp 10 ribu-Rp 15.000 per kilogram. Dengan satu kilogramnya berisi 2-3 ekor. Nah, untuk bandeng kawak, harganya bisa berlipat. Tinggal transaksi tawar menawar dengan pedagang bersangkutan.

Biasanya, bandeng kawak yang paling banyak diminati di Pasar Bandeng berukuran sedang, yakni sekitar 2 kilograman. Harga bandeng seukuran itu ratusan ribu per ekornya.

Di momen Pasar Bandeng, selain banyak pedagang menjajakan bandeng, dalam perkemebangannya Pemkab Gresik juga menggelar lelang bandeng terbesar.

Rencananya, lelang bandeng kawak itu akan digelar Pemkab Gresik pada malam ini (28/4) di Alun-alun Kota, pukul 20.00 WIB. Prosesi lelang bandeng itu juga akan disiarkan langsung melalu kanal YouTube Suara Gresik.

Tahun lalu, pemenang bandeng terbesar adalah Zainul Abidin, petambak asal Dusun Watuagung, Mengare, Kecamatan Bungah. Dia baru sekali mengikuti kontes bandeng kawak. Namun, langsung menyabet juara pertama. Saat dilelang pemkab itu, bandeng Zainul dibeli Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi senilai Rp 25,5 juta.

Bandeng milik Zainul berbobot 6,5 kilogram. Kira-kira setara dengan dua bayi yang baru lahir. Panjangnya 86 sentimeter. Dengan menjadi juara, dia mendapatkan hadiah uang dari pemkab Rp 15 juta dan piala.

Tidaklah mudah membesarkan bandeng sebesar itu. Butuh waktu bertahun-tahun. Zainul menceritakan, sebetulnya tidak ada cara khusus untuk merawat bandeng kawak. Sama dengan membudidayakan bandeng pada umumnya. Memang butuh waktu lama, ujarnya saat itu.

Di lahan seluas 4,5 hektare, Zainul sengaja membudidayakan bandeng super. Paling tidak, satu bandeng memiliki berat 2 kilogram. Di lahan seluas itu, Zainul memiliki bandeng super banyak sekali. Namun, yang diikutkan lelang yang paling berat. Yakni, 6,5 kilogram. Usianya 8 tahun untuk mencapai bobot segitu, jelasnya.

Sejak lama, Zainul menggeluti usaha perikanan. Namun, usaha bersama orang tuanya. Baru sejak 2010, Zainul mengelola tambak sendiri. Nah, saat Pasar Bandeng, dia tinggal memanen setiap kali menjelang Lebaran. Kemudian dijual ke masyarakat.

Seberapa berat bandeng kawak pemenang lelang pada Ramadan kali ini? Tunggu saja. Dulu, pernah ada bandeng pemenang lelang dengan berat mencapai 10 kilogram. Bobot itu setara dengan berat badan normal anak laki-laki usia 13 bulan.

Sejarah Pasar Bandeng Gresik

Pasar Bandeng Gresik juga merupakan salah satu tradisi turun-temurun saat Ramadan. Bahkan, disebutkan sudah sejak zaman Sunan Giri. Dikutip dari situs dinas pariwisata dan kebudayaan Pemkab Gresik, Pasar Bandeng adalah rangkaian dari tradisi malam selawe.

Diceritakan, awalnya malam selawe adalah malam sowan para santri ke Kanjeng Sunan Giri di Giri Kedaton. Sebelum mereka pulang kampung atau mudik, mereka berpamitan ke Sunan Giri. Setelah itu, mereka qiyamul lail berburu malam lailatul qadar. Tradisi itu lestari hingga kini.

Nah, sebelum pulang kampung itu, umumnya dimanfaatkan para santri Sunan Giri turun bukit menuju ke kota. Mereka mencari oleh-oleh yang menjadi khas Gresik. Kala itu, bandeng menjadi khas Gresik sehingga banyak santri yang memilih bandeng untuk dibawa mudik.

Dalam catatan sejarah, pada zaman Sunan Giri itu, kondisi perekonomian masyarakat di wilayah Gresik masih kekurangan. Melihat hal itu, Sunan Giri mengajak masyarakatuntuk membudidayakan ikan bandeng. Lalu, mulai membuka pasar bandeng. Harapannya, pasar itu bisa memperbaiki perekonomian masyarakat Gresik.

Sebelumnya, mengutip laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI (16/2/2021), dalam sejarhanya ikan bandeng berasal dari samudera yang tersebar di duni. Mulai samudera Hindia, Pantai Amerika, Pantai Afrika, selatan Jepang sampai utara Australia.

Sejak Kerajaan Majapahit (1293-1527), ikan bandeng sebenarnya sudah dipelihara. Awalnya, bandeng dijadikan ikan hias yang dipelihara di kolam ikan Kerajaan Majapahit.

Namun, suatu ketika, Raja Majapahit kemudian lapar dan ingin mencoba memakan bandeng yang dijadikan ikan hias itu. Setelah dimakan, ternyata rasanya enak.

Karena rasanya enak, maka Raja Majapahit pun memerintahkan penangkapan ikan bandeng secara besar-besaran. Namun, saat itu ikan bandeng masih sebatas dijadikan santapan raja dan kerabatnya saja.

Setelah Majapahit runtuh sekitar 1520-an, para mantan abdi dalem, ikan bandeng kemudian disebarkan ke masyarakat umum. Nah, Giri Kedaton, kerajaan Islam yang didirikan Prabu Satmata alias Sunan Giri lahir juga pasca Majapahit runtuh tersebut.

Perkembangan Budidaya Bandeng di Gresik

Hingga kini bandeng menjadi salah satu komoditas andalan di Gresik. Dalam buku karya Purwanti (2017) berjudul Perkembangan Budidaya Ikan Bandeng di Gresik dituliskan, perikanan di Gresik sudah lama dikenal jauh sebelum kekuasaan kolonial Belanda.

Pada sekitar abad XIV M, masa zaman Majapahit terdapat berita ada patih tambak. Tugasnya, mengurus pertambakan serta mengumpulkan upeti dari sesama rekan nelayan petambak. Berita ini diperoleh dari Prasasti Karang Bogem berangka tahun 1387 M.

Dalam perkembangannya, pada abad XIX M, perikanan merupakan salah satu sektor terpenting, selain perkebunan yang menjadi objek perahan pemerintah Belanda. Salah satu daerahnya adalah Gresik.

Belanda menaruh perhatian besar pada perikanan di Gresik. Sebab, termasuk lumbung ikan di Jawa. Hal itu didukung lokasi Gresik yang memiliki laut yang luas. Bahkan, tambak di Gresik bisa menopang perekonomian kolonial masa itu.

Menurut penelitian P.W.A. Spall berdasar keterangan dari bupati Juana, tambak di Gresik sudah berkembang pesat pada zaman VOC. Pada 1860 perkembangan tambak Gresik terus berkembang, terutama di Ujungpangkah.

Tambak di Gresik menjadi salah satu sektor utama, selain petanian dan perkebunan. Karena itu, tidak heran jika Belanda melakukan perluasan tambak di Gresik.

Setelah dikenal, permintaan bandeng terus mengalami peningkatan saat itu. Akhirnya, bandeng dibudidayakan dalam keramba. Usaha keramba itu ternyata bisa dimanfaatkan sebagai usaha sampingan bagi para nelayan yang tidak bisa melaut. Keramba-keramba diletakan di tepi pantai. Ikan bandeng dibiarkan dalam keramba hingga berukuran tiga jari orang dewasa baru dipanen.

Seiring kemajuan teknologi, budidaya ikan bandeng tidak hanya dilakukan dalam keramba lagi. Namun, dilakukan dengan cara memelihara dalam kolam ukuran besar.

Semakin tahun budidaya bandeng semakin berkembang di daerah-daerah lain. Jawa Timur menjadi provinsi penghasil bandeng terbesar di Indonesia. Dan, Gresik termasuk salah satu daerah terbesar di Jatim.

Entah sampai kapan Gresik akan bertahan sebagai kota produksi bandeng itu di tengah gempuran industrialisasi. Yang jelas, saat Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggeno berkunjung ke Ujungpangkah Gresik beberapa hari lalu, menitipkan pesan ke bupati agar tambak Gresik tetap dijaga.

Topik Menarik