Bagaimana Hukum Mencium Kaki Guru? Simak Penjelasannya

Bagaimana Hukum Mencium Kaki Guru? Simak Penjelasannya

Muslim | okezone | Jum'at, 18 April 2025 - 07:48
share

JAKARTA - Bagaimana hukum mencium kaki guru dalam ajaran Islam. Perihal ini menjadi perbincangan setelah tayangnya film asal Malaysia berjudul Bidaah. 

Film itu mengangkat kisah soal sekte sesat fiktif, yang dipimpin bernama Walid. Jalan cerita film itu menyoroti praktik-praktik keagamaan menyimpang yang dibalut pengaruh spiritual berlebihan. 

Jihad Ummah sendiri dalam serial tersebut digambarkan sebagai sebuah sekte fiktif yang mencerminkan realitas kelompok-kelompok keagamaan ekstrem yang sering kali mengaburkan batas antara ketaatan dan kesesatan.  

Dalam film tersebut, ada adegan para pengikut mencium kaki Walid sebagai bentuk penghormatan. Mereka yakin air bekas rendaman kaki sang pemimpin dapat membawa keberkahan, karena dianggap berasal dari guru spiritual mereka.

Hukum Cium Kaki Guru

Lalu bagaimana hukumnya mencium kaki guru? Berikut penjabarannya, sebagaimana melansir laman NU Online, Jumat (18/4/2025): 

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) pernah ditanya perihal hukum berbagai bentuk penghormatan yang lazim dilakukan dalam interaksi sosial, seperti berjabat tangan, mencium tangan, kaki, atau kepala, serta membungkukkan badan dan berdiri untuk menghormati seseorang.   

Kemudian beliau menjawab berjabat tangan dengan orang yang baru datang hukumnya sunnah. Begitu juga mencium tangan, kaki, atau kepala juga diperbolehkan, bahkan hukumnya juga sunnah kepada orang yang memiliki keutamaan seperti orang alim, orang saleh, atau seseorang yang memiliki kemuliaan nasab.   

Sedangkan membungkukkan badan dengan merendahkan punggung hukumnya makruh. Adapun berdiri untuk menyambut atau menghormati orang yang mulia seperti yang telah disebutkan, hukumnya sunnah. Pendapat ini sebagaimana beliau catat dalam kitab kumpulan fatwanya:   

وَسُئِلَ: ما حُكْمُ الْمُصَافَحَةِ وَتَقْبِيلِ الْيَدِ وَالرِّجْلِ وَالرَّأْسِ وَالِانْحِنَاءِ بِالظَّهْرِ وَالْقِيَامِ؟ اُبْسُطُوا الْجَوَابَ. فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ: الْمُصَافَحَةُ لِلْقَادِمِ سُنَّةٌ وَكَذَا تَقْبِيلُ ما ذُكِرَ من نَحْوِ عَالِمٍ وَصَالِحٍ وَشَرِيفِ نَسَبٍ وَالِانْحِنَاءُ بِالظَّهْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقِيَامُ لِمَنْ ذُكِرَ سُنَّةٌ هذا مَذْهَبُنَا

Artinya, “(Ibnu Hajar Al-Haitami) pernah ditanya: ‘Apa hukum berjabat tangan, mencium tangan, kaki, kepala, membungkukkan badan, dan berdiri (untuk menghormati seseorang)? Mohon jelaskan jawabannya secara terperinci.   

Kemudian ia menjawab: ‘Berjabat tangan dengan orang yang datang hukumnya sunnah. Demikian pula mencium tangan, kaki, atau kepala, apabila itu ditujukan kepada seorang alim, orang saleh, atau seseorang yang memiliki kemuliaan nasab.   

Adapun membungkukkan badan dengan merendahkan punggung, hukumnya makruh. Sedangkan berdiri untuk menghormati orang-orang yang disebutkan tadi, hukumnya sunnah. Inilah pendapat dalam mazhab kami (mazhab Syafi’i).” (Fatawal Fiqhiyyah Al-Kubra, [Beirut, Darul Fikr: t.t], jilid IV, halaman 247).   

Menurut Ibnu Hajar, itulah pendapat yang dianut dalam mazhab Syafi’i perihal bentuk-bentuk penghormatan lahiriah, seperti berjabat tangan, mencium tangan, kaki, atau kepala orang alim, saleh, dan yang memiliki kemuliaan nasab, serta berdiri untuk menghormati mereka. Semua praktik tersebut berhukum sunnah apabila dilakukan dalam konteks yang pantas dan benar perspektif syariat Islam.   

Lantas, siapa saja orang-orang yang berhak untuk mendapatkan penghormatan dan perlakuan seperti itu, seperti dicium tangannya, kaki, berdiri ketika ia datang dan lainnya (man yastahiqqu dzalik), selain para ulama dan orang-orang saleh sebagaimana disebutkan oleh Al-Ghazali di atas?   

 

Sayyid Murtadha Az-Zabidi mengatakan:  

أَوْ مَنْ يَسْتَحِقُّ ذَلِكَ بِأَمْرٍ دِيْنِيٍّ: كَشَيْخٍ مُسِنٍّ صَالِحٍ، شَابٍ فِي الْإِسْلاَمٍ، أَوْ شَيْخِهِ فِي الْعِلْمِ وَلَوْ كَانَ شَابًّا، أَوْ وَالِدِهِ، أَوْ وَالِدَتِهِ، وَالْعَمِّ بِمَنْزِلَةِ الْأَبِ   

Artinya: “Atau orang yang berhak atas hal itu karena urusan agama”, yaitu seperti seorang syekh (orang tua) yang sudah lanjut usia dan saleh, seorang pemuda dalam Islam, gurunya dalam ilmu walaupun masih muda, atau ayahnya, atau ibunya, dan paman (dari jalur ayah) yang kedudukannya seperti ayah.” (Ithafus Sadatil Muttaqin, [Beirut, Muassasah Tarikh Al-'Arabi: 1994], jilid VI, halaman 131).  

Dengan demikian dapat dipahami, hukum asal mencium tangan guru, mencium kakinya, termasuk juga orang berilmu lainnya, orang tua, dan orang saleh sebagaimana telah dijelaskan di atas, adalah boleh bahkan dianjurkan, selama dilakukan dalam koridor penghormatan yang bersumber dari nilai-nilai agama dan adab, sebagai bentuk penghormatan kepada pemilik ilmu, kebaikan, dan kemuliaan.

Namun, dalam kenyataan saat ini, makna luhur dari praktik penghormatan ini sering kali bergeser. Tidak sedikit yang menjadikannya sebagai alat eksploitasi simbolik atas nama agama.  

Walhasil, mencium kaki guru, orang berilmu, atau orang saleh pada dasarnya diperbolehkan dalam Islam, bahkan hukumnya sunnah bila dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan. Namun, hukum ini kerap disalahgunakan oleh sebagian pihak sebagai alat untuk menciptakan citra suci yang tak tersentuh, guna mengontrol dan mengelabui masyarakat awam, meraih kekuasaan, dan pemuasan nafsu semata. Wallahualam

Topik Menarik