Usir Dirut BUMN Anggota DPR Jangan Belagu

Usir Dirut BUMN Anggota DPR Jangan Belagu

Nasional | rm.id | Selasa, 15 Februari 2022 - 08:50
share

Anggota DPR lagi doyan mempertontonkan kegemarannya ngusir mitra kerja saat rapat. Setelah Komisi VIII DPR mengusir Sekjen Kemensos Harry Hikmat saat rapat, kemarin giliran Komisi VII DPR ngusir Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy Karim. Atas kasus ini, anggota DPR diingatkan jangan belagu dan mudah kesinggung.

Pengusiran Silmy Karim ini terjadi saat Komisi VII DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP), di Senayan, kemarin. RDP ini dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Haryadi. RDP ini beragendakan meminta penjelasan Silmy mengenai pabrik baja Blast Furnace yang mangkrak, impor baja, hingga progres smelter di Kalimantan Selatan. Awalnya, RDP berjalan adem. Sampai akhirnya Bambang menyinggung salah satu proyek BUMN baja itu.

"Tadi, dibilang ini (Blast Furnace) unik. Dagelan saja pagi-pagi, kata politisi Partai Gerindra ini, sinis.

Bambang lalu menyinggung pernyataan Silmy bahwa pabrik baja Blast Furnace unik. Krakatau Steel akan untung dengan punya pabrik ini, karena produksinya juga meningkat. Namun, proyek yang sudah mulai pada 11 Juli 2019 itu, malah mangkrak.

"Ini gimana, pabrik blast furnace dihentikan, tapi mau memperkuat produksi dalam negeri. Ini jangan maling teriak maling. Jangan kita ikut bermain pura-pura nggak ikut bermain," cetus Bambang.

Mendengar ini, Silmy langsung menyanggah. "Maksud maling bagaimana?" ucapnya.

Mendapat sanggahan Silmy, Bambang lalu membeberkan dugaan kasus pemalsuan SNI yang diduga dilakukan pengusaha Kimin Tanoto, yang kasusnya sempat ditangani Polda Metro Jaya. Kimin Tanoto merupakan anggota Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA). Silmy merupakan ketua di organisasi ini.

"Kalau dengan cara-cara begini, kasus baja yang ada di Polda Metro, sampai sekarang mana? Kami minta penjelasannya! Itu salah satu anggota Anda," ucapnya, dengan nada meninggi.

Silmy menyangkal. Dia mengatakan, tidak bisa memberi penjelasan karena hadir sebagai Dirut Krakatau Steel, bukan Ketua IISIA.

Jawaban Silmy ini bikin Bambang jengkel. "Betul (Anda sebagai Dirut Krakatau Steel). Anda tolong hormati persidangan ini. Ada teknis persidangan. Kok kayaknya Anda nggak menghargai Komisi? Kalau sekiranya Anda nggak bisa ngomong di sini, Anda keluar," ucapnya, mengusir Silmy.

Silmy tak mau debat lagi. Dia memilih mengikuti saja omongan Bambang. "Kalau memang harus keluar, ya kita keluar," jawabnya.

Mendengar itu, Bambang malah semakin naik pitam. "Anda merasa hebat. Anda sudah jawab, Anda ingin keluar. Silakan keluar," ucapnya, lantang.

Melihat situasi panas, Anggota Komisi VII DPR, Adian Napitupulu turun tangan. Dia menyarankan agar digelar rapat lain dengan mengundang semua pihak agar seluruh permasalahan impor industri baja dapat diinvestigasi, tidak hanya sepihak, tapi dari sisi regulator juga.

"Rapat ini belum komplet. Kalau rapat ini mau tertutup, panggil pihak-pihak yang lain. Misal Kemenkeu. Kenapa banyak baja impor yang masuk? Apa yang didapat dari pajak impor? Karena semua saling terkait. Kita tidak bisa sepihak menyalahkan mereka yang jadi trader. Regulator harus dikumpulkan," usul politisi PDIP ini.

Mendengar ini, Bambang melunak. Pengusiran terhadap Silmy pun batal.

Pantaskah Anggota DPR ngusir-ngusir mitra kerja saat rapat? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah geleng-geleng kepala dengan peristiwa itu. Dia melihat, saat ini anggota DPR sering menjadi pemarah, intimidatif, bahkan mengusir mitra kerjanya dari pembahasan materi rapat. Sebelum Silmy, DPR juga sudah beberapa kali mengusir mitra kerja yang diundang rapat ke Senayan.

"Seperti tidak memahami fungsi kerja dan wewenang parlemen. Tentu memprihatinkan jika kualitas parlemen hanya keras suara, tetapi minim substansi," ujar Dedi, saat dihubungi Rakyat Merdeka , tadi malam.

Menurutnya, arogansi semacam ini harus dikritik. Tujuannya, agar anggota DPR sadar bahwa eksistensinya untuk menciptakan solusi dari semua persoalan negara. Sebab, baik buruknya tata kelola pemerintah tergantung pada kualitas pengawasan hingga produk legislasi yang dihasilkan DPR.

Agar DPR tidak lagi belagu, dia mengusulkan, hak imunitas Dewan ditiadakan. Dengan begitu, sikap dan kinerja DPR lebih terarah serta terkendali. Tidak berbicara seenaknya dan kasar saat dalam rapat.

"Tanpa imunitas, DPR akan jauh lebih baik. Mereka tidak akan sewenang-wenang, terutama terhadap martabat kemanusiaan," pungkas Dedi. [ MEN ]

Topik Menarik