Omicron, Akhir Pandemi?

Omicron, Akhir Pandemi?

Nasional | jawapos | Rabu, 19 Januari 2022 - 19:50
share

OMICRON adalah varian baru SARS-CoV-2 yang menjadi variant of concern (VOC) saat ini. Karena memang dari hasil penelitian, varian ini memiliki daya tular yang meningkat daripada varian Delta. Perkembangan Omicron yang terus meningkat itu memunculkan kekhawatiran terjadi gelombang baru pandemi Covid-19.

Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkap karakteristik Omicron dan selalu dibanding-bandingkan dengan varian Delta yang merupakan varian ganas dari Covid-19. Sebab, varian Delta tidak hanya memiliki daya tular yang tinggi, tapi juga tingkat keparahan yang ditimbulkan lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya.

Data yang berhasil dikumpulkan saat ini, berdasar hasil penelitian banyak ahli di dunia, Omicron adalah varian dengan daya tular tinggi, tetapi gejalanya lebih ringan jika dibandingkan dengan varian Delta. Tetapi, bukti itu belum cukup kuat untuk menyatakan bahwa Omicron tidak seberbahaya Delta.

Menurut hasil riset dari LKS Faculty of Medicine Universitas Hongkong (2021), varian Omicron dapat menggandakan (memperbanyak diri) 70 kali lebih cepat daripada varian Delta dan SARS-CoV-2 asli Wuhan di bronkus manusia. Itulah yang mungkin menjelaskan mengapa Omicron dapat menularkan lebih cepat antarmanusia daripada varian sebelumnya. Sementara itu, Omicron jauh lebih sulit menginfeksi sel di jaringan paru-paru daripada varian Delta maupun versi asli virus korona yang kali pertama diidentifikasi di Wuhan, Tiongkok. Dengan begitu, tingkat keparahan yang muncul lebih rendah karena ketidakmampuan bertahan dan merusak sel-sel paru.

Sama halnya dengan varian lain, Omicron menyebar dari hidung dan mulut melalui tetesan pernapasan dari jarak dekat dan melalui partikel virus yang melayang di udara dan dapat bertahan cukup lama. Terutama di tempat dengan ventilasi yang buruk.

Selain itu, kunci dalam mengukur tingkat persebaran virus adalah memperkirakan berapa banyak orang lain yang akan mendapatkan virus dari satu orang yang terinfeksi. Dalam pandemi yang sedang berlangsung, para ilmuwan mencoba untuk menangkap perkiraan itu sebagai angka reproduksi efektif (Rt). Nilai Rt bergantung pada efek kekebalan orang lain, pola cuaca musiman, intervensi kesehatan masyarakat, dan batasan lain pada penularan virus. Rt dapat berubah dari menit ke menit bergantung pada kondisi host (manusia), lingkungan, serta upaya intervensi.

Afrika Selatan sebagai negara pertama yang menemukan kasus Omicron melaporkan bahwa pada awal November, Rt di negara tersebut telah stabil pada nilai di bawah 1 yang menandakan kasus benar-benar turun selama periode ketika Delta dominan. Namun, kemudian Rt meningkat tiba-tiba pada pertengahan November. Angkanya lebih besar dari 2 di sebagian besar negara dan melebihi 2,5 di provinsi padat penduduk Gauteng serta Provinsi KwaZulu-Natal dan Mpumalanga di negara tersebut.

Sementara itu, Inggris telah melaporkan Rt 3,7 untuk Omicron itu sendiri dan infeksi Omicron meningkat dua kali lipat setiap tiga hari. Di India, kasus pertama Omicron terdeteksi selama minggu pertama Desember dengan riwayat perjalanan dari Afrika Selatan. Setelah itu, terjadi peningkatan tajam dalam perkembangan harian kasus Omicron dengan dominasinya di komunitas dari 1,8 persen menjadi 54 persen. Diperkirakan akan menjadi varian Omicron 100 persen pada Januari.

Ternyata, varian Omicron telah terdeteksi di lebih dari 140 negara, termasuk di Indonesia yang total kasusnya mencapai 500 didominasi DKI Jakarta dan termasuk 8 kasus di wilayah Jatim (Jawa Pos, 17/1/2022). Omicron menyebar dengan cepat di beberapa negara, termasuk Inggris, Denmark, dan Norwegia. Di Amerika Serikat, varian tersebut telah terdeteksi di 50 negara bagian dan di Washington DC dengan persentase di atas 70 persen varian Omicron dari keseluruhan kasus positif.

Peningkatan kemampuan replikasi virus itu juga mungkin mengubah karakter Omicron yang lain, yaitu masa inkubasi menjadi lebih pendek dalam dua hingga tiga hari setelah infeksi. Kita tahu masa inkubasi varian Delta adalah sekitar empat hari dan varian asli Wuhan memiliki masa inkubasi sekitar lima hari di seluruh populasi umum. Dengan demikian, dominasi varian Omicron di beberapa negara terjadi dalam waktu singkat, sekitar 24 minggu dapat menggantikan varian Delta yang membutuhkan waktu tiga bulan sehingga menjadi varian dominan.

Dari data itu yang kemudian memunculkan banyak prediksi bahwa varian Omicron segera menggantikan dominasi varian Delta. Dan, mungkin saja Omicron dapat mempercepat akhir pandemi, jika memang terbukti benar bahwa Omicron dengan tingkat penularan yang tinggi dan infeksi ringan dapat menggantikan jenis virus lain yang menyebabkan infeksi lebih parah, misalnya varian Delta.

Tetapi, yang perlu diingat adalah upaya intervensi jauh lebih baik dibandingkan dengan membiarkan infeksi tersebut terjadi. Sebab, sifat virus tidak pantang menyerah dan mudah beradaptasi di dalam host (manusia) sehingga ada potensi memunculkan mutasi-mutasi baru. Tentunya kita tidak dapat memprediksi bagaimana karakteristik varian baru yang muncul, apakah lebih berbahaya atau tidak.

Dengan pandemi Covid-19 yang cukup lama lebih dari dua tahun ini, kita lebih siap dalam melakukan surveilans dan mitigasi terhadap varian baru yang muncul, terutama dengan perubahan karakteristik virus yang lebih ganas. Virus dengan varian atau tidak, berbagai upaya intervensi yang telah dilakukan saat ini, antara lain 3T (testing, tracing, dan testing); 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan); dan vaksinasi, masih menjadi kombinasi yang sangat kuat untuk menghentikan persebaran Covid-19. Tentunya harus dilakukan secara disiplin dan konsisten sampai pandemi selesai. Termasuk, strategi penguatan upaya intervensi merupakan bentuk adaptasi kita sebagai host dari varian virus.

Berdasar laporan penelitian (British Medical Journal, 26 Desember 2021), orang yang sudah divaksin komplet dua dosis dapat menurunkan tingkat keparahan sekitar 70 persen untuk kasus Omicron. Meskipun, penelitian terkait hasil netralisasi antibodi yang terbentuk dari dua dosis berkurang lebih dari 50 persen. Dengan begitu, saat ini dalam melawan Omicron, dibutuhkan penguatan antibodi dengan vaksinasi booster. Berdasar hasil penelitian, terjadi peningkatan perlindungan menjadi sekitar 6575 persen setelah mendapatkan suntikan booster. Artinya, adaptasi kita dengan booster vaksin dan disiplin protokol kesehatan 3M dalam melawan adaptasi penting sampai betul-betul virus Covid-19 dapat diberantas tuntas dari muka bumi. Semoga.


*) LAURA NAVIKA YAMANI, Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan ketua Research Center on Global Emerging and Re-emerging Infectious Diseases ITD Unair

Topik Menarik