Kebaya Encim Bikin Wanita Indo Belanda dan Peranakan China Jatuh Cinta
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Batik hingga kini masih disebut sebagai pakaian formal. Walau awalnya kain batik hanya boleh digunakan kalangan ningrat, kultur itu diubah setelah para perajin batik di Kampung Kauman Yogyakarta memodifikasi model motifnya, sehingga batik bisa dipakai semua kalangan.
Sayangnya, kita semakin jarang melihat ibu-ibu menggunakan batik kecuali ketika sedang bekerja. Padahal sampai 1950-an kain batik mendominasi busana wanita Indonesia dengan baju kebayanya. Bahkan, para wanita Indo Belanda dan Cina sehari-hari kala itu juga berkain batik dan berkebaya hingga dikenal istilah kebaya encim dengan kain batiknya.
Meskipun kini sudah jarang digandrungi para ibu, tapi ratusan koleksi kain batik yang sudah berusia ratusan tahun dapat kita saksikan di Museum Tekstil, Jl Karet Satsuit Tubun (dulu Jl Petamburan) No 4, Jakarta Barat. Museum yang diresmikan almarhumah Tien Soeharto pada 28 Juni 1976 lalu ini mengetengahkan koleksi kain tradisional dari berbagai daerah Indonesia dengan dominasi kain batik.
Sampai tahun 1970-an daerah Karet Tengsin dan Setiabudi (Jakarta Pusat) serta Palmerah (Jakarta Barat) menjadi salah satu industri kain batik di ibukota. Sebagian besar industri dan perajin batik itu kini sudah bangkrut.
Kebaya telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Kebaya encim atau kebaya nyonya mulai muncul sebagai akulturasi dari berbagai budaya, salah satunya budaya Tionghoa.
Kebaya encim masuk ke Indonesia bersamaan dengan derasnya gelombang imigrasi penduduk Tionghoa ke Tanah Air imbas dari perdagangan. Kebaya ini digemari perempuan peranakan, yakni anak yang lahir dari orang tua campuran Tionghoa dan pribumi.
Meski serupa, kebaya Indonesia dan kebaya encim memiliki perbedaan. Selain dihiasi bordiran penuh warna, kebaya encim punya pasangan baju dalaman atau kutang dengan bordir atau sulaman pada bagian pinggiran yang senada. Hal ini berbeda dengan kebaya Jawa yang biasanya polos tanpa bordiran atau sedikit bordiran.
Mimika Kota Paling Toleran di Papua, Menag: Identitas Keagamaan dan Kebangsaan Berjalan Beriringan!
Kebaya ecim umumnya akan digunakan dengan memadukan kain batik pesisir yang memiliki warna menyala.
TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.










