Buruh DIJ Tolak Permenaker Pencairan JHT

Buruh DIJ Tolak Permenaker Pencairan JHT

Nasional | radarjogja | Kamis, 17 Februari 2022 - 07:39
share

RADAR JOGJA Buruh di DIJ tetap menolak seluruh isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang menyebutkan dana jaminan hari tua (JHT) bisa dicairkan ketika peserta berusia 56 tahun.Para buruh pun mendesak peraturan itu segera dicabut.

Kami menolak seluruh isi dari Permenaker Nomor 2 dan itu hampir seluruh serikat buruh di seluruh DIJ. Segera dicabut sebelum itu sebelum berlaku Mei 2022, tandas Juru bicara Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIJ Irsad Ade Irawan kepada Radar Jogja Rabu (16/2).

Dikatakan, asalnya JHT merupakan uang milik pekerja yang dipotong setiap bulan. Bukan uang subsidi murni dari pemerintah dan tidak perlu menunggu usia 56 tahun untuk dicairkan, sehingga tidak perlu diatur dengan syarat yang membebani seperti itu.

Diketahui, penghitungan JHT adalah sebesar 5,7 persen dari upah pekerja, di mana 2 persen dibebankan kepada pekerja dan 3,7 persen oleh pemberi kerja. Memang secara konsep JHT sebaiknya digunakan untuk hari tua, namun uang pekerja adalah hak pribadi dan seharusnya bisa diambil sesuai kebutuhan.

Terlebih bagi pekerja yang diputus kontraknya oleh perusahaan dan tidak bekerja lagi, maka aturan itu sangat membebani. Jadi menurut kami itu sesat cara berfikirnya. Memang secara konsep jaminan hari tua digunakan untuk hari tua. Namun yang kita kritiki, metode pelaksanaannya. JHT itu kan iuran dari buruh, jadi buruh nabung. Bukan dari sebuah skema negara di mana negara itu mensubsidi bagi seluruh lansia yang telah berumur 56 tahun, jelasnya.

Pesimistis JKP Berjalan Baik

Penolakan juga diperjuangkan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIJ. Melalui ketuanya Ruswadi, KSPI menilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu memberatkan pekerja. Oleh karena itu, KSPSI berharap aturan itu bisa dicabut dan tetap menggunakan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Selasa (15/2) KSPSI DIJ berangkat ke Cianjur mengikuti kegiatan kongres nasional. Saya sudah menyampaikan kepada pimpinan induk organisasi KSPSI agar tuntutan diteruskan ke Mahkamah Konstitusi. Untuk permenaker yang bermasalah, kami harap bisa dianulir, ungkap Ruswadi Rabu (16/2).

Dia menuturkan, penundaan pencairan JHT hingga usia 56 tahun sangat merugikan pekerja. Bilamana pekerja berhenti atau terkena PHK di usia 30 tahun, itu artinya harus menunggu 26 tahun lagi untuk pencairan. Padahal begitu keluar dari pekerjaan, semestinya uang JHT dapat dimanfaatkan untuk modal kebutuhan hidup selanjutnya. Misalnya untuk berwirausaha.

Itu kan hak pekerja, sumbernya dari gaji. Semestinya dibayarkan lebih cepat, terangnya. Lanjut dia, sesuai peraturan lama JHT bisa di cairkan sebulan setelah berhenti bekerja.

Dikatakan, berdasarkan informasi induk KSPSI, JHT jika ditotal seluruh pekerja Indonesia sudah terkumpul hampir Rp 55 triliun. Menurutnya, munculnya kebijakan baru ini patut dipertanyakan. Dia menduga latar belakang kebijakan itu muncul karena negara mengalami devisit anggaran.

Dikhawatirkan anggaran ini dapat dimanfaatkan negara untuk kepentingan lain, meski sifatnya hanya meminjam. Misalnya digunakan untuk pembangunan jalan tol, perumahan rusunawa, dan sebagainya diambilkan dari JHT, ucapnya.
Menanggapi masalah ini, Ketua Komisi D DPRD Sleman Muhammad Arif Priyo Susanto berpendapat lain. Dia justru mendukung kebijakan Menaker Ida Fauziah. Arif mengatakan, sudah sepantasnya JHT dipersiapkan untuk tabungan hari tua, agar tidak kelabakan masalah kesejahteraan. Diberikannya pun di usia tua bagi para pekerja.

Dia berpesan agar pekerja tidak terlalu khawatir dan memahami betul aturan itu. Sebab, begitu pekerja keluar dari perusahaan, akan ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang mem-backup-nya. Program JKP ini perhitungannya, 45 persen dari upah pekerja dalam tiga bulan pertama dan sebesar 25 persen pada tiga bulan berikutnya.

Sementara itu, pekerja buruh ketik asal Maguwoharjo Ajeng Prameswari, 36, menilai apa yang dilakukan pemerintah kepada pekerja atas aturan JHT terbaru merupakan zalim. Meskipun pemerintah menjanjikan JKP bagi yang kehilangan pekerjaan, dia pesimistis aturan itu dapat berjalan dengan baik.

Uang kerja, hak kami. Kenapa membutuhkan harus usia itu, jika alasannya dana pensiun bukan seperti itu caranya. Saya usul dana pensiun pakai program lain, kata Ajeng menolak keras pemberlakuan aturan baru JHT.

Terpisah, Sekretaris Provinsi (Sekprov) DIJ Kadarmanta Baskara Aji mengatakan perlunya kajian mendalam terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dengan mempertimbangkan kondisi pekerja. Perlu dilakukan kajian mendalam tentang untung ruginya kita memberikan JHT pada usia tua atau JHT saat dia kehilangan pekerjaan, ujarnya.

Pasalnya, apabila ada karyawan yang diberhentikan dari pekerjaannya sewaktu-waktu dan belum mendapatkan pekerjaan pengganti, tentu membutuhkan anggaran untuk melanjutkan hidup dengan menggunakan JHT yang bisa dicairkan. Kalau dia kena PHK, usia masih muda sementara belum punya penghasilan lain kan diarep-arep nggo nyambung urip (diharapkan untuk menyambung hidup, Red), ujarnya. (cr4/mel/laz)

Topik Menarik