Kemenhut: Kayu Hanyut Terbawa Banjir Sumatra Bisa Dipakai untuk Pemulihan Pascabencana

Kemenhut: Kayu Hanyut Terbawa Banjir Sumatra Bisa Dipakai untuk Pemulihan Pascabencana

Berita Utama | inews | Rabu, 10 Desember 2025 - 07:53
share

JAKARTA, iNews.id - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memutuskan materiel kayu hanyut yang terbawa arus banjir Sumatra dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan darurat pascabencana. Hal itu diputuskan sebagai upaya pemulihan pascabanjir besar yang melanda Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar).

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut, Laksmi Wijayanti menekankan, keputusan ini diambil untuk mempercepat pemulihan dengan tetap menjaga aspek legalitas serta mencegah penyalahgunaan di lapangan. Pemanfaatan kayu hanyut, kata dia, harus ditempatkan dalam kerangka keselamatan rakyat.

"Bahwa pemanfaatan kayu hanyutan untuk penanganan darurat bencana, rehabilitasi dan pemulihan pasca bencana, serta bantuan material untuk masyarakat terkena dampak bagi pembangunan fasilitas dan sarana prasarana, dapat dilaksanakan atas dasar asas keselamatan rakyat dan kemanusiaan," kata Laksmi dalam keterangannya, dikutip Rabu (10/12/2025).

Menurut Laksmi, langkah ini memungkinkan materiel kayu yang sebelumnya berserakan dan berpotensi mengganggu evakuasi dapat dimanfaatkan untuk membangun kembali rumah warga, jembatan darurat, fasilitas publik, hingga tanggul penahan sementara.

Laksmi menekankan kayu yang terbawa arus banjir memiliki status legal yang jelas. Menurutnya, kayu hanyutan tersebut dapat dikategorikan sebagai kayu temuan yang mekanisme penanganannya memedomani Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sehingga tetap dibutuhkan pelaksanaan penyelenggaraan yang menjunjung prinsip ketelusuran dan keterlacakan.

Dengan demikian, kata dia, setiap pemanfaatan kayu hanyut wajib mengikuti prosedur pelaporan dan pencatatan agar tidak membuka celah praktik illegal logging maupun pencucian kayu dengan memanfaatkan momentum bencana. Laksmi menyampaikan prosesnya harus berjalan lintas-lembaga.

“Penyaluran pemanfaatan kayu hanyutan untuk penanganan dan pemulihan pasca bencana diselenggarakan bersama secara terpadu antara Kementerian Kehutanan dengan instansi terkait pada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan berbagai unsur aparat penegak hukum (APH),” jelasnya.

Laksmi menjelaskan pendekatan bersama merupakan langkah penting untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan memastikan kayu benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain mengatur pemanfaatan kayu hanyut, pemerintah juga mengambil kebijakan tegas untuk mencegah praktik penyelewengan di tengah situasi darurat.

“Kegiatan pemanfaatan dan pengangkutan kayu bulat yang berasal dari lokasi kegiatan pemanfaatan hutan di 3 (tiga) Provinsi tersebut dihentikan sementara sampai dengan ketentuan lebih lanjut,” ungkap Laksmi.

Penghentian sementara itu dimaksudkan untuk menghindari potensi penebangan liar yang disamarkan sebagai kayu hanyut, memperjelas sumber materiel kayu yang beredar, dan memastikan fokus aparat dan masyarakat tertuju pada penanganan bencana.

Langkah yang ditempuh Kemenhut menunjukkan kayu hanyut tidak lagi dianggap sekadar materiel sisa bencana. Dalam konteks pemulihan, kayu tersebut menjadi aset yang dapat mempercepat rekonstruksi, sekaligus solusi praktis di tengah terbatasnya akses logistik ke wilayah terdampak.

Namun, pemanfaatannya tetap berada dalam koridor pengawasan yang ketat. Dengan pendekatan kemanusiaan yang disertai prinsip keterlacakan, pemerintah berupaya memastikan setiap batang kayu yang digunakan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat, bukan menjadi peluang untuk pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan di tengah musibah.

"Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam memadukan aspek kemanusiaan, legalitas, dan perlindungan hutan di tengah situasi darurat," pungkasnya.

Topik Menarik