Penjabat, Hindari Penyakit Ini!

Penjabat, Hindari Penyakit Ini!

Nasional | rm.id | Minggu, 9 Januari 2022 - 06:42
share

Sebanyak 272 Penjabat Kepala Daerah perlu dijauhkan, setidaknya, dari dua penyakit. Pertama, korupsi. Kedua, politisasi.

Rombongan para Penjabat itu akan menggantikan kepala daerah yang akan mengakhiri masa jabatannya pada 2022 dan 2023. Tujuh di antaranya gubernur. Termasuk nama-nama yang santer disebut sebagai bakal capres.

Tekanan politisasi dan godaan korupsi, bisa menghampiri para Penjabat kepala daerah. Waktu setahun atau dua tahun sebagai penjabat pengganti gubernur, walikota atau bupati, bisa mengubah si Penjabat.

Tekanan dan godaan politik bias datang dari para politisi atau parpol. Karena, orang politik tentu ingin sukses di Pilpres, pemilihan DPR/DPRD serta pilkada serentak 2024.

Siapa dan seperti apa Penjabat kepala daerah yang akan ditunjuk Presiden dan Mendagri, bisa berdampak terhadap hasil pemilu atau pilkada serentak 2024. Apakah dia dekat dengan parpol tertentu? Apakah dia bisa disetir? Atau, dia punya agenda politik sendiri?

Satu contoh, potensi politisasi APBN atau APBD. Bantuan penanganan Covid-19 serta pemulihan ekonomi, dana desa, dana hibah APBD, bantuan jaminan hidup, bantuan sembako, serta bantuan sosial lainnya, pasti diperebutkan. Seperti gula yang dikerubuti semut. Bagaimana mengawasinya?

Tentu ada yang berusaha mempengaruhi Penjabat Gubernur, Walikota atau Bupati supaya dananya diarahkan ke simpatisan atau kader parpol atau ormas tertentu.

Dana yang diserahkan ke masyarakat tersebut bisa diakui sebagai bantuan parpol. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ada yang ditempeli foto calon tertentu dengan pose senyuman manisnya.

Nebeng bansos bisa menjadi ajang kampanye untuk menarik hati pemilih. Pengalaman sebelumnya, menjelang Pilkada, gelontoran dana hibah juga meningkat pesat.

Bantuan dari negara yang diklaim sebagai bantuan pribadi atau parpol tertentu bisa mengundang keributan. Pasti gaduh.

Karena itu, 272 Penjabat Kepala Daerah yang akan ditunjuk Presiden dan Mendagri perlu dijauhkan atau menjauhkan diri dari politisasi jabatan.

Ini penting, karena beberapa tahun ke depan, bangsa ini membutuhkan kepemimpinan yang bisa memulihkan kembali ekonomi akibat hantaman pandemi Covid-19. Bukan yang mengobok-obok daerah dengan politisasi atau polarisasi.

Kedua, godaan korupsi yang datang dari oligarki daerah. Mereka sudah mengakar. Punya pengaruh besar. Oligarki daerah pasti ingin mempertahankan cengkeramannya. Terutama terhadap proyek-proyek yang menggunakan dana pemerintah. Disinilah peluang untuk melobi para Penjabat Kepala Daerah.

Sebelum sampai ke sana, lobi yang utama dan terutama dilakukan terhadap Mendagri. Sebagai pihak yang menunjuk Penjabat kepala daerah, posisi Mendagri sangat penting dan menentukan.

Karena itu, hati-hati memilih. Hati-hati menjabat. Kalau salah pilih, atau salah jalan, para Penjabat bisa tergelincir. Bisa jadi pasien KPK. Bisa menggoyang stabilitas daerah. Nama tercoreng, karier pun hancur. Apalagi penguasa 2024 belum jelas: orang kita atau bukan.

Topik Menarik