Harga Tinggi Dan Cari Bahan Baku Makin Sulit BUMN Pede Produksi Pupuk Tak Terganggu
Harga pupuk di pasar global berpotensi terus menanjak seiring makin meruncingnya konflik Rusia dengan Ukraina. Untuk mengantisipasi hal itu, Pemerintah berencana melepas tiga jenis pupuk bersubsidi ke harga pasar.
Mulai pertengahan tahun ini, rencananya Pemerintah hanya akan mensubsidi dua jenis pupuk saja yaitu urea dan NPK ( nitrogen,phosphate / fosfor dan kalium ). Artinya, ada tiga jenis pupuk yang selama ini disubsidi akan dilepas sesuai harga pasar, yakni pupuk organik, ZA ( zwavelzure ammoniak/amonium sulfat ) dan SP36.
Pencabutan subsidi untuk ketiga jenis pupuk tersebut, tersirat dalam Surat Direktorat Jenderal (Ditjen) Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) No.B.133.1/ SR.320/B.5.2/03/2022 tertanggal 14 Maret 2022.
Senior Vice President (SVP) Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana mengaku, hingga kini pihaknya masih menunggu detail atas rencana penetapan kebijakan tersebut.
Ya, ada pengurangan pada jenis pupuknya. Tadinya lima jenis pupuk yang disubsidi, Juli nanti hanya dua. Detailnya seperti apa? Kami juga masih menunggu, ujar Wijaya di Jakarta, Senin (11/4).
Wijaya menuturkan, anggaran Pemerintah untuk pupuk bersubsidi tahun ini sebesar Rp 25 triliun. Jumlah tersebut, hanya cukup untuk mensubsidi pupuk sebanyak 9,1 juta ton. Hal ini lah yang menjadi pangkal kerap terjadinya kelangkaan pupuk subsidi di suatu wilayah, khususnya mendekati akhir tahun jelang masa tanam.
Sebenarnya, bukan langka. Stoknya ada. Hanya, kuota subsidinya habis. Dan, kami tidak bisa menambah pupuk untuk disalurkan lagi, karena akan menyalahi aturan, ungkapnya.
Ia menilai, adanya pembatasan subsidi menjadi dua jenis pupuk saja dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan harga pupuk di pasar dunia. Hal ini dikhawatirkan bakal mendorong inflasi pada komoditas pangan tahun ini. Pasalnya, kenaikan harga pupuk di pasar global sudah meningkat sejak pertengahan tahun lalu.
Kenaikan harga pupuk bermula saat China dan Rusia sebagai negara pengekspor pupuk dan bahan baku pupuk terbesar dunia, mengeluarkan kebijakan menghentikan ekspor pupuk. Mereka beralasan, keputusan tersebut diambil demi menjaga kebutuhan pupuk dalam negeri.
Di Agustus atau September tahun lalu, China dan Rusia menghentikan ekspornya. Padahal, mereka memegang pasar 20 hingga 30 persen di dunia untuk dua jenis pupuk, ungkapnya.
Selain itu, Rusia juga terkenal sebagai pemasok utama bahan baku pupuk seperti kalium. Rusia memegang peranan terhadap pasar dunia mencapai 25 persen.
Atas berbagai faktor global ini, sambung Wijaya, BUMN Pupuk ini harus mencari sumber-sumber baru untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pupuk.
Mengingat ada komponen bahan baku seperti fosfor dan kalium berasal dari diimpor. Sifatnya yang merupakan barang tambang dan tidak dapat diproduksi dalam negeri.
Biasanya, kami membeli bahan baku pupuk tersebut dari Rusia dan China. Sekarang harus cari sumber baru. (Pengadaan) Fosfor kerja sama dengan Timur Tengah seperti Yordania. Lalu, kalium ada supplier dari Kanada dan Laos, bebernya.
Kronologi Kecelakaan Truk Terguling di Flyover Jatingaleh Semarang, Sopir Diduga Ugal-ugalan
Ia menggambarkan, di tengah kondisi saat ini, harga satu ton pupuk urea fluktuatif antara 300-500 dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 4,3 juta sampai Rp 7,1 juta. Di akhir 2021, harganya tembus hingga 1.000 dolar AS (Rp 14,3 juta) per ton.
Di Februari lalu, pupuk jenis Fosfat dan Kalium sudah mencapai 1.100 sampai 1.200 dolar AS (Rp 15,8 juta - Rp 17,2 juta) per ton. Sudah naik dua hingga tiga kali lipat dari seharusnya, katanya.
Kondisi ini kian sulit akibat terjadinya perang Rusia-Ukraina. Sehingga dikhawatirkan harga pupuk bakalan kembali meroket. Tak hanya itu, kenaikan harga pupuk juga terdampak dari kenaikan harga komoditas energi, khususnya gas.
Karena Pandemi, banyak industri terdampak. Shipping pun sempat terganggu. Faktor-faktor inilah yang membuat harga pupuk tinggi karena ikut harga pasar dunia, ucapnya.
Meski demikian, ia memastikan, ketersediaan bahan baku untuk produksi pupuk subsidi dan nonsubsidi masih tercukupi. Termasuk tetap menggunakan harga jual pupuk yang berlaku saat ini.
Stok bahan baku sampai semester I masih aman. Kami juga masih bisa jual pupuk dengan harga lama untuk ritel nonsubsidi, imbuhnya.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB University) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan hal yang sama.
Pupuk urea, sebelum perang Rusia-Ukraina, sudah naik tiga kali lipat sejak Oktober tahun lalu, cetus Dwi kepada Rakyat Merdeka , kemarin.
Begitu juga dengan pupuk berbasis nitrogen seperti NPK, atau di pasar internasional dikenal dengan pupuk amonium fosfat pun mengalami kenaikan harga cukup tinggi. Hal ini dikarenakan melonjaknya harga gas alam dunia, seiring dengan mulai meningkatnya permintaan pasca pandemi Covid-19.
Ada potensi harga pupuk akan terus naik karena Rusia adalah eksportir terbesar pupuk di dunia. Apalagi kalau perang dengan Ukraina terus berlanjut, katanya.
Dia meyakini, kenaikan harga pupuk akan menekan kondisi petani yang membutuhkan pupuk komersial atau nonsubsidi. Ia pun khawatir, masalah tersebut akan berdampak pada petani di beberapa wilayah. [IMA]










