Tak Ada Niat Jahat, Direksi Tak Bisa Dihukum Jika Perusahaan Merugi

Tak Ada Niat Jahat, Direksi Tak Bisa Dihukum Jika Perusahaan Merugi

Kriminal | jawapos | Minggu, 2 Oktober 2022 - 17:52
share

JawaPos. com Posisi direksi dalam sebuah badan usaha milik negara (BUMN), seringkali terjepit akibat kebijakan yang telah diputuskannya. Hal ini terjadi, jika keputusan yang dikeluarkannya membuat perusahaan yang dipimpinnya merugi. Akibatnya, dia pun terlilit kasus hukum karena dinilai telah merugikan keuangan negara.

Sebagai pucuk pimpinan yang menjalankan manajemen perusahaan, akibatnya seorang direksi pun jadinya kerap mengalami dilema dalam mengambil keputusan. Ini karena khawatir, akibat keputusannya, BUMN yang diurusnya mengalami kerugian.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dalam hukum pidana, kejahatan harus dibuktikan dengan adanya niat jahat dan perbuatan jahat.

Dia berpendapat, jika seorang direksi tidak punya niat jahat dalam menjalankan bisnisnya, maka dia tak bisa dipidana. Meskipun ada kerugian yang timbul akibat kebijakan yang dikeluarkannya.

Hikmahanto melanjutkan, tidak seharusnya kerugian negara yang ada di BUMN serta merta adalah masalah pidana. Karena sepanjang tidak ada niat jahat yang bisa dibuktikan di persidangan, kerugian negara tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Jadi kalau direksi nggak punya niat jahat dan ada perbuatan jahat, direksi nggak bisa dipidana, kata Hikmahanto saat memberikan paparan, dalam acara Exclusive Workshop yang digelar Visi Law Office dan Intrinsics, dengan tema: Doktrin Fiduciary Duty di Perseroan Terbatas dan Pertanggungjawaban secara Pribadi Direksi dan Komisaris terhadap Kerugian Perusahaan di Swiss Belresort Dago Heritage Bandung, Kamis (29/9)-Jumat (30/9).

Yang terpenting kata Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani ini, prinsip-prinsip Business Judgment Rule (BJR) telah dijalankan. Diantaranya; dalam pengambilan keputusan telah melakukannya atas dasar itikad baik (good faith); dalam pengambilan keputusan telah memperhatikan kepentingan dari perusahaan (fiduciary duty); dalam pengambilan keputusan telah didasarkan pada pengetahuan/data yang memadai (informed basis); dalam pengambilan keputusan tidak melakukannya dengan berhambur-hambur (duty of care); serta dalam pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kepentingan pribadi (loyalty).

Pokoknya satu hal bapak ibu nggak boleh punya niat jahat. Jangan pernah ada niat jahat, tegasnya.

Sementara itu, untuk menghindari kemungkinan adanya pertanggungjawaban pidana karena melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan BUMN, menurut pembicara lain, Dr. Yudi Kristiana, perlu pemahaman yang in-depth tentang diskresi, penyalahgunaan wewenang, prinsip GCG, ultra vires & BJR, pertanggungjawaban pribadi direksi & komisaris, termasuk mitigasi risiko hukum melalui JPN.

Bahwa penerapan BJR oleh direksi dan komisaris dalam penyelenggaraan BUMN sangat penting karena dalam hal Direksi dan Komisaris memenuhi prinsip BJR, maka terhadap yang bersangkutan tidak memenuhi asas kesalahan dan oleh karenanya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. jelas Yudi Kristiana.

Di lain pihak menurut narasumber lain Febri Diansyah, menekankan pelaksanaan prinsip bisnis berintegritas untuk mencegah praktik korupsi di perusahaan dan menghindari kesalahan korporasi. Febri menambahkan, untuk mengambil keputusan bisnis dengan itikad baik, segenap organ perseroan harus melakukan uji tuntas resiko hukum dan korupsi (Legal & Corruption Risk Due Diligence).

Lebih lanjut, narasumber lain, Gumbira Budi Purnama selaku Direktur Investigasi III BPKP, menekankan pentingnya membangun akuntabilitas BUMN, Indeks Korporasi di Indonesia (Indonesian Corporate Index), prinsip Good Corporate Governance, kapabilitas dan peran Satuan Pengawasan Intern, manajemen risiko, dan fraud control plan.