Hukum Sholat dengan Kursi Kecil

Hukum Sholat dengan Kursi Kecil

Muslim | okezone | Rabu, 16 April 2025 - 21:28
share

JAKARTA - Hukum sholat dengan kursi kecil perlu diketahui kaum muslim. Itu terutama bagi mereka yang memang tidak dapat menjalankan ibadah sholat sebagaimana mestinya.

Saat sholat orang dituntut melaksanakan gerakan-gerakan sesuai dengan kemampuan fisiknya. Namun, dalam beberapa kondisi, ada individu yang mengalami kesulitan untuk duduk dalam posisi yang dianjurkan, seperti duduk iftirasy atau tawarruk, terutama bagi mereka yang memiliki masalah pada lutut, persendian, atau memiliki berat badan yang tinggi.   

1. Hukum Sholat dengan Kursi Kecil

Lalu, bagaimana hukumnya, sholat menggunakan kursi kecil? 

Melansir laman NU Online, Rabu (16/4/2025), dalam tata cara sholat, terdapat beberapa posisi duduk yang dianjurkan. Pada duduk di antara dua sujud, tasyahud awal, dan duduk istirahat, posisi yang utama adalah duduk iftirasy. Yaitu uduk dengan menempatkan punggung kaki kiri di bawah dan membentangkannya, sementara kaki kanan ditegakkan dengan ujung jari-jarinya mengarah ke kiblat. 

Dalam tasyahud akhir, posisi yang dianjurkan adalah duduk tawarruk. Yaitu, kaki kiri diselipkan di bawah kaki kanan, sementara pantat langsung menempel ke lantai.   

Ketentuan ini sejalan dengan kaidah dalam penjelasan Syekh Nawawi Banten:

   وَالضَّابِط أَن كل جُلُوس يعقبه حَرَكَة من سُجُود أَو قيام يسن فِيهِ الافتراش وكل جُلُوس يعقبه سَلام يسن فِيهِ التورك وَهُوَ كالافتراش لَكِن يخرج يسراه من جِهَة يمناه ويلصق ألييه بِالْأَرْضِ   

Artinya: “Kaidahnya adalah bahwa setiap duduk yang setelahnya ada pergerakan, baik menuju sujud maupun berdiri, disunnahkan menggunakan cara iftirasy. Sedangkan setiap duduk yang setelahnya diakhiri dengan salam, disunnahkan menggunakan cara tawarruk. Tawarruk ini serupa dengan iftirasy, tetapi kaki kiri dikeluarkan ke arah kanan, dan kedua pantat ditempelkan ke lantai.“ (Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr: tt], halaman 72).   

Ulama menjelaskan, perbedaan duduk iftirasy pada tasyahud awal dan tawarruk pada tasyahud akhir memiliki beberapa hikmah. Salah satunya adalah membantu mengingat jumlah rakaat sholat, sehingga menghindarkan dari kebingungan dalam menghitungnya.   

Selain itu, dalam tasyahud awal, yang dianjurkan untuk diperingan (tidak dipanjangkan), posisi iftirasy lebih memudahkan seseorang untuk berdiri kembali setelahnya. Sementara itu, dalam tasyahud akhir, yang disunnahkan untuk diperpanjang, posisi tawarruk lebih sesuai karena lebih stabil dan nyaman. Dengan duduk tawarruk, seseorang lebih mudah memperbanyak doa sebelum mengakhiri sholat.   

Imam An-Nawawi menjelaskan:  

قَالَ أَصْحَابُنَا: الْحِكْمَةُ فِي الِافْتِرَاشِ فِي التَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ وَالتَّوَرُّكِ فِي الثَّانِي أَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى تذكر لصلاة وَعَدَمِ اشْتِبَاهِ عَدَدِ الرَّكَعَاتِ وَلِأَنَّ السُّنَّةَ تَخْفِيفُ التَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ فَيَجْلِسُ مُفْتَرِشًا لِيَكُونَ أَسْهَلَ لِلْقِيَامِ وَالسُّنَّةُ تَطْوِيلُ الثَّانِي وَلَا قِيَامَ بَعْدَهُ فَيَجْلِسُ مُتَوَرِّكًا لِيَكُونَ أَعْوَنَ لَهُ وَأَمْكَنَ لِيَتَوَفَّرَ الدُّعَاءُ

Artinya: “Ulama kami Ashabus Syafi'i menjelaskan bahwa hikmah dari duduk iftirasy pada tasyahud awal dan tawarruk pada tasyahud akhir adalah agar lebih mudah mengingat jumlah rakaat shalat dan menghindari kebingungan dalam menghitungnya. Selain itu, karena kesunahan tasyahud awal adalah diperingan (tidak dipanjangkan), maka seseorang duduk dengan iftirasy agar lebih mudah untuk berdiri setelahnya.   

 

Sementara itu, tasyahud akhir disunnahkan untuk diperpanjang, dan tidak ada lagi berdiri setelahnya, sehingga lebih sesuai untuk duduk dengan tawarruk. Duduk dengan tawarruk lebih nyaman dan stabil, sehingga memudahkan seseorang untuk memperbanyak doa dalam tasyahud akhir.” (Al-Majmu’, [Mesir, Idarah Thaba’ah Al-Munirah: 1347 ], jilid III, halaman 451).

Namun, kedua posisi duduk tersebut hukumnya sunnah. Jika seseorang tidak dapat atau tidak melaksanakan posisi duduk tersebut secara sempurna, sholatnya tetap sah. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam tata cara sholat, menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing individu.  

Bagi orang yang uzur, seperti sakit atau usia lanjut, duduk dalam sholat baik dalam posisi iftirasy maupun tawarruk sebaiknya dilakukan dengan cara yang paling memungkinkan. Jika tidak mampu melakukannya secara sempurna, sholatnya tetap sah.  

Dapat disimpulkan, duduk dalam sholat dengan posisi iftirasy dan tawarruk adalah sunnah yang dianjurkan, bukan suatu kewajiban. Karena itu, bagi mereka yang mengalami kesulitan untuk duduk dalam posisi tersebut, seperti karena sakit, usia lanjut, atau kondisi fisik tertentu, diperbolehkan untuk menggunakan kursi kecil atau bantalan sebagai bantuan dalam sholat.    

Penggunaan alat bantu ini tidak membatalkan sholat, selama tetap berusaha menyesuaikan dengan kaidah-kaidah shalat sesuai kemampuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kemudahan dalam syariat Islam yang memberikan keringanan bagi orang-orang yang memiliki uzur. Dengan demikian, sholat tetap dapat dilakukan dengan khusyuk tanpa menghilangkan esensi dari tuntunan syariat. Wallahualam.  
 

Topik Menarik