Margiono, Wartawan Yang Penuh Humor

Margiono, Wartawan Yang Penuh Humor

Nasional | rm.id | Rabu, 2 Februari 2022 - 06:50
share

Oleh : Pof . Tjipta Lesmana
Peraih
Anugerah Press Card No 1 PWI Pusat

Salah satu ciri khas almarhum H. Margiono, Ketua Umum PWI Pusat 2 periode, adalah pembawaannya yang sederhana, selalu ceria, juga humoris.

Mungkin tidak ada jurnalis Indonesia, kecuali Margiono, yang mampu mengocok perut Presiden RI dengan leluasa, tanpa beban, Ibu Megawati Soekarnoputri dan Jokowi pun berhasil dibuat tertawa terbahak-bahak. Kok bisa? Karena konten candanya sama sekali tidak mengandung unsur look down apalagi menghina yang dijadikan obyek candanya.

Syahdan, pada acara Peringatan Hari Pers Nasional di Batam, beberapa tahun yang lalu, waktu hampir menunjukkan dimulainya acara, toh belum juga ada tanda-tanda Presiden Jokowi dan rombongan VIP memasuki ruangan acara. Semua undangan sudah menunggu di kursi masing-masing, termasuk sejumlah Duta Besar/Perwakilan negara sahabat.

Lama-kelamaan para undangan gelisah campur kesal. Datang tidak Kepala Negara? Panitia/MC tidak memberikan pengumuman apapun. Pada saat yang kritis, tiba-tiba diumumkan Bapak Wakil Presiden R.I., Jusuf Kalla segera memasuki ruangan. Baru sadar hadirin bahwa Jokowi tidak hadir, diwakilkan oleh Wakil Presiden.

Dalam kata sambutannya, Margiono selaku Ketua Umum PWI Pusat langsung menembakkan pelurunya ke arah JK dan Presiden Jokowi (meski tidak hadir) dengan melantunkan sebuah lagu dangdut yang sangat popular ketika itu maaf saya lupa nama penyanyi itu Aduh sakit - sakit sekali hatiku , sakit sekali hatiku (Margiono sambil mengurut-urutkan dadanya), karena menunggu-nunggu Jokowi tidak juga datang!

Seluruh hadirin yang memadati ruang acara, termasuk Pak JK, tertawa terbahak-bahak! Wajah JK tampak kebingungan dikritik oleh Margiono.

Menurut Margiono, dalam sejarah PWI, tidak pernah Presiden RI tidak hadir pada acara HPN sebagai wujud penghormatan dan kerjasama Presiden dengan PWI sebagai mitra pemerintah yang dekat.Kenapa ini kali Presiden Jokowi begitu tega tidak memenuhi undangan PWI Pusat?

Tahun berikutnya, Ketika HPN berlangsung di Padang, Jokowi memohon maaf seraya memberikan narasi apa sebab ia tidak bisa hadir pada acara HPN tahun sebelumnya.

Bukan merendahkan PWI. Bagaimana saya berani merendahkan PWI, wong saya paling takut dengan Margiono .!"

Grrrrrr, hadirin tertawa terbahak-bahak, giliran Margiono yang ditohok secara canda oleh Presiden.

Pernyataan Presiden memperingati HPN Ketika itu praktis berisikan dialog blak-blakan antara dirinya dengan Pak Margiono selaku Ketua Umum PWI Pusat.

Dia tanya beberapa wartawan senior: Media mana yang menurut Anda paling keras kritiknya terhadap pemerintah? Tatkala pertanyaan tersebut ditujukan kepada Margiono, ia kelihatan sedikit gelagap. Mas Margiono tidak bisa jawab kan? Wong, saya selalu deg-degan setiap kali membaca berita utama Rakyat Merdeka , Geger lagi khalayak terbahak-bahak!

Saya berkenalan dengan Pak Margiono sekitar 10 tahun yang lalu. Setelah bincang-bincang sebentar, ia minta saya menulis kolom di RM .

Berani RM muat tulisan saya? Kenapa tidak? Saya senang dengan tulisan Mas Tjipta yang seger-seger.

Sejak itu saya rutin menulis di koran ini. Setahun kemudian, kami bertemu lagi di satu acara diskusi di Solo. Margiono minta saya lebih sering mengisi RM , kalau bisa seminggu sekali lha.

Margiono menepis keras tudingan bahwa RM anti-Jokowi. Pemerintah harus dikritik. Kritik itu tanda cinta kita pada pemerintah. Yang tidak boleh, dan pantangan buat RM adalah menghina Presiden. Kami tidak pernah melakukannya !

Dalam berbagai acara PWI, Margiono tampil memberikan sambutan. Ia tidak pernah baca teks waktu pidato. Pernyataannya di panggung mengalir begitu saja, dan selalu memancing tawa hadirin.

Kadang saya berpikir di mana beliau belajar guyon , begitu hebat dan jenaka tohok-tohokannya, sehingga ilmu komunikasi Margiono mungkin lebih efektif dari Aristoteles yang terkenal dengan teori ELP-nya: Ethos , Logos dan Pathos .

Di acara apa pun, ia selalu mengenakan baju berwarna putih, lengan pendek, tidak pernah dimasukkan dalam celana (mungkin karena bobotnya yang agak besar), santai sekali, dan amat-amat jarang melihat beliau mengenakan dasi atau pakai jas!

Sebagai sosok yang lama berkecimpung dalam dunia pers, berita bahwa Margiono ikut Pilbup pemilihan Bupati Tulungagung mengejutkan saya. Margiono mau jadi Bupati? For what ? Porsi beliau sebetulnya Menteri, bukan Bupati, pikir saya.

Pertanyaan ini saya ajukan langsung ketika bertemu 4 mata. Ceritalah beliau: Ibu saya yang minta. Kata Ibu, saya sudah berhasil meraih segalanya. Hanya satu yang yang belum, memajukan kampung halaman kita.

Margiono menyatakan terkejut, dan enggan menjawab awalnya. Tapi karena beberapa kali permintaan itu datang dari Bunda yang sangat dicintainya, hatinya luluh juga.

Dalam berbagai pertemuan pribadi di kantor PWI Pusat, saya kerap mendapat masukan dan wejangan dari Margiono, bagaimana menjadi jurnalis yang baik dan bagaimana menjalankan roda organisasi PWI serta Dewan Pers.

Beliau juga yang mendorong saya agar menerbitkan buku berisikan kumpulan-kumpulan artikel saya di RM maupun media lain. Karena terlalu banyak jumlah artikel itu, maka saya kumpulkan tulisan-tulisan yang dimuat di harian RM . Semburan Kritik Yang Pedas begitu judul final buku tersebut setelah berdiskusi dengan beliau, diterbitkan oleh RM Press .

Selama 2 tahun terakhir, saya jarang sekali berkomunikasi dengan Pak Margiono; selalu sibuk sehingga kontak saya tidak bisa dibalas.

Diam-diam rupanya beliau sibuk mengurus perusahaan yang masih dibawah satu payung dengan RM Group . Namun, samar-samar saya dengar Margiono rutin bertemu Presiden Jokowi yang memintanya memberikan brief tentang situasi negara.

Yang jelas, hubungan Presiden dengan ex. Ketua Umum PWI ini cukup mesra. Suatu ketika berita sudah santer bahwa beliau diangkat untuk jadi humas proyek persiapan pembangunan Ibu Kota baru.

Sekitar 4 hari yang lalu, saya terkejut mendapat WA dari Ibu Ratna yang memberitahukan saya kondisi kesehatan Pak Margiono yang makin merosot. Lama tidak dengar kabar beliau, kok tiba-tiba dikatakan makin merosot kondisi kesehatannya?

Selasa pagi, sekitar 09:02 WIB, kabar yang mengejutkan dan menyedihkan itu pun datang bak halilintar di siang hari bolong: H. Margiono dipanggil Allah Yang Maha Baik.

Saya kehilangan guru yang baik, sederhana dan rendah hati. Seluruh jajaran pers nasional niscaya kehilangan sosok yang begitu tinggi dedikasinya.

Beristirahatlah dengan tenang Pak Margiono. Semoga arwah beliau diterima di sisi Allah Yang Maha Baik. Amiin.(*)

Topik Menarik