IPW: Aturan Penempatan Polisi di 17 Kementerian/Lembaga Langkah Berani, tapi Realistis

IPW: Aturan Penempatan Polisi di 17 Kementerian/Lembaga Langkah Berani, tapi Realistis

Terkini | inews | Senin, 15 Desember 2025 - 14:20
share

JAKARTA, iNews.id – Indonesia Police Watch (IPW) menilai penerbitan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merupakan tindakan kepemimpinan yang realistis dan berani. Putusan itu dinilai harus dipahami lewat perspektif volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA).

"IPW menilai langkah Kapolri menerbitkan Perpol 10 Tahun 2025 walaupun bisa dikatakan tidak taat pada putusan MK akan tetapi penerbitan Perpol 10 itu adalah tindakan kepemimpinan yang realistis dan berani," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

Dia mengatakan berdasarkan perspektif VUCA, keselamatan organisasi dan keseimbangan demokrasi antara sipil dan militer merupakan prioritas yang harus diperjuangkan. Meski pun hal-hal yang dilakukan harus menempuh jalur terjal secara yuridis.

Dalam aspek volatility atau gejolak, kata dia, IPW menyoroti perubahan regulasi yang terjadi secara cepat dan drastis. Putusan MK Nomor 114 Tahun 2025 yang menyatakan penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, secara tiba-tiba menutup ruang penugasan anggota Polri di luar struktur institusi Polri. 

"Menciptakan guncangan (shock) bagi struktur SDM Polri yang ditugaskan di luar institusi Polri melalui ditetapkannya putusan MK bahwa penjelasan pasal 28 ayat 3 dinyatakan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum," kata dia.

Dia mengatakan situasi tersebut kemudian melahirkan uncertainty atau ketidakpastian. IPW menilai Putusan MK Nomor 114 Tahun 2025 memunculkan ketidakpastian hukum bagi ribuan anggota Polri yang sedang menjabat di luar institusi. 

Jika merujuk secara ketat pada Pasal 28 ayat (3) UU Polri, kata dia, maka mereka harus mengundurkan diri dari jabatan tersebut demi hukum. Namun, dia menilai pilihan itu tidak sederhana karena berpotensi membuat mereka kehilangan jabatan struktural di Polri atau bahkan harus mengambil opsi pensiun dini.

"Sesuatu yang tidak mudah karena mereka tentu ingin tetap berkarir sebagai anggota polri aktif," kata Sugeng.

Dia menuturkan IPW juga menilai kondisi ini memunculkan complexity atau kompleksitas yang tinggi. Nasib ribuan anggota Polri aktif yang ditugaskan di luar institusi menjadi tanggung jawab Kapolri. 

Sugeng menuturkan apabila mereka harus mundur dari jabatan sipil dan kembali ke Polri, maka persoalan penempatan menjadi sangat kompleks karena keterbatasan jabatan yang tersedia di internal Polri dan telah diisi oleh personel lain.

Tak berhenti di situ, kata Sugeng, putusan MK tersebut juga memunculkan ambiguity atau ambiguitas secara norma hukum. IPW menyoroti adanya politik hukum negara yang saat ini justru mengakomodasi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan di institusi sipil sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI hasil perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004. 

Menurut dia, kondisi ini menimbulkan ambiguitas ketika dikaitkan dengan Putusan MK terhadap Polri.

“Artinya norma hukum sahnya anggota aktif menjabat pada jabatan lembaga negara/ kementerian (sipil) adalah politik hukum negara. Karenanya kondisi ini menimbulkan situasi ambiguitas secara norma dikaitkan dengan putusan MK,” kata Sugeng.

Dia menuturkan di tengah badai VUCA, diperlukan langkah berani dari seorang pimpinan organisasi untuk membawa institusinya melewati masa sulit. Maka, dia menilai penerbitan Perpol 10 Tahun 2025 sebagai manuver strategis dan langkah berani Kapolri untuk mengamankan Polri dan anggotanya dari peran yang dipangkas habis oleh Putusan MK Nomor 114 Tahun 2025.

Dia menegaskan, Polri sejak reformasi ditempatkan secara tegas di bawah kekuasaan sipil, termasuk dalam hal pertanggungjawaban hukum yang tunduk pada peradilan umum. Hal ini berbeda dengan TNI yang meskipun dapat menduduki jabatan sipil, tetap tidak berada di bawah peradilan umum. 

"​IPW mencermati kondisi VUCA juga terjadi bila ranah jabatan di kementerian strategis didominasi oleh TNI aktif (sesuai UU TNI baru), maka wajah birokrasi sipil militeristik dimana saat ini fenomena tersebut juga sudah muncul," tutur Sugeng.

Topik Menarik