Ketua PBNU Buka Suara soal Konflik Internal Elite, Dipicu soal Isu Tambang?
JAKARTA, iNews.id — Ketua Bidang Ekonomi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Aizzudin Abdurrahman buka suara terkait konflik internal di PBNU. Dia mengungkapkan, isu pengelolaan konsesi tambang menjadi pemicu utama konflik elite PBNU selama ini.
KH Aizzudin juga membantah keras opini berjudul “Kala Tongkat Syuriyah Membelah Laut Merah” yang ditulis Nur Hidayat di sebuah media online nasional pada 14 Desember 2025.
Dia menilai tulisan tersebut menyesatkan publik dan tidak berorientasi pada penyelesaian masalah organisasi.
Menurut KH Aizzudin, opini tersebut justru memperkeruh situasi internal PBNU karena mengandung narasi pemecah belah yang berpotensi memperpanjang polarisasi di tubuh organisasi.
“Ini bukan kritik solutif, melainkan penyesatan opini yang menciptakan persoalan baru,” kata Gus Aiz, sapaan akrabnya, di Jakarta, Senin (15/12/2025).
Gus Aiza menilai Nur Hidayat dan kelompok yang mendorong pemakzulan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) terus menghindari persoalan utama yang menjadi latar konflik internal, yakni pengelolaan konsesi tambang. Isu-isu lain seperti zionisme, tata kelola keuangan, dan sejenisnya dinilai hanya menjadi “panggung depan” yang mudah dipatahkan, sementara persoalan tambang sengaja disembunyikan.
“Masalah tambang adalah panggung belakang yang tidak siap mereka bicarakan. Persoalan ini dikaburkan karena ada kepentingan besar yang hanya bisa diselesaikan jika Gus Yahya disingkirkan,” ujar Gus Aiz.
Dia menyatakan, penyelesaian konflik sebenarnya dapat dilakukan secara sederhana dan profesional melalui transparansi serta akuntabilitas di forum yang tepat.
Setiap pihak yang diberi tanggung jawab, kata dia, harus melaporkan pengelolaan yang dilakukan secara terbuka kepada seluruh pemangku kepentingan.
Gus Aiz juga mengingatkan pernyataan Ketua Umum PBNU yang berulang kali meminta pihak-pihak yang ditunjuk untuk mengelola urusan tambang menjelaskan secara terbuka mekanisme kerja dan pengawasannya.
Selain itu, harus ada pihak yang secara jelas bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen korporasi yang dijalankan.
Ia turut menyinggung pernyataan Rais Aam PBNU pada peringatan Harlah NU di Senayan, 31 Januari 2025, yang secara terbuka meminta Presiden Prabowo Subianto membantu Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif dalam pengelolaan tambang, termasuk dengan memberikan kewenangan penuh beserta mekanisme pengamanannya.
Yang paling disesalkan, lanjut Gus Aiz, upaya penyelesaian konflik justru ditempuh melalui cara-cara politik kotor dan konspiratif yang menabrak konstitusi organisasi. Pendekatan tersebut dinilai tidak hanya kontraproduktif, tetapi juga merusak marwah NU dan berpotensi menciptakan preseden buruk bagi tata kelola organisasi ke depan.
“Cara-cara seperti ini berbahaya bagi masa depan organisasi dan tidak bisa dibenarkan dengan dalih apa pun,” katanya.










