Bus Tak Kuat di Tanjakan Menuju Breksi dan Becici
RADAR JOGJA Salah seorang penumpang selamat dari kecelakaan di Bukit Bego adalah Danarto. Ayah dua anak ini mengungkapkan, bus sudah mengalami dua kali kendala sebelum kecelakaan maut. Pertama di Tebing Breksi, Sambirejo, Prambanan, Sleman dan saat menuju Bukit Becici, Muntuk, Dlingo, Bantul.
Dengan suara lemas Danarto membeberkan, rombongannya terdiri atas keluarga trah pemilik dan karyawan pabrik konveksi PT Adiva Sukoharjo.
Rombongan ini memang merencanakan rekreasi di beberapa obwis di DIJ. Berhubung tujuan yang Malioboro tidak jualan, jadi dipindah ke Tebing Breksi, ujarnya saat diwawancarai di ruang rawatnya, R Al-Araaf 15 PKU Muhammadiyah Bantul, Senin (7/2).
Saat mendaki jalanan menanjak, Danarto menilai, bus seperti sudah tidak kuat. Bus keluaran tahun 2008 ini pun sudah beberapa kali mengalami perombakan. Kedua, dari Breksi mau ke Becici, ada tanjakan, itu sempat mati mesin. Tapi saya kurang tahu lokasi tepatnya, sebutnya.
Kendati mati mesin, sopir ternyata masih mampu mempertahankan rem. Saat kejadian itu, Danarto melihat persis bagaimana upaya yang dilakukan sopir. Sebab, dia duduk di antara sopir dan kernet. Kemungkinan mesin seharusnya dipindah ke persneling, tapi enggak, paparnya.
Pada situasi ini, suasana penumpang bus sudah riuh. Penumpang histeris dan sudah ingin turun. Sementara sopir, menurutnya, sudah gerogi mencari kunci cadangan. Dilihatnya kernet bus segera turun, kendati belum ada perintah. Mungkin kernet sudah tahu kalau ini ada problem, ucapnya.
Pada upaya kedua, sopir berhasil menyalakan bus. Namun rem tampak sudah tidak pakem. Lantaran Danarto merasakan bus turun perlahan. Terus sopir teriak (pada kernet, Red) suruh cari balok. Ternyata dapat batu. Penumpang kan semakin histeris, saya suruh keluarga sak trah keluar, katanya.
Setelah semua penumpang turun, sopir berhasil mengendalikan bus. Selang 10 menit, Danarto mendengar percakapan sopir dan kernet yang mengatakan bahwa filter bus kotor. Di mana seharusnya diperbaiki. Terus kernet bilang, satu minggu sebelumnya sudah ke sini. Jadi nggak apa-apa. Sudah dipakai. Terus sopir kelihatan biasa. Tapi kok saya lihat gimana, kata Danarto.
Rombongan ini berwisata di Pucak Becici sekitar dua sampai tiga jam. Tiba sekitar pukul 09.00-10.00 sampai pukul 12.00. Setelah itu mereka makan dan bersiap ke tujuan selanjutnya, yaitu Pantai Parangtritis. Sampai hutan pinus, berkelok tinggi mulai kejadian, bus agak kelihatan tidak baik, ucapnya.
Posisi keluar hutan, kecepatan mesin tinggi. Saya lihat, kecepatan bus masuk gigi tiga. Ketika menuruni jalan Imogiri-Dlingo, diperkirakan bus masuk gigi empat. Sopir sudah mulai nggak konsen. Mau pindah porsneling sudah nggak berfungsi. Mau pindah rem lagi, dikocok-kocok sudah nggak bisa. Sudah, itu bus meluncur terus, cecarnya.
Seingat Danarto, bus menabrak tiga kali. Dalam keadaan panik, sopir tidak membanting setir ke kiri karena jurang. Sementara kalau lurus, di depannya ada pikap membawa pasir. Dia ke kanan, itu nggak bontang-banting. Langsung ambil tebing, langsung bunyi duk, kaca pecah. Saya terlempar keluar. Masuk selokan, ujarnya.
Di dalam selokan, Danarto sadar, dirinya tertimpa beberapa orang penumpang. Dia berusaha merayap dari tindihan. Dicarinya dua anak, istri, dan mertuanya. Saya tidak mikir saya ini (memiliki luka kening, Red). Alhamdulillah mereka selamat, lontarnya. (fat/laz)










