7 Amalan Sunah di Bulan Syawal yang Mendatangkan Pahala Berlimpah

7 Amalan Sunah di Bulan Syawal yang Mendatangkan Pahala Berlimpah

Muslim | okezone | Rabu, 18 Mei 2022 - 13:13
share

BERIKUT ini 7 amalan sunah di bulan Syawal yang mendatangkan pahala berlimpah. Jangan sampai terlewat, karena keutamaannya sangat luar biasa besar.

Langsung saja, berikut ini 7 amalan sunah di bulan Syawal yang mendatangkan pahala berlimpah, sebagaimana dihimpun dari laman Muslimah.or.id .

1. Puasa enam hari

Disunahkan puasa enam hari di bulan Syawal. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Barang siapa berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun penuh." (HR Muslim)

2. Mengganti puasa sunah Syakban

Dianjurkan mengqadha puasa sunah Syakban di bulan Syawal. Imran bin Hushain radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seorang laki-laki, Apakah engkau berpuasa di awal, tengah, atau akhir bulan ini? Laki-laki tersebut menjawab, Tidak. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda, Apabila engkau telah merampungkan puasa Ramadan, berpuasalah dua hari sebagai pengganti puasa sunah yang terlewat." (HR Bukhari dan Muslim dengan lafazh Muslim)

Ibnu Hajar mengomentari, Hadits ini mengandung pensyariatan qadha puasa sunah. Termasuk di dalamnya puasa bulan Syakban bagi yang belum sempat mengerjakannya.

3. Meng-qadha iktikaf

Disunahkan mengganti iktikaf bagi mereka yang meninggalkannya di bulan Ramadan karena adanya udzur. Aisyah radhiyallahu anha menceritakan, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam senantiasa iktikaf di setiap bulan Ramadan. Jika beliau selesai Sholat Subuh, beliau masuk ke tempat khusus yang beliau gunakan untuk iktikaf. Suatu ketika, Aisyah meminta izin kepada Nabi untuk iktikaf dan Nabi pun mengizinkannya sehingga Aisyah memasang tenda untuk iktikaf. Tak lama kemudian, Hafshah mendengar kabar tersebut sehingga beliau pun ikut mendirikan tenda. Berita itu juga sampai ke telinga Zainab sehingga beliau pun membangun tenda yang serupa. Tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selesai Sholat Subuh, beliau melihat empat tenda. Beliau pun marah, Apa-apaan ini? Lantas disampaikan perbuatan ketiga istri tersebut kepada beliau. Beliau kembali bertanya, Faktor apa yang mendorong mereka melakukannya? Berharap kebaikan? Bongkar tenda-tenda itu! Aku tidak ingin melihatnya! Tenda-tenda tersebut akhirnya dibongkar. Nabi pun tidak iktikaf di bulan Ramadan tersebut dan menggantinya di sepuluh hari terakhir di bulan Syawal." (HR Bukhari)

Ibnu Bathal berpendapat, "Iktikaf di bulan Syawal dan di bulan lainnya hukumnya mubah bagi mereka yang ingin melakukannya."

4. Umrah

Dianjurkan berangkat umrah di bulan-bulan haji. Ibnu Abbas mengatakan, Dahulu kaum Quraisy berpandangan bahwa umrah di bulan-bulan haji termasuk kejahatan yang paling besar di muka bumi, mereka mengganti bulan Muharram menjadi bulan Shafar, dan mereka mengatakan, Apabila luka telah sembuh, bekas-bekas haji sudah hilang, dan bulan Shafar telah berlalu, maka baru dihalalkan umrah bagi mereka yang hendak mengerjakannya. Lantas, Nabi shallallahu alahi wa sallam dan para sahabatnya tiba di Mekah pada pagi hari ke-empat bulan Dzulhijjah. Mereka bertalbiyah untuk melaksanakan haji. Kemudian, Nabi memerintahkan mereka agar menggantinya menjadi umrah. Hal tersebut terasa berat bagi mereka sehingga mereka bertanya, Wahai Rasulullah, apa saja yang diperbolehkan? Beliau menjawab, Semuanya halal. (Muttafaqun alaih)

Sebab, sikap para sahabat tersebut adalah karena mereka menyangka terlarangnya umrah di bulan-bulan haji, padahal boleh melakukan umrah di bulan-bulan haji hingga hari kiamat. Tujuannya adalah membatalkan keyakinan Jahiliyah yang mengira bahwa umrah di bulan-bulan haji itu tidak diperbolehkan.

Qatadah mengatakan, Aku pernah bertanya kepada Anas, Berapa kali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam umrah? Beliau menjawab, Empat kali yaitu umrah Hudaibiyah di bulan Dzulqadah ketika beliau dihalangi oleh kaum musyrik, umrah di tahun berikutnya di bulan Dzulqadah ketika beliau berdamai dengan kaum musyrik, dan umrah Jiranah ketika beliau membagi harta rampasan perang Hunain. Aku pun kembali bertanya, Berapa kali beliau haji? Anas menjawab, Sekali. (HR. Bukhari).

Ibnu Hajar menyanggah, Akan tetapi, Said bin Manshur meriwatkan hadits dari Darawardi, dari Hisyam, dari bapaknya, dari Aisyah radhiyallahu anha, Nabi shallallahu alaihi wa sallam umrah sebanyak tiga kali, yaitu dua kali di bulan Dzulqadah, dan sekali di bulan Syawal. Sanadnya kuat. Diriwayatkan oleh Ibnu Malik dari Hisyam dari ayahnya secara mursal.

Namun, riwayat dengan lafazh di bulan Syawal berbeda dengan riwayat lain dengan lafazh di bulan Dzulqadah. Komprominya, Nabi umrah di akhir bulan Syawal dan di awal bulan Dzulqadah. Hal ini diperkuat dengan hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Mujahid dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah umrah kecuali di bulan Dzulqadah."