Sambo Divonis Mati, Pakar: Itulah Keadilan yang Ditangkap oleh Hakim
JawaPos.com Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Porli Ferdy Sambo telah divonis pidana mati oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2) kemarin. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, hakim mampu bersikap independen dalam memutus perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Itulah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang ditangkap oleh majelis hakim. Hakim sudah secara jelas menyatakan bahwa tidak ada hal yang meringankan sama sekali, bahkan tak melihat penyesalan, karena itu hukumannya maksimal mati, kata Fickar kepada JawaPos.com , Selasa (14/2).
Vonis pidana mati itu lebih berat dari tuntutan seumur hidup sebagaimana yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU). Vonis lebih berat itu, karena hakim sangat mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan kepada Ferdy Sambo.
Selain pejabat kepolisian yang notabene penegak hukum, juga yang menjadi korbannya orang dekat yang menjaga keluarga dan dirinya. Karena itu majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal mati, karena tidak ada lagi yang meringankan, tegas Fickar.
Hukuman lebih berat juga dijatuhkan kepada Putri Candrawathi. Istri Ferdy Sambo itu divonis penjara 20 tahun karena terbukti terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
Meski demikian, memang kedua terdakwa mempunyai hak mengajukan upaya hukum banding dari vonis yang dijatuhkam Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena itu, Fickar juga menyebut hakim pengadilan tinggi pada tingkat banding nantinya mampu menangkap rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat.
Jadi sangat mungkin hakim pengadilan tinggi akan melihat dari perspektif yang lain. Ferdy Sambo sudah cukup lama mengabdi pada negara dengan beberapa prestasi, imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan, Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR serta sopirnya Kuat Maruf.
Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama, ucap Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2).
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati, sambungnya.
Selain pembunuhan berencana, hakim juga menyatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan anak buahnya, yakni Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, dan Irfan Widyanto.
Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP ayat (1) ke-1. Sambo juga dianggap bersama melakukan pidana tanpa hak atau melawan hukum yang membuat sistem elektronik tidak bekerja semestinya sesuai Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sementara itu, Putri Candrawathi, divonis hukuman penjara selama 20 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun, ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Hakim menyatakan bahwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.