Investasi Mata Uang Kripto Bisa Jadi akan Semakin Lumrah

Investasi Mata Uang Kripto Bisa Jadi akan Semakin Lumrah

Nasional | republika | Sabtu, 19 Februari 2022 - 11:54
share

Investasi pada mata uang kripto atau cryptocurrency masih terbilang baru, tetapi sudah menarik perhatian masyarakat terutama saat transaksi keuangan yang dilakukan secara online meningkat drastis akibat pandemi Covid-19. Saat ini terdapat sekitar 16 ribu mata uang kripto yang telah beredar dalam pasar mata uang digital. Mata uang kripto yang paling populer adalah Bitcoin, Litecoin, dan Ethereum.

Dikutip dari ZDNet pada awal Februari 2022, saat ini terdapat sekitar 16 ribu mata uang kripto yang telah beredar dalam pasar mata uang digital. Popularitasnya pun dibuktikan lewat sejumlah masyarakat yang telah terlibat dalam pasar cryptocurrency.

Saat ini, ada sekitar empat persen populasi dunia atau sekitar 300 juta orang yang telah menggunakan cryptocurrency. Jumlah itu pun diyakini akan terus menggelembung dalam beberapa tahun ke depan.

Sebuah perusahaan konsultan dan riset teknologi bernama Gartner pun telah memproyeksikan, pada 2024 nanti, setidaknya ada 20 persen perusahaan besar yang akan menggunakan mata uang digital untuk pembayaran dan agunan.

Chief Executive Officer (CEO) Indodax Oscar Darmawan menilai berinvestasi aset kripto ke depan tidak menutup kemungkinan akan menjadi semakin mainstream atau lumrah di masyarakat Indonesia. Menurut Oscar dalam keterangan pada Sabtu, 19 Februari 2022, di masa pandemi Covid-19 hingga saat ini, tren berinvestasi aset kripto semakin menjamur.

Keunggulan mata uang kripto

Aset kripto adalah salah satu bentuk aset digital. Kata kripto sendiri berasal dari kata kriptografi yang merupakan teknologi untuk menyembunyikan informasi tertentu dengan algoritma matematika. Dengan kriptografi dapat mengamankan aset yang dimiliki.

Aset kripto bisa digunakan untuk banyak hal, mulai dari membeli kopi, tiket pesawat, mobil, atau bahkan sekadar mengirimkannya ke teman dan keluarga di luar negeri.

Saat menggunakan aplikasi dompet digital yang banyak digunakan saat ini, diperlikan otoritas sentral untuk memverifikasi transaksi. Otoritas ini juga memutuskan apakah boleh atau tidak boleh membelanjakan uang itu. Beberapa layanan dapat membekukan akun seseorang jika dianggap perlu.

Aset kripto, di sisi lain, bekerja tanpa otoritas sentral. Jadi uang dapat langsung ditransaksikan antara pengguna tanpa ada lembaga penengah. Tidak ada otoritas sentral berarti memiliki kebebasan untuk menyimpan, mengirim atau menerima uang.

Penetrasi investasi aset kripto mayoritas diisi oleh orang-orang dengan rentang usia 21-35 tahun. Investor aset kripto diyakini akan berasal dari penduduk kota dengan jumlah populasi yang lebih sedikit dari penduduk di kota besar.

"Hal ini masih perlu proses, utamanya proses edukasi. Bagaimana langkah-langkah yang tepat untuk memulai berinvestasi aset kripto, mengenal kripto yang akan dipilih, bagaimana cara memilih aset kripto yang benar, tentu harus digaungkan terus menerus," ujar Oscar.

Terkait hal tersebut, lanjut Oscar, Indodax akan terus berkomitmen untuk terus mengedukasi para investor pemula yang baru terjun ke kripto. Hal itu penting mengingat beberapa ekosistem blockchain yang berkaitan erat dengan aset kripto, seperti decentralized finance, NFT, dan metaverse, semakin banyak digandrungi.

"Teknologi ekosistem kripto ini dengan cepat mulai diterima masyarakat Indonesia. Tentunya, kita semua berharap teknologi blockchain dapat membuat Indonesia menjadi setara dengan negara maju lainnya," kata Oscar.

Kripto kian berkembang di Indonesia

Sebagai platform jual beli (marketplace) aset kripto, Indodax hingga Februari 2022 telah memiliki member sebanyak lima juta orang. Angka itu setara dengan 45 persen dari total keseluruhan investor aset kripto di Indonesia yang hingga Desember 2021 tercatat sebanyak 11 juta orang.

Oscar mengatakan, jika dibandingkan tahun lalu, jumlah member mengalami kenaikan sebesar 104 persen. Begitu pula dengan trader aktif serta token yang tercatat di Indodax yang mengalami kenaikan.

Sebelumnya, Bappebti Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan bahwa jumlah investor aset kripto di Indonesia hingga akhir 2021 mencapai 11 juta orang. Angka itu jauh lebih besar dibandingkan jumlah investor di pasar modal berbasis Single Investor Identification (SID) yang jumlahnya mencapai 7,48 juta investor.

Adapun akumulasi nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada 2021 mencapai Rp 859,45 triliun atau rata-rata per hari sebesar Rp2,3 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan penghimpunan dana di pasar modal yang pada periode yang sama hanya mencapai Rp 363,3 triliun.

Selain itu, analis dan Vice President Gartner, Avivah Litan, juga memperkirakan bahwa utilitas mata uang kripto akan meningkat signifikan dalam tiga hingga lima tahun ke depan karena mata uang kripto akan digunakan dalam pembayaran ritel. Artinya, mata uang kripto tak lagi hanya digunakan sebagai sarana investasi dan sarana lindung nilai terhadap inflasi serta sebagai alternatif emas.

Meskipun, ia juga mengungkap bahwa sistem dalam decentralized finance atau DeFi telah menarik sejumlah perusahaan untuk terlibat. "Dana lindung nilai yang menggunakan mata uang kripto semakin besar. Saat ini terdapat perusahaan yang menggunakan cryptocurrency dengan rasio sebesar 0,08 persen dari total aset," kata Avivah.

Peningkatan popularitas cryptocurrency di kalangan perusahaan juga dibuktikan oleh sejumlah survei yang menyebut bahwa sarana lindung nilai terhadap inflasi yang menggunakan mata uang kripto dalam lima tahun ke depan akan naik signifikan. Diperkirakan, nilai totalnya akan berada pada level tujuh persen dari total aset.

Tak hanya perusahaan, sejumlah negara juga mulai melirik blockchain dan crypto sebagai instrumen dalam kebijakan moneternya. Saat ini, ada 83 negara yang telah melakukan eksperimen lewat Central Bank Digital Currencies (CBDC).

Meskipun, penerapan mata uang kripto juga masih dihantui oleh oknum yang melakukan penipuan dan penyalahgunaan. Tapi, beragam stakeholder telah berupaya untuk menekan itu dan membuat Gartner meyakini kasus kriminal yang menggunakan mata uang kripto bisa turun 30 persen pada 2024.

Hal ini pun telah dibuktikan pada 2021 di mana aktivitas terlarang dalam mata uang kripto volumenya hanya sektiar 0,15 persen. Ini merupakan fakta yang menggembirakan mengingat volume aktivitas terlarang pada 2020 berada pada kisaran 0,62 persen.

Penerapan kripto beragam

Di satu sisi, non-fungible token (NFT) juga dinilai jadi aset kripto yang menjanjikan. Apalagi, NFT juga dilibatkan dalam permainan gim lewat gamification NFT sehingga utilitas NFT bisa meningkat. Gartner memperkirakan, peran NFT akan terlihat pada 2026 dalam mendongkrak nilai dari suatu perusahaan.

Apalagi, penerapannya tak hanya terbatas pada game tapi juga pada olahraga, layanan keuangan, media sosial, dan sektor manufaktur. NFT pun dinilai bisa jadi sarana pemasaran digital yang efektif dalam berbagai sektor tersebut.

Seiring berjalannya waktu, penerapan mata uang kripto yang kian masif juga akan ditunjang oleh ekosistem dalam metaverse atau dunia virtual. Gartner menilai, meteverse bisa jadi sarana untuk mempertemukan antara industri ritel dengan mata uang kripto.

Meskipun, Avivah menilai penerapan metaverse yang optimal masih membutuhkan waktu beberapa tahun lagi sembari memberi kesempatan kepada masyarakat untuk merasakan manfaat dari aktivitas belanja dengan mata uang digital di metaverse.

Di satu sisi, Pendiri SPiCE VC, Tal Elyashiv mengatakan, penerapan metaverse juga akan sangat bergantung pada perkembangan infrastruktur penunjang. Menurut pendiri perusahaan pengelola modal ventura yang berfokus pada blockchain itu, salah satu hal yang sangat mempengaruhi pertumbuhan metaverse adalah infrastruktur jaringan yang cepat dan stabil.

"Kondisi ini sama seperti pada masa awal internet dimana kita membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuka lampiran dalam email," kata Tal Elyashiv. Oleh karena itu, perlu revolusi teknologi sehingga metaverse bisa diakses dengan mudah dan lancar.

Topik Menarik