Omicron Meluas, Cakupan Vaksinasi Jadi Indikator Penentu Level PPKM

Omicron Meluas, Cakupan Vaksinasi Jadi Indikator Penentu Level PPKM

Nasional | jawapos | Senin, 31 Januari 2022 - 12:42
share

JawaPos.com Varian Omicron dari Covid-19 terus bertambah setiap hari. Kasus Covid-19 pun memecahkan rekor pasca libur Natal dan Tahun Baru hingga 12 ribu orang sehari pada Minggu (30/1). Maka seluruh daerah diminta untuk mengevaluasi level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), termasuk DKI Jakarta yang selama sepekan terakhir selalu menyumbang separuh beban kasus Covid-19 nasional.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan PPKM jelas penting untuk merespons Omicron. Dalam respons Omicron, menurutnya semua negara tak perlu melakukan lockdown. Sebab hampir semua negara sudah melaksanakan vaksinasi.

Efektivitasnya tak perlu lockdown. Ini bicara cakupan vaksin, imunitas coverage, kata Dicky kepada JawaPos.com, Senin (31/1).

Lalu bicara Indonesia, kata dia imunitas atau vaksinasi dalam konteks Jawa-Bali sudah cukup optimal. Namun untuk menentukan level PPKM pada daerah-daerah, kata dia, jika bicara Omicron tergantung pada landscape imunitas provinsi dan daerah tersebut.

PPKM level 3-4 itu akan tergantung pada landscape imunitas. Tergantung daerah itu. Jika masih 20 persen yang baru vaksin 2 dosis, lalu kasusnya tinggi, maka jangan level 1 dan 2 lah, tegas Dicku.

Kalau Jawa Bali cukup lah ya, punya modal dasar imunitas, tambahnya.

Akan tetapi saat ini menurutnya pemerintah harus mulai mengejar dan mempercepat booster hingga vaksinasi pada kelompok yang baru memulai vaksin. Salah satunya adalah anak-anak.

PPKM harus direview di masing-masing daerah. Data dilihat dari cakupan vaksinasi, perkembangan dari infeksi itu sendiri tracing dan testing, ungkapnya.

Dengan melihat semakin tingginya kasus Covid-19 di tengah meluasnya Omicron, Dicky menegaskan level 1 PPKM tidak aman jika diterapkan untuk seluruh nasional. Minimal suatu daerah atau provinsi menerapkan PPKM level 2.

Level 1 berbahaya. Setidaknya levelnya ada di level 2 ya. Namun sekali lagi kita harus melihat konteks beban di faskes. Kita harus konsisten. Kalaupun meningkat bagaimana dengan vaksinasinya. Bagaimana beban di faskes atau reproduksi case dan case fatality rate atau angka kematiannya, tutup Dicky.

Topik Menarik