Pandemi Tak Lagi Ancaman, RAPBN Jadi Rp 3.000 T Akibat Perang Ukraina

Pandemi Tak Lagi Ancaman, RAPBN Jadi Rp 3.000 T Akibat Perang Ukraina

Nasional | law-justice.co | Jum'at, 15 April 2022 - 19:05
share

Pemerintah sejak Kamis (14/4/2022) kemarin mulai menyusun rancangan kerja pemerintah dan pagu inidikatif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2023.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, rencana kerja dan pagu indikatif tahun depan disusun dengan mempertimbangkan berbagai skenario terburuk yang kemungkinan bisa terjadi. Salah satunya adalah dampak dari perang antara Rusia-Ukraina.

Pandemi Covid-19 diharapkan tak lagi menjadi ancaman besar. Namun, situasi geopolitik yang terjadi di global telah menyebabkan kenaikan harga komoditas dan mengerek inflasi di sejumlah negara.


Situasi ini akhirnya menyebabkan bank sentral di berbagai negara melakukan pengetatan kebijakan moneter baik itu dari sisi likuiditas aupun bauran suku bunga. Situasi ini akan makin menambah ketidakpastian di sektor keuangan.

"Hal tersebut akan menghasilkan pemulihan ekonomi yang melemah secara global," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers rapat terbatas, kemarin Kamis (14/4/2022).

Di dalam desain APBN tahun depan, Sri Mulyani menjelaskan terdapat beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan, seperti kenaikan inflasi dan pengetatan moneter. Hal ini berdampak pada sisi utang yang akan dikelola, baik tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar.

Dari sisi fiskal, APBN akan melakukan reformasi di bidang pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan dengan membangun pembiayaan yang makin inovatif.

"Ini yang harus kita pertimbangkan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3% yaitu agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diturunkan secara bertahap namun tetap berhati-hati," tutur Sri Mulyani. "Oleh karena itu untuk APBN tahun 2023, kita masih akan terus mengkalibrasikan dan mempertajam pada perhitungan untuk belanja, baik pusat maupun ke transfer ke daerah, dan juga estimasi penerimaan negara."

Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah telah merancang defisit APBN tahun 2023 pada kisaran Rp 562,6 triliun hingga Rp 596,7 triliun atau 2,81% - 2,95% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sri Mulyani memaparkan pendapatan negara pada 2023 diperkirakan mencapai 11,28% hingga 11,76% dari PDB atau kisaran Rp2.255,5 triliun hingga Rp 2.382,6 triliun.


Berikut perinciannya Belanja Negara pada pagu indikatif APBN 2023:

  1. Belanja Negara Rp 2.818,1 triliun - Rp 2.979,3 triliun (14,09% - 14,71% dari PDB).
  2. Belanja Pemerintah Pusat Rp 2.017 - Rp 2.152 triliun.
  3. Transfer ke Daerah Rp 800 - Rp 826 triliun.
  4. Defisit APBN Rp 562,6 - Rp 596,7 triliun (2,81 - 2,95% dari PDB).

Prioritas Belanja APBN 2023:

  1. Anggaran Perlindungan Sosial Rp 332 - Rp 349 triliun
  2. Dana diperuntukkan untuk mendukung perlindungan sosial sepanjang hayat
  3. Anggaran Kesehatan
  4. Belanja untuk penanganan Covid-19 tak lagi diprioritaskan
  5. Belanja kesehatan selain Covid-19 naik di kisaran Rp 155 - Rp 193,7 triliun
  6. Anggaran Pendidikan Rp 563,6 - Rp 595,9 triliun
  7. Belanja diperuntukkan untuk beasiswa sebanyak 20 juta siswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan 975,3 mahasiswa
  8. Belanja dipergunakan untuk pembayaran tunjangan profesi guru dan PNS yang berstatus sebagai profesi pendidik sebanyak 264.000 orang
  9. Anggaran Infrastruktur Rp 367 - Rp 402 triliun
  10. Dana cadangan untuk pembangunan infrastruktur dasar Ibu Kota Baru Rp 27 - Rp 30 triliun
  11. Anggaran Kementerian Lembaga Rp 945,8 triliun

"Bapak presiden menyampaikan bahwa kita perlu untuk terus menjaga confidence terhadap keseluruhan kebijakan fiskal dan moneter," kata Sri Mulyani. "Sehingga kepercayaan dan stabilitas ekonomi akan tetap terjaga. Dengan demikian, investasi akan terus meningkat karena Indonesia akan terus melakukan perbaikan iklim investasinya," jelasnya.

Topik Menarik