3 Syarat dan Ketentuan Jatuhnya Talak, Jangan Mudah Mengucapkannya

3 Syarat dan Ketentuan Jatuhnya Talak, Jangan Mudah Mengucapkannya

Muslim | okezone | Senin, 3 Januari 2022 - 20:30
share

SYARAT dan ketentuan jatuhnya talak sebaiknya diketahui setiap Muslim. Tujuannya agar tidak mudah mengucapkannya. Pasalnya ketika seorang suami sedang mengalami masalah rumah tangga dan keadaan emosi bisa saja tanpa sadar mengucapkan kata tersebut.

Sebagaimana dihimpun dari laman nu.or.id, Senin (3/1/2022), Ustadz M Tatam Wijaya, alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja, Sukabumi, sekaligus pembina Majelis Taklim Syubbanul Muttaqin Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat, menjelaskan bahwa layaknya sebuah akad, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga menjadi sah atau jatuh kendati tidak disadari orang yang menjatuhkannya.

Para ulama fikih melihat syarat dan ketentuan talak ini dari tiga aspek. Pertama, aspek yang menjatuhkan yaitu suami. Kedua, aspek yang ditalak yakni istri. Ketiga, aspek ungkapan atau redaksi talak.

 

1. Suami

Pihak yang menjatuhkan talak adalah suami yang sah, baligh, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri. Artinya, tidak sah seorang laki-laki yang menalak perempuan yang belum dinikahinya, seperti mengatakan, "Jika aku menikahinya, maka ia tertalak."

Demikian pula anak kecil dan orang yang hilang kesadaran akalnya, seperti karena tidur, sakit, tunagrahita, dan mabuk. Namun menurut Syekh al-Syairazi dalam kitab Al-Muhadzab, (Beirut: Darul Kutub, jilid 3, halaman 3) hilangnya kesadaran perlu dilihat penyebabnya.

Artinya: "Adapun orang yang tidak sadar, jika tak sadarnya karena sebab yang dimaafkan, seperti orang yang sedang tidur, tunagrahita, sakit, dan minum obat guna mengobati penyakitnya, sampai hilang kesadaran akalnya, atau dipaksa minum khamr sampai mabuk, maka ia tidak jatuh talaknya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam nash hadits tentang orang tidur dan orang tunagrahita. Maka kita analogikan saja yang lain kepada keduanya. Selanjutnya, jika seseorang hilang kesadaran akalnya karena sebab yang tidak dimaafkan, seperti orang yang minum khamr tanpa alasan sampai mabuk, atau minum obat tanpa ada kebutuhan, sehingga hilang kesadaran akalnya, maka menurut pendapat (nash) yang telah ditetapkan tentang orang mabuk, jatuhlah talaknya."

Begitu pula orang yang dipaksa menjatuhkan talak juga perlu dilihat paksaannya: apakah hak atau tidak. Jika paksaannya hak seperti paksaan hakim di pengadilan, maka talak yang dijatuhkannya adalah sah dan jatuh. Sama halnya dengan keputusan cerai yang telah diputuskan oleh hakim pengadilan.

Selanjutnya, Syekh al-Syairaji merinci kriteria paksaan tersebut: (1) pihak yang memaksa lebih kuat dari yang dipaksa, sehingga tak bisa ditolak; (2) berdasarkan dugaan kuat, jika paksaan itu ditolak, sesuatu yang ditakutkan akan terjadi; (3) paksaan akan diikuti dengan sesuatu yang lebih membahayakan, seperti pemukulan, pembunuhan, dan seterusnya.

Maka dalam kondisi demikian, ungkapan jelas seseorang yang menjatuhkan talak dianggap sebagai ungkapan sindiran. Jika diniatkan dalam hatinya, talaknya jatuh. Jika tidak diniatkan, talaknya tidak jatuh, sebagaimana yang diungkap oleh Syekh Muhammad ibn Qasim dalam Fathul Qarib (Semarang: Pustaka al-Alawiyyah, tanpa tahun, halaman 47)

Pertanyaannya, bagaimana dengan talak orang yang marah? Syekh Zainuddin al-Maibari, salah seorang ulama Syafii, menyatakan dalam Fathul Muin, (Terbitan Daru Ihya al-Kutub, halaman 112)

Artinya: "Para ulama sepakat akan jatuhnya talak orang yang sedang marah, meskipun ia mengaku hilang kesadaran akibat kemarahannya."

Original Source
Topik Menarik