Dorong Kebijakan Menggratiskan PBB-P2 bagi Warga Miskin

Dorong Kebijakan Menggratiskan PBB-P2 bagi Warga Miskin

Nasional | radarjogja | Senin, 21 Maret 2022 - 15:23
share

RADAR JOGJA Capaian Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Bantul menuai apresiasi dari Aryunadi. Wakil Ketua Komisi B DPRD Bantul itu menilai, kinerja BPKPAD perihal optimalisasi pajak daerah terus menunjukkan tren positif.

Ya, target pajak daerah terus meningkat saban tahun. Pada 2022, misalnya, target pendapatan pajak daerah dipatok Rp 222 miliar. Angka ini mengalami peningkatan signifikan dibanding target pada 2021. Yakni, Rp 185 miliar.

Aryun, sapaannya, berpendapat salah satu tolok ukur keberhasilan pemkab adalah optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD). Termasuk di antaranya pajak daerah. Apalagi, upaya yang dilakukan BPKPAD untuk mendongkrak capaian pajak daerah melalui serangkaian terobosan program visioner. Misalnya, layanan jemput bola melalui mobil pajak keliling. Juga, pemberian reward bagi wajib pajak.

Ini harus kita upayakan terus, tegas Aryun di kantor DPRD Bantul pekan lalu.

Kendati begitu, politikus PDI Perjuangan ini mengingatkan, masih ada terobosan yang lebih visioner lagi. Terutama dalam optimalisasi PBB-P2. Menurutnya, tidak semua perekonomian warga Bumi Projotamansari mapan. Banyak yang masih berada di garis kemiskinan. Sehingga mereka butuh upaya ekstra untuk bisa membayar PBB-P2. Nah, kondisi sebagian warga yang masih kurang beruntung ini membutuhkan kehadiran pemkab. Caranya dengan membebaskan kewajiban membayar PBB-P2, ucapnya.

Aryun menegaskan, pemkab perlu menyusun formulasi untuk menggulirkan kebijakan humanis itu. Caranya dengan membuat beberapa klasifikasi PBB-P2. Sebab, klasifikasi PBB-P2 selama ini hanya dua. Yakni, objek pajak dengan nilai di atas Rp 1 miliar dan di bawah Rp 1 miliar. Dua formulasi klasifikasi ini tidak memungkinkan untuk mengeluarkan kebijakan pembebasan PBB-P2 bagi warga kurang mampu.

Lalu, bagaimana formulasinya? Aryun menyebut, klasifikasi PBB-P2 disusun berjenjang. Misal, jenjang pertama berupa objek pajak dengan nilai di bawah Rp 200 juta. Lalu, jenjang berikutnya objek pajak dengan nilai di bawah Rp 400 juta. Rata-rata objek pajak di bawah Rp 400 juta merupakan milik warga kelas menengah ke bawah. Nah, yang untuk kelas menengah ke bawah atau khusus warga kurang mampu dibebaskan, ujarnya.

Aryun menyadari kebijakan ini berpotensi mengurangi pendapatan daerah. Karena itu, kebijakan ini perlu dibarengi dengan menaikkan tagihan PBB-P2 objek pajak kelas kakap. Misal, pabrik, gudang, kompleks perumahan, hingga perkantoran. Sehingga, hasilnya sebagai subsidi silang untuk PBB-P2 warga kurang mampu. Target pendapatan juga tidak berkurang, katanya.

Aryun tak menampik kebijakan ini memang berat. Lantaran membutuhkan perangkat sumber daya manusia yang tidak sedikit. Hanya, Aryun berpendapat pemerintahan Abdul Halim Muslih Joko Purnomo bakal memperoleh apresiasi dari rakyat jika berani menggulirkannya. Sebab, kebijakan ini sangat keren, ingatnya.

Terlepas dari itu, Aryun juga mendorong BKPPAD terus melakukan pemutakhiran basis data PBB-P2. Lantaran banyak data objek PBB-P2 yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Misal, bangunan gudang yang masih terdata sebagai sawah. Perusahaan misinya profit oriented. Jadi, wajib mematuhi aturan, tegasnya.

Seperti PBB-P2, Aryun juga menyinggung wajibnya persetujuan bangunan gedung (PBG) untuk seluruh bangunan. Menurutnya, ketentuan itu memang harus dipatuhi. Lantaran perintah peraturan perundang-undangan. Hanya, pemkab juga tak boleh menutup mata dengan nasib warga kurang mampu. Aryun meyakini, banyak rumah di Kabupaten Bantul yang dibangun tidak sesuai prosedur. Misalnya, tanpa melalui pengajuan izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT) dan PBG. Pemilik rumah berani membangun lantaran kepepet. Daripada mengontrak rumah atau tinggal di indekos, tuturnya.

Menurutnya, warga kurang mampu harus didampingi sekaligus diberikan edukasi. Tujuannya, agar mereka mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, mereka juga tidak merasa keberatan. Mungkin untuk sekarang mereka boleh tanpa PBG, tapi ke depan mereka l harus mengurusnya kalau ingin membangun rumah lagi, tambahnya. (*/zam/ila)

Topik Menarik