Pengakuan Mengejutkan Anak Oknum Pejabat Raja Ampat, Bongkar Kebejatan Ayah Kandung

Pengakuan Mengejutkan Anak Oknum Pejabat Raja Ampat, Bongkar Kebejatan Ayah Kandung

Nasional | inews | Sabtu, 13 Desember 2025 - 13:39
share

SORONG, iNews.id - Pengakuan mengejutkan diungkap perempuan berinisial VW (35) anak kandung oknum pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Dia membuka tabir gelap dugaan kekerasan seksual yang dialaminya selama puluhan tahun oleh sang ayah.

VW mengaku sudah berulang kali sang ayah kandung berinisial FW telah melecehkaannya sejak berusia 5 tahun. Kesaksian yang membongkar kebejatan sang ayah disampaikan VW secara terbuka melalui siaran langsung di media sosial dan langsung memicu kecaman luas publik.

“Ini bukan baru sekali. Ini sejak saya umur lima tahun, kelas satu SD. Sekarang saya umur 35 tahun dan saya masih mengalami ini,” ujar VW sambil menangis dikutip dari iNews Sorong Raya, Sabtu (13/12/2025).

VW mengaku selama puluhan tahun hidup dalam ketakutan, tekanan dan kontrol psikologis. Dia menyebut tidak pernah memiliki ruang aman, bahkan di dalam rumahnya sendiri.

Menurut VW, kekerasan tetap terjadi meski sang ibu masih hidup dan justru semakin parah setelah ibunya meninggal dunia.
Dia mengaku dijadikan “tameng” untuk melindungi adik-adiknya dari amarah dan ancaman pelaku.

“Kalau saya tidak ikut, adik-adik jadi sasaran. Saya yang harus menahan semua ini supaya rumah tidak kacau,” katanya.

VW menyebut kondisi keluarga membuatnya terjebak dan tidak memiliki pilihan. Salah satu adiknya diketahui mengalami autisme, sehingga dia merasa harus kembali tinggal bersama pelaku.

“Saya mau tidak mau harus balik ke rumah. Saya tidak bisa tinggalkan dia,” tutur VW.

Puncak kekerasan, menurut pengakuan korban, terjadi beberapa hari sebelum kesaksiannya disiarkan. Dia mengaku pelaku berada dalam kondisi mabuk berat selama 2 hari berturut-turut.

“Hari pertama dia keluarkan kata tidak baik. Itu sudah sangat tidak pantas. Saya diam karena takut,” ucapnya.

Pada hari berikutnya, VW menyebut pelaku masuk ke kamarnya saat dia tertidur.

“Dia masuk dan langsung pegang saya punya tubuh,” katanya.

Saat mencoba melawan, korban mengaku justru diancam menggunakan relasi kekuasaan.

“Dia bilang dia teman Kapolres, teman Wakapolres, teman pejabat. Dia bilang nanti saya yang dilapor ke polisi,” ujar VW.

Ancaman tersebut, kata VW, kerap digunakan untuk membungkamnya. Bahkan dia mengaku telah berulang kali mendatangi Polres Raja Ampat, namun laporannya disebut tidak ditangani serius.

“Polisi bilang bapak ada kegiatan, sibuk. Kita harus jaga nama baik,” ucapnya.

VW juga mengungkap pelaku sempat ditahan, namun kembali dibebaskan dengan alasan tugas dinas. Selain kekerasan seksual, korban mengaku mengalami kekerasan fisik berat.

“Kalau saya tidak layani, saya dipukul pakai kabel, saya disetrum, saya diancam. Ini bukan sekali dua kali,” katanya.

Kuasa hukum korban dari LBH Kasih Indah Papua, Yance Dasnano, menegaskan bahwa perkara ini merupakan kejahatan seksual berat. Dia menyebut kasus tersebut tidak boleh ditunda penanganannya.

“Ini kejahatan seksual berat, dilakukan ayah kandung sendiri, sejak korban berumur lima tahun. Ini kriminal murni,” ujar Yance.

Menurutnya, pelaku dapat dijerat Pasal 76D jo Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara dengan pemberatan sepertiga karena dilakukan oleh orang tua kandung.

Selain itu, pelaku juga berpotensi dijerat UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004 serta Pasal 289, 290, dan 294 ayat (1) KUHP.
Yance menegaskan jabatan tidak menghapus pidana.

“Jabatan tidak menghapus tindak pidana. Justru ancaman menggunakan relasi kekuasaan memperberat kejahatannya,” ujarnya.

Dia menilai bukti permulaan telah mencukupi, mulai dari kesaksian korban hingga riwayat laporan dan indikasi kekerasan fisik serta psikis.

“Apa lagi yang ditunggu? Tidak ada alasan hukum menunda penangkapan,” katanya.

LBH Kasih Indah Papua menyatakan akan membawa kasus ini ke tingkat lebih tinggi jika tidak ada langkah tegas.

“Kalau hari ini tidak ada tindakan, kami akan lapor ke Polda Papua Barat Daya, Komnas Perempuan, Kompolnas, dan Ombudsman,” ujar Yance.

Di akhir kesaksiannya, VW hanya menyampaikan satu harapan yakni keadilan.

“Saya hanya mau hidup bebas dan hukum bapak saya sesuai undang-undang di negara Indonesia ini,” katanya.

Topik Menarik