Membumikan Sensitivitas Gender dan Anak

Membumikan Sensitivitas Gender dan Anak

Nasional | republika | Selasa, 25 Januari 2022 - 16:14
share

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengajak semua elemen membumikan sensitivitas gender dan anak. Baik organisasi kemasyarakatan, akademisi maupun masyarakat secara luas.

Ia mengatakan, untuk sikapi situasi darurat kekerasan seksual, upaya-upaya telah dilakukan. Termasuk, mendorong terbentuknya payung hukum dalam bentuk UU TPPKS sebagai usaha pembaruan hukum yang komprehensif di tengah sistem hukum Indonesia.

Dengan harapan sistem hukum bisa tumbuh sistematis menyeluruh, mampu mencegah, melindungi, memulihkan dan memberi akses pemberdayaan korban kekerasan seksual. Ada pula layanan pengaduan nasional melalui sahabat perempuan dan anak Sapa 129.

Memastikan terbentuknya kelembagaan di daerah yang berkontribusi langsung dalam perlindungan perempuan dan anak. Memastikan ketersediaan SDM yang kompeten untuk melakukan pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan di tiap-tiap wilayah.

Memberi bantuan sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang berasal dari keluarga tidak mampu. Apalagi, dalam beberapa kasus kekerasan, khususnya seksual, korban ada dalam kondisi tidak berdaya karena finansial kurang baik.

"Yang berdampak kepada ketergantungan korban ke pelaku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," kata Bintang saat menyampaikan pidato kunci di webinar yang digelar Pusat Studi Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (25/1).

Antisipasi, Kementerian PPPA sendiri menghadirkan bantuan pemenuhan spesifik anak. Kemensos menghadirkan program-program atensi, bansos dan dukungan dunia usaha. Kemudian, percepatan pembentukan UPT PPPA provinsi dan kabupaten/kota.

Menambah jumlah SDM-SDM profesional, peningkatan kapasitas SDM pendamping dan penegak hukum. Serta, meningkatkan integrasi layanan pengaduan Sapa 129 di semua provinsi, kabupaten/kota mempercepat respon kasus kekerasan perempuan dan anak.

Meningkatkan pencegahan primer, sekunder dan tersier melalui dorongan kepala daerah, mempercepat sinergitas OPD, menyediakan sarpras umum bagi anak. Meninjau kembali hukum dan praktek budaya yang melanggengkan kekerasan perempuan dan anak.

Mengaudit lembaga pendidikan berasrama dalam hal-hal pemenuhan hak pengasuhan pendidikan, pemanfaatan waktu luang, partisipasi anak dan kebijakan keselamatan anak. Mengalokasikan pemberdayaan ekonomi kepada orang tua atau keluarga korban.

"Dalam rangka memutus mata rantai kekerasan kepada anak di lingkup keluarga akibat alasan ekonomi," ujar Bintang.

Kementerian PPPA turut menggelontorkan dana alokasi khusus nonfisik kepada 34 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Berbagai usaha ini terus didorong dan dilakukan untuk mewujudkan suatu sistem perlindungan perempuan dan anak yang efektif.

Mulai dari tingkat daerah hingga nasional baik dari segi jumlah maupun kualitas.

Ia mengingatkan, kekerasan seksual merupakan isu kompleks, sehingga penanganan membutuhkan keterlibatan dari semua pihak dengan kerangka berpikir yang sama.

Bahwa, lanjut Bintang, kekerasan seksual merupakan kejahatan luar biasa karena merenggut kemerdekaan seorang manusia. Maka itu, ia berharap partisipasi dari Muhammadiyah, Aisyiyah dan akademisi melengkapi upaya-upaya yang ada.

Menguatkan perlindungan hak perempuan dan anak lingkup organisasi, institusi pendidikan maupun masyarakat secara luas. Karenanya, ia mengajak membumikan sensitivitas gender dan hak anak dalam tiap-tiap langkah, aturan dan program.

"Sehingga, kita bisa memutus kultur-kultur yang melanggengkan praktek kekerasan. Saatnya kita ciptakan lingkungan aman dan nyaman, khususnya bagi perempuan dan anak selaku kelompok rentan untuk tumbuh berkembang dan mencapai potensi maksimalnya," kata Bintang.

Topik Menarik