Sukses Catat Kinerja Positif Sepanjang 2021 Mantap Nih, BNI Raup Laba Rp 10,89 Triliun

Sukses Catat Kinerja Positif Sepanjang 2021 Mantap Nih, BNI Raup Laba Rp 10,89 Triliun

Nasional | rm.id | Kamis, 27 Januari 2022 - 08:20
share

Sepanjang tahun 2021, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI berhasil mencatat kinerja positif. Hal itu dibuktikan dari perolehan laba Rp 10,89 triliun, atau tumbuh 232,2 persen year on year (yoy). Kenaikan ini sampai tiga kali lipat dari profit tahun 2020.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, pencapaian laba bersih ini dihasilkan dari Pendapatan Operasional Sebelum Pencadangan (PPOP), yang tumbuh kuat 14,8 persen year on year (yoy). Sehingga mencapai Rp 31,06 triliun.

Kinerja BNI 2021 sangat menggembirakan. Raihan laba bersih ini mampu melampaui ekspektasi pasar, kata Royke dalam acara Public Expose Kinerja BNI Tahun 2021 secara virtual, kemarin.

Royke menegaskan, pencapaian ini menjadi yang tertinggi yang pernah dihasilkan BNI. Bahkan lebih tinggi dari pendapatan operasional sebelum pandemi.

Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui monitoring , penanganan dan kebijakan yang efektif membuat cost of credit menjadi 3,3 persen.

Kenaikan pendapatan operasional bank dihasilkan dari pertumbuhan kredit yang sehat, yakni 5,3 persen yoy menjadi Rp 582,44 triliun. Lalu ada Net Interest Margin (NIM) yang tangguh di level 4,7 persen. Serta pendapatan berbasis komisi ( Fee Based Income /FBI), yang pada akhir 2021 tercatat tumbuh 12,8 persen yoy.

BNI percaya masih terdapat ruang untuk terus tumbuh ke depannya, ucap Royke.

Menurut dia, pendorong utama kredit selama 2021 adalah penyaluran di sektor business banking . Terutama pembiayaan ke segmen korporasi swasta yang tumbuh 7,6 persen yoy menjadi Rp 180,4 triliun. Lalu, segmen large commercial yang tumbuh 10,4 persen yoy menjadi Rp 40,9 triliun.

Kemudian segmen kecil juga tumbuh 12,9 persen yoy, dengan nilai kredit Rp 95,8 triliun. Secara keseluruhan, kredit di sektor business banking ini tumbuh 4,5 persen yoy menjadi Rp 482,4 triliun.

Di sektor konsumer, kredit terbesar yang tumbuh adalah kredit payroll , naik 18,3 persen yoy menjadi Rp 35,8 triliun. Dan di sektor kredit kepemilikan rumah ( mortgage ) tumbuh 7,7 persen yoy menjadi Rp 49,6 triliun. Secara keseluruhan kredit konsumer tumbuh 10,1 persen yoy menjadi Rp 99 triliun.

Karenanya, mantan bos Bank Mandiri ini optimistis, pada 2022 bisnis BNI akan tumbuh lebih agresif dari tahun sebelumnya. Ini terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5 persen-6 persen yang berdampak positif ke beberapa sektor ekonomi.

Kredit BNI ditargetkan bisa tumbuh 7 persen hingga 10 persen di kuartal I-2022. Penguatan manajemen risiko, terutama platform digital akan terus dilakukan, yakin Royke.

Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menambahkan, peran pendapatan non-bunga juga tergolong semakin kuat pada pencapaian 2021. FBI pada akhir 2021 tumbuh 12,8 persen yoy menjadi sebesar Rp 13,64 triliun.

FBI pada 2021 didukung oleh fee consumer dan fee business banking yang masing-masing tumbuh 6 persen dan 10,7 persen yoy. Sehingga menandai pemulihan yang kuat dibandingkan tahun sebelumnya, jelas Novita.

Sementara, pertumbuhan kredit ditopang oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai Rp 729,17 triliun atau tumbuh 15,5 persen yoy. Dan membawa BNI pada situasi likuiditas yang sangat mencukupi dan jauh melampaui pertumbuhan kredit tahun lalu.

Dana murah atau CASA ( Current Account Saving Account ) BNI juga masih mendominasi DPK, yaitu terjaga pada level 69,4 persen dari seluruh DPK.

CASA terdongkrak hingga 17,1 persen yoy menjadi Rp 506,06 triliun. Pertumbuhan dana murah ini mendorong perbaikan cost of fund dari 2,6 persen pada akhir 2020 menjadi 1,6 persen di 2021.

Tak hanya mencatat laba positif pada 2021, BNI juga sukses membukukan kinerja pembiayaan segmen hijau. Di mana portofolio hijau tercatat Rp 172,4 triliun, atau 29,6 persen dari total portofolio kredit BNI.

Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada menjabarkan, pembiayaan hijau ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat. Yakni, melalui pembiayaan segmen kecil dengan total portofolio mencapai Rp 117 triliun.

Selebihnya digunakan untuk kebutuhan pembangunan ekosistem lingkungan hijau, energi baru terbarukan. Serta pengelolaan polusi dan pengelolaan limbah, ujar David, dalam kesempatan yang sama.

Dia menuturkan, kinerja pembiayaan hijau yang positif dan didukung kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, serta praktik Tata Kelola Perusahaan yang unggul, mendorong peningkatan rating Environmental, Social and Governance (ESG) BNI dari MSCI (Morgan Stanley Capital International) menjadi A sejak November 2021.

Rating A saat ini menjadi yang tertinggi di antara perbankan Indonesia. Sekaligus menegaskan posisi kami sebagai pioneer dalam implementasi keuangan berkelanjutan, terang David.

Akuisisi Bank Digital

Tahun ini, lebih lanjut Royke menjelaskan, tahun ini pihaknya bakal terus agresif. Hal tersebut ditandai dengan aksi korporasi yang akan dilakukan BNI. Bank berlogo 46 ini bakal mengakuisisi bank kecil dengan modal inti di bawah Rp 2 triliun, yakni PT Bank Mayora.

Saat ini, Bank Mayora memiliki modal inti sekitar Rp 1,2 triliun. Padahal menilik aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ketentuan wajib bank minimal memiliki modal inti Rp 2 triliun pada 2021 dan Rp 3 triliun pada 2022.

Kami sudah mencapai kesepakatan, mudah-mudahan tahun ini bisa aktif dan terwujud. Nanti Bank Mayora akan difokuskan menjadi bank digital yang menyasar segmen UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), ungkap Royke.

Menurutnya, masih banyak potensi UMKM yang belum tergarap maksimal. Untuk itu, segmen ini harus digarap secara cost yang rendah namun metode digital potensi yang besar.

Royke bilang, rencanannya bank digital tersebut akan disiapkan melantai di bursa lewat mekanisme penawaran saham perdana ( Initial Public Offering /IPO).

Saat ini sedang menuju proses persetujuan. Terkait penamaan bank digital nanti, sekarang kami masih diskusikan dengan partner teknologi BNI, memikirkan bagaimana bisnis modelnya nanti, jelas Royke.

Senada dengan Royke, Novita memastikan, BNI bakal mencaplok sekitar 63,9 persen saham Bank Mayora lewat mekanisme pembelian saham baru dan saham lama. Nilai transaksi ini ditaksir mencapai Rp 3,5 triliun. Sementara sisa saham 36,08 masih dimiliki oleh PT Mayora.

Keseluruhan ini akan didanai oleh pendanaan internal BNI dari laba ditahan yang mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, jelas Novita.

Secara total, nilai dana yang dikeluarkan BNI sebanyak Rp 3,5 triliun, terdiri dari Rp 3 triliun untuk menyerap saham baru Bank Mayora. Dan Rp 500 miliar untuk mengakuisisi saham International Finance Corporation (IFC) di Bank Mayora. [DWI]

Topik Menarik